Menuju konten utama
Sidang Korupsi e-KTP

Agus Rahardjo Disebut Pernah Disidang karena Halangi Proyek E-KTP

Agus Rahardjo yang saat itu menjabat Ketua LKPP sempat disidang lantaran dituduh menghalangi proyek e-KTP.

Agus Rahardjo Disebut Pernah Disidang karena Halangi Proyek E-KTP
Ketua KPK Agus Rahardjo. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pejabat Lembaga Kajian Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta hadir menjadi saksi dalam persidangan kasus e-KTP untuk tersangka Setya Novanto.

Budi mengungkapkan, dirinya dan Agus Rahardjo yang saat itu Ketua LKPP sempat disidang lantaran dituduh menghalangi proyek nasional yang menghabiskan anggaran Rp5,9 triliun itu.

Dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Setya Novanto, Kamis (1/2/2018), Budi bercerita bahwa Kemendagri meminta pendampingan dari LKPP untuk pelaksanaan proyek e-KTP.

LKPP pun langsung menunjuk Budi bersama 5 pegawai lain untuk melakukan pendampingan. Mereka segera menemukan sejumlah masalah dalam pelaksanaan proyek e-KTP.

"Ada beberapa pelanggaran terhadap Perpres 54 [Tahun 2010] waktu itu yang pokok pertama. Secara pengumuman waktu itu ada 9 item pekerjaan, yang diumumkan cuman 5 atau 6," kata Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kejanggalan lain yang ditemukan adalah jumlah paket. Kala itu, LKPP berpandangan proyek besar seperti e-KTP tidak mungkin bisa diselesaikan dua tahun hanya dengan 9 item paket lelang. Mereka menilai hal itu perlu dipecah lagi agar banyak peserta yang hadir dalam lelang.

Selain itu, mereka melihat ada kejanggalan penerapan pelaksanaan lelang. Ia menemukan bahwa lelang e-KTP masih menerapkan sistem manual. Padahal, pihak Kemendagri menerapkan sistem lelang secara e-procurement untuk proyek e-KTP.

“Banci itu, aturannya harus pakai e-procurement. Elektronik tapi dokumennya manual. Jadi kita sarankan: 'Harusnya kalau kamu masih mau manual, ya manual. Jangan e-procurement'," kata Budi.

Budi mengaku, Kemendagri memintanya untuk melakukan pembahasan proyek e-KTP. Ia sendiri sebelumnya sempat tidak mau hadir karena undangan pertemuan dilakukan hanya beberapa jam sebelumnya.

Meskipun dinilai tidak sopan, Budi mengirimkan anggota untuk memantau proses pembahasan tersebut. Namun, pihak LKPP memutuskan untuk meminta pertemuan ulang karena banyak permasalahan.

"Pertanyaannya buanyakbanget tidak dijawab, Pak. Begitu pertanyaan satu, timbul pertanyaan kedua, ketiga, keempat, kelima," kata Budi di persidangan.

Budi pun menyurati pihak Kemendagri, yakni Irman selaku Dirjen Dukcapil dan Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen untuk pembahasan lebih lanjut. Namun, pihak Kemendagri tetap menjalankan proyek e-KTP. Proyek tersebut tiba-tiba sudah masuk dalam pengumuman pemenang lelang.

Mereka pun melihat kecacatan dalam pelelangan lantaran diduga tidak menerapkan sistem kepastian hukum dan sewenang-wenang. Pihak Kemendagri tidak menerima keputusan LKPP dan melaporkan ke presiden.

"Kami malah dilaporin ke presiden. Katanya kami menghambat program e-KTP," kata Budi.

Ia mengaku, dirinya bersama ketua LKPP sekaligus ketua KPK saat ini Agus Rahardjo kemudian dipanggil oleh Wapres Boediono. Saat itu, ada sejumlah staf Wapres yang ikut dalam proyek e-KTP.

"Deputi Wapres seingat saya waktu itu Pak Sofyan Djalil, terus ada deputi satu lagi saya nggak hafal namanya. Kemudian dihadiri oleh kepala BPKP. Kebetulan yang disidang saya sama Pak Kepala LKPP," kata Budi.

"Siapa itu?" tanya Budi.

"Agus Rahardjo, sekarang Ketua KPK, Pak," sahut Budi.

Dalam persidangan tersebut, Budi dan Agus menyampaikan dalil kejanggalan proyek e-KTP. Namun, pihak Wapres memutuskan untuk tetap melanjutkan proyek e-KTP. Akibat sikap tersebut, LKPP memutuskan untuk mundur.

"Kami, posisi LKPP waktu itu karena tidak nurut ya kami mengundurkan diri sebagai pendamping," kata Budi.

"Dan jalan terus [proyek eKTP]?" tanya Hakim Yanto.

"Tetap jalan terus," jawab Budi.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari