tirto.id - “Dasar kelas teri.”
Umpatan seperti itu biasa kita dengar dalam realitas kehidupan sehari-hari. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pun, kata “teri” selain memiliki arti ikan laut kecil-kecil, juga memiliki makna konotasi “kelas” yang artinya segala sesuatu yang kecil atau tidak berharga.
Karena dianggap tidak berharga itulah kemudian kata “teri” kerap dimaknai negatif. Padahal kalau dilihat dari sisi kesehatan, manfaat ikan teri untuk manusia yang mengonsumsinya sangat besar, tidak sekecil ukurannya.
Laman alodokter.com pernah menulis artikel tentang manfaat ikan teri yang termasuk salah satu jenis dari keluarga ikan anchovy. Jenis ikan ini dinilai bagus dikonsumsi oleh mereka yang menderita penyakit deabetes karena ikan ini merupakan sumber protein dengan tingkat lemak jenuh yang rendah dan tidak mengandung karbohidrat, sehingga tidak akan memengaruhi kadar gula darah penderita diabetes.
Ikan jenis ini juga dianggap baik untuk menjaga kesehatan jantung. Karena selain mengandung banyak minyak ikan, ikan jenis ini juga mengandung asam lemak omega-3 yang dinilai memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan jantung.
Namun, mengingat kebanyakan ikan teri ini disajikan dengan cara diasinkan, maka kandungan garam pada ikan teri tersebut bisa jadi terlalu tinggi untuk dikonsumsi orang-orang yang menderita penyakit tertentu, seperti gagal jantung dan hipertensi. Karena itu, disarankan lebih baik mengonsumsi ikan teri tawar.
Di sisi lain, ikan teri juga merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat akar rumput. Cara mengolahnya juga cukup mudah dan beragam, mulai dari dijadikan ikan asin, oseng-oseng, campuran sayur, kripik hingga dibuat sambal ikan teri. Maka tak heran jika jumlah konsumsi dan produksi ikan teri di Indonesia tiap tahun selalu meningkat.
Potensi Ikan Teri
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan laut yang melimpah. Merujuk pada data statistik perikanan 2014, potensi perikanan tangkap laut per tahun mencapai 6,5 juta ton, sementara produksi perikanan tangkap laut sebesar 5,7 juta ton. Tak heran jika pemerintah ingin menjadikan sektor laut dan perikanan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia dengan konsep maritimnya.
Dalam konteks ini, potensi ikan teri juga tidak kalah besarnya. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, produksi ikan teri dalam negeri sejak tahun 2006 hingga 2014 selalu mengalami kenaikan, bahkan Indonesia pada tahun 2014 menempati urutan ke-7 dari 10 negara pengekspor ikan teri terbesar di dunia.
Pada 2014, ada tiga provinsi yang menghasilkan ikan teri cukup besar, yaitu Sumatera Utara dengan jumlah produksi mencapai 47.305 ton. Sementara Jawa Timur menghasilkan ikan teri sebanyak 14.146 ton, Maluku Utara sejumlah 13.288 ton. Melihat potensi yang ada, tak berlebihan jika memproyeksikan ikan teri menjadi salah satu komoditas unggulan di sektor industri perikanan.
Meskipun persentase konstribusinya terhadap produksi ikan tangkap secara keseluruhan masih di bawah angka 6 persen, namun nilai produksinya setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Misalnya, pada 2006, nilai produksi ikan teri Indonesia hanya Rp1,222 miliar, naik pada tahun berikutnya menjadi Rp1,802 miliar. Jumlah ini terus mengalami peningkatan hingga tahun 2014 mencapai Rp3,095 miliar.
Selain itu, kontribusi ikan teri terhadap produksi ikan pelagis kecil (ikan yang hidup di lapisan permukaan perairan pantai atau di perairan pantai) terbilang cukup besar. Jika dirata-ratakan di atas 16 persen sumbangsih ikan teri ini pada produksi ikan pelagis kecil secara keseluruhan. Misalnya, pada tahun 2006 kontribusinya mencapai 15,8 persen, naik menjadi 18,3 persen pada tahun berikutnya.
Kontribusinya mencapai puncaknya pada tahun 2011, di mana produksi ikan teri ini menyumbang sekitar 20,3 persen dari keseluruhan produksi ikan pelagis kecil. Namun, jumlahnya mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini dapat dilihat dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menunjukkan bahwa kontribusi produksi ikan teri dari tahun 2012, 2013, dan 2014 selalu turun. Misalnya, dari 17,8 persen pada tahun 2012 turun derastis menjadi 14,4 persen pada tahun 2014.
Pertanyaannya adalah mengapa produksi ikan teri mengalami penurunan? Tak ada jawaban tunggal soal ini. Akan tetapi, kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan regulasi baru dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87 tahun 2015 tentang Produk Impor Tertentu ditengarai menjadi salah satu penyebabnya.
Regulasi tersebut telah mempermudah impor, termasuk di dalamnya beberapa produk perikanan seperti ikan teri. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti sudah mengeluhkan kebijakan tersebut. Susi sebagai menteri teknis merasa tidak diikutsertakan dalam merumuskan Permendag 87/2015 yang diterbitkan Thomas Lembong saat menjabat sebagai menteri perdagangan.
Mendorong Sektor Perikanan
Meskipun tergerus Permendag 87/2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berusaha membangun dan mengembangkan industri perikanan di Tanah Air. Salah satunya dengan melakukan budi daya penyebaran benih sejumlah komoditas kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Untuk target sebaran 100 juta ekor benih. Sampai bulan Oktober lalu, kami sudah melampaui target,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, seperti dikutip Antara.
Program KKP tersebut sejalan dengan upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian yang tengah menyusun peta jalan (road map) pembangunan industri pengolahan hasil perikanan nasional dengan target jangka pendek meningkatkan utilisasi industri perikanan hingga 90 persen. Sementara untuk target jangka menengah, kawasan industri perikanan baru akan dibangun di wilayah timur Indonesia.
“Road map ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan Instruksi Presiden No. 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat siaran pers di Jakarta.
Kementerian Perindustrian mencatat, saat ini utilisasi industri perikanan sekitar 36,1 persen untuk skala menengah besar, di mana utilisasi pada skala UMKM mencapai 62 persen. Kondisi ini disebabkan antara lain terbatasnya suplai bahan baku ikan, sarana dan prasarana penangkapan ikan, serta gudang pendingin ikan. Karena itu, pemerintah dan dunia usaha harus bekerja sama untuk mengatasi kendala ini, sehingga industri perikanan dalam negeri dapat berkembang pesat.
Sebagai gambaran, saat ini terdapat 718 industri pengolahan ikan dengan skala menengah besar yang memiliki kapasitas terpasang sekitar 1,6 juta ton dan menyerap tenaga kerja sebanyak 235 ribu orang.
Selain itu, industri pengolahan perikanan juga mampu dilaksanakan oleh skala kecil seperti pemindangan ikan. Saat ini, jumlah UMKM yang ada sebanyak 65.766 unit usaha dengan kapasitas terpasang 639 ribu ton dan menyerap tenaga kerja 174 ribu orang.
Karena itu, kebijakan strategis yang perlu segera dijalankan dalam pengembangan industri pengolahan ikan di dalam negeri, di antaranya dengan meningkatkan kemitraan yang terintegrasi antara hulu dan hilir. Koordinasi antar sektor juga penting dilakukan agar kebijakan yang diambil tidak tumpang tindih.
Jika hal tersebut dapat direalisasikan, maka tidak hanya industri pengolahan ikan teri yang bisa dijadikan komoditas unggulan, melainkan sektor kelautan dan perikanan secara keseluruhan dapat diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Saatnya Indonesia membuktikan.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti