tirto.id - Konferensi bertaraf global tentang ekonomi kreatif siap digelar pada 3-4 Mei 2018 di Bali. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), untuk pertama kalinya menyelenggarakan kegiatan berskala internasional yaitu The World Conference of Creative Economy (WCCE), yang mengusung tema utama “Inclusively Creative” atau “Inklusi Kreatif”.
Konferensi ini akan mempertemukan perwakilan dari pemerintah, pengusaha, komunitas, organisasi internasional, media dan juga ahli di bidang ekonomi kreatif, untuk membahas peluang dan tantangan di dunia ekonomi kreatif yang akan menjadi masa depan ekonomi digital.
Tema utama konferensi internasional ini berasal dari keyakinan bahwa industri kreatif telah membawa era baru dalam dunia usaha. Bisnis tidak lagi menjadi hak eksklusif bagi para pemodal besar saja, tetapi juga telah membentuk sebuah persaingan usaha yang kompetitif di mana semua orang dapat mengambil bagian dalam ekonomi yang sedang berkembang.
Faktor geografis juga tidak lagi menjadi halangan, sebab perkembangan industri teknologi internet dan teknologi lainnya, memungkinkan orang dari berbagai penjuru dunia untuk terhubung satu dengan lainnya dan melakukan kolaborasi serta kerjasama.
Hal ini diharapkan dapat memberi posisi ekonomi kreatif sebagai katalisator untuk menjembatani hubungan ekonomi dan budaya. Ekonomi kreatif diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama untuk semua orang tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang, serta lokasi geografis.
Konferensi bertaraf internasional ini rencananya dibagi dalam beberapa topik, di antaranya adalah The Butterfly Effect: Dampak Sosial Ekonomi Kreatif (Social Cohesion), Membawa Ekosistem Ekonomi Kreatif dan Enterprise ke Level Baru, serta Masa Depan Ekonomi Kreatif.
Sebelumnya, pada 4-7 Desember 2017 lalu, Bekraf telah terlebih dahulu menyelenggarakan The Preparatory Meeting of the WCCE di Bandung. Dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari itu, dihasilkan rumusan yang terbagi menjadi format panel dan membahas empat topik besar yaitu kebijakan, ekosistem, social cohesion dan marketing.
Agenda Para Investor
Konferensi lain yang ditunggu oleh investor yang ingin menanamkan modal di benua Asia, akan dihelat pada 4 Mei. Konferensi Investasi Asia atau The Asia Investment Conference yang diadakan di Singapura, akan ada 250 delegasi dari seluruh dunia untuk berbagi pandangan tentang investasi di kawasan Asia. Ini merupakan rangkaian seri kedua dari konferensi yang banyak menghadirkan pembicara dari berbagai institusi bisnis dan juga akademisi, untuk membahas perkembangan bisnis dan investasi di Asia di era digital.
Salah satu agenda global yang dihelat Bank Dunia adalah pemanfaatan ekonomi Islam untuk masa depan hijau. Konferensi yang digelar pada 14-15 Mei di Kuala Lumpur, Malaysia ini, bertujuan untuk mengeksplorasi penggunaan ekonomi berbasis Islam atau syariah dan fokus pada penggunaan “Sukuk Hijau” sebagai bagian dari pembiayaan masa depan.
Berlatar belakang perubahan iklim global dengan 195 negara menandatangani Perjanjian Paris untuk memerangi perubahan iklim, peningkatan sumber daya keuangan ramah lingkungan diperlukan untuk mendukung pencegahan perubahan iklim.
Mobilisasi pembiayaan melalui instrumen inovatif seperti “Sukuk Hijau” yang berbasis syariah, menjadi keharusan dalam membiayai proyek ramah lingkungan. Akan ada fokus khusus pada penggunaan pembiayaan berbasis syariah dari instrumen “Sukuk Hijau” baru-baru ini untuk membiayai proyek di Malaysia yang memungkinkan untuk dilakukan replikasi di negara-negara berkembang lainnya.
Acara bertaraf internasional yang dihelat selama satu setengah hari ini, akan dihadiri oleh para praktisi pembangunan, pembuat kebijakan, regulator, serta perwakilan lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah.
E-Commere di Kawasan
Agenda Komite Koordinasi ASEAN tentang E-Commerce ke-delapan atau 8th ASEAN Coordinating Committee on E-Commerce (ACCEC), yang membahas berbagai segmentasi terkait perdagangan e-commerce siap digelar pada 16-18 Mei di Indonesia. Agenda bertaraf internasional ini akan membahas peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sosial di kawasan. Agenda ini merupakan bagian dari program kerja strategis ASEAN tentang perdagangan elektronik 2017-2025.
Melansir situs ASEAN, sedikitnya terdapat 16 unsur program kerja strategis e-commerce di kawasan ASEAN. Di antaranya adalah lingkungan kondusif untuk mendukung pertumbuhan platform e-marketplace dan e-commerce dengan mengembangkan pedoman akuntabilitas dan tanggung jawab penyedia platform online di ASEAN, program pengembangan kapasitas sumber daya manusia dengan mengembangkan keterampilan di semua tingkatan untuk memaksimalkan kompetisi dalam e-commerce bagi regulator industri, instansi perlindungan konsumen serta aparat penegak hukum.
Elemen lainnya yaitu pembaharuan kerangka hukum dan kerangka kerja e-commerce, transparansi hukum nasional dan peraturan tentang e-commerce dengan memberikan informasi terkini yang komprehensif tentang hukum dan peraturan terkait e-commerce domestik.
Juga dengan meningkatkan layanan logistik di ASEAN untuk memfasilitasi e-commerce, dengan melakukan koordinasi dengan badan-badan sektoral ASEAN yang relevan dan penyedia layanan logistik untuk mengidentifikasi langkah-langkah peningkatan dukungan dan layanan logistik e-commerce di ASEAN. Tak ketinggalan, melakukan perjanjian antar negara-negara ASEAN terkait e-commerce dengan melaksanakan tinjauan ulang elemen kerangka e-commerce dan mengembangkan kesepakatan kerjasama tentang e-commerce di kawasan ASEAN.
Peluang E-Commerce di ASEAN
Perkembangan dunia e-commerce yang signifikan menginisiasi negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk ASEAN Coordination Committee on E-Commerce (ACCEC) yang dapat menjembatani kebutuhan lalu lintas batas perdagangan e-commerce dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial di ASEAN. Negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam telah memberlakukan secara penuh kebijakan mengenai data proteksi dalam hukum nasionalnya.
Pada April lalu, Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan atau United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyelenggarakan pekan panel mengenai e-commerce di Singapura dengan tema “Dapatkah Aturan Perdagangan E-Commerce Membantu UMKM di Negara Berkembang?”
Dalam diskusi panel tersebut, Wakil Direktur Departemen Perdagangan dan Industri Singapura Chan Kah Mei memaparkan tentang Peluang UMKM dalam Ekonomi Digital. Menurutnya, perekonomian digital akan menyumbang sekitar $1-2 triliun tambahan output ekonomi dunia pada 2020.
Riset gabungan yang dilakukan Temasek dan Google menyatakan pasar digital di kawasan Asia Tenggara akan bernilai $200 miliar pada 2025 atau tumbuh signifikan dibanding 2015 yang sebesar $31 miliar. Selain itu, e-commerce di ASEAN juga akan menyentuh angka $88 miliar dan diperkirakan mencapai $34,5 miliar pada 2020.
Indonesia, dalam paparan Chan, memiliki ekonomi pasar digital sampai dengan $1,3 miliar dengan populasi sebesar 248 juta jiwa dari total pasar e-commerce di ASEAN $7 miliar atau hanya 0,6 persen e-commerce dunia. Namun, ASEAN berpotensi menggeliat di bidang e-commerce hingga 2020 dengan potensi pasar $34,5 miliar. “Digitalisasi akan memungkinkan perusahaan dari semua ukuran serta individu untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital dengan kecepatan dan skala biaya yang lebih efektif,” ucap Chan.
Chan menambahkan bahwa saat ini kawasan ASEAN sedang mengembangkan inisiatif terkait e-commerce di beberapa bidang, untuk mendukung perdagangan lintas batas. Di antaranya adalah menyusun Blueprint Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025, ASEAN ICT Masterplan 2020 – 2025.
Juga Rencana Induk tentang Konektivitas ASEAN atau Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC), Rencana Aksi Strategis ASEAN tentang Perlindungan Konsumen atau ASEAN Strategic Action Plan on Consumer Protection 2025 (ASAPCP), dan Rencana Strategis ASEAN untuk Pengembangan UKM atau ASEAN Strategic Plan for SME Development (SAPSMED) 2016-2015.
ASEAN akan fokus pada seluruh "sistem-eko" e-Commerce, untuk memfasilitasi interaksi antara konsumen dan bisnis sehingga semua pemangku kepentingan dapat memperoleh manfaat dari inisiatif dan upaya ASEAN-Commerce. Fokus ASEAN pada: (i) fasilitasi perdagangan; (ii) mengidentifikasi kesenjangan infrastruktur untuk mengaktifkan e-commerce; (iii) akses ke solusi pembayaran; dan (iv) keamanan online.
Chan menambahkan, e-commerce dan inisiatif lain yang berkaitan dengan ekonomi digital terus menjadi prioritas. “Kami akan bekerja untuk memajukan aturan perdagangan umum yang mengatur e-commerce untuk mempromosikan konektivitas digital yang lebih besar di wilayah tersebut,” ucap Chan.
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra