Menuju konten utama

Agar Tak Defisit, Indonesia Butuh Rasio Pajak 15 Persen

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan Indonesia butuh rasio pajak 15 persen agar terhindar dari defisit APBN

Agar Tak Defisit, Indonesia Butuh Rasio Pajak 15 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi Kuliah Umum di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Kamis (5/1). ANTARA FOTO/Ampelsa.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan Indonesia perlu menaikkan rasio pajak hingga mencapai 15 persen agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak lagi defisit.

Saat ini, tingkat kepatuhan wajib pajak Indonesia baru 62,3 persen. Akibatnya, kata Sri, Indonesia baru memiliki rasio pajak 11 persen saja.

“Bayangkan jika mencapai 15%. Kita bisa menambah Rp500 triliun lagi, sehingga belanjanya tidak ada defisit belanja,” kata Sri saat memberikan kuliah umum di Univesitas Udayana, Bali, pada Jumat (29/11) seperti dirilis laman Sekretariat Kabinet.

Saat ini, berdasar data realisasi APBN Perubahan 2016, masih tercatat ada defisit sebesar Rp307,7 triliun atau 2,46 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi defisit ini melebihi target pemerintah, yakni Rp296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB saja.

Defisit terjadi karena penerimaan dari pajak, yang diharapkan oleh pemerintah bisa dimaksimalkan, ternyata hanya terealisasi Rp1.283,6 triliun pada 2016.

Karena itu, menurut Sri, pemerintah memperbaiki kinerja penerimaan pajak itu dengan mengerek nilai target pada 2017. APBN 2017 menargetkan penerimaan pajak sebanyak Rp1.498 triliun. Nilai itu lebih tinggi ketimbang target di 2016, yang sempat tak tercapai, yakni Rp1.355,2 triliun.

“Dengan uang pajak Rp1 triliun, kita bisa membangun 3.541 km jembatan,” kata Sri mencontohkan manfaat penerimaan pajak.

Dia menambahkan, “Rp1 triliun bisa memberikan 714.286 BOS (Bantuan Operasional Sekolah) siswa SMA/Aaliyah setahun.”

Belakangan, salah satu upaya pemerintah terkait penambahan penerimaan pajak, yang menyita perhatian publik, ialah menekan perusahaan teknologi Amerika Serikat, Google, untuk membayar pajak penghasilan dari pendapatan usahanya di Indonesia.

Kemarin, Kamis (19/1/2017), seperti dikutip Antara, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv menyatakan penarikan pajak ke google sebenarnya masalah lazim.

Haniv berpendapat pemerintah berhak memungut pajak dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Google di dalam negeri meski perusahaan teknologi informasi asal AS itu mengklaim tidak memiliki kantor cabang resmi di Indonesia.

"Kita tetap tunggu data (penghasilan Google). Yang jelas kita tidak bisa paksakan. Ada banyak data yang kita minta, mereka (Google) sudah menyanggupi. Kita tinggal menanti janji karena mereka bilang mendapatkan penghasilan sekian miliar dolar," ujar Haniv menjelaskan tahapan proses penentuan nilai pajak Google di Indonesia saat ini.

Di hari yang sama, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan mengedepankan proses dialog dan negosiasi untuk mendorong Google agar membayar pajak di Indonesia.

Baca juga artikel terkait RASIO PAJAK atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom