Menuju konten utama

Agar Jemaah Haji Tak Dipermainkan Sindikat

Warga muslim Indonesia yang berangkat haji menggunakan kuota resmi negara lain ternyata sudah marak sekitar tahun 2008. Berbekal paspor Indonesia, mereka berangkat haji menggunakan kuota Australia.

Agar Jemaah Haji Tak Dipermainkan Sindikat
Sejumlah jamaah calon haji memasuki pesawat saat keberangkatan kloter pertama jamaah calon haji di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (9/8). Antara foto/ aloysius jarot nugroho/foc/16.

tirto.id - Sebanyak 177 calon jemaah haji Indonesia ditangkap otoritas Filipina lantaran berangkat haji menggunakan paspor palsu dan kuota negara tersebut. Ternyata muslim Indonesia berangkat haji menggunakan kuota Australia pernah marak di sekitar tahun 2008.

“Saya pernah ditawarin untuk naik haji dari Australia. Modusnya sama (seperti Filipina). Pergi ke Australia urus visa liburan, dari Australia berangkat ke Arab Saudi. Pulangnya ke Australia lagi, baru balik ke Indonesia. Sebenarnya booming-nya itu tahun 2008,” kata Ledia Hanifa, anggota Komisi VIII DPR, kepada tirto.id, di Gedung DPR, pada Senin (29/8/2016).

Namun, Ledia yang berasal dari Fraksi PKS itu tak tertarik dengan tawaran yang diterimanya. Menurutnya, orang Indonesia berangkat haji dengan menggunakan kuota negara asing yang minim warga muslimnya sudah lama dilakukan. Strategi seperti itu tak hanya dilakukan warga negara Indonesia, tapi juga warga muslim negara jiran.

Pada 2013, Ledia mendapatkan informasi ada jemaah haji Malaysia yang menggunakan kuota haji Filipina yang tersisa 2.000. Artinya, di kawasan Asia Tenggara strategi seperti itu bukan perkara baru. Hanya memang bedanya, dulu masing-masing jemaah haji menggunakan paspor asli negaranya.

Namun sekitar tahun 2009-2010, dikeluarkan larangan seorang jemaah haji menggunakan visa negara lain. Muncullah kejadian seperti di Filipina, para jemaah haji nekat menggunakan visa dan sekaligus dibuatkan paspor palsu negara yang bersangkutan.

Apa yang disampaikan Ledia tak dibantah pihak Kementerian Agama. Inspektur Jenderal Kemenag M Jasin bahkan mengatakan bahwa kasus Filipina bukan yang pertama. Sebab tahun-tahun sebelumnya, petugas haji Indonesia di Arab Saudi sering kedatangan para jemaah haji asal Indonesia yang menggunakan paspor dan visa asing. Mereka mendatangi tenda-tenda jemaah haji Indonesia untuk bersilaturahmi dan memanfaatkan fasilitas jemaah asli Indonesia.

Berapa biaya yang harus dikeluarkan jemaah haji Indonesia yang menggunakan kuota negara lain? Seperti kasus di Filipina, para jemaah haji harus membayar mulai 6 ribu hingga 10 ribu dolar AS atau sekitar Rp 79.110.000 hingga Rp 131.850 000 per orang. Mereka rela membayar lebih mahal agar bisa naik haji tanpa menunggu antrean puluhan tahun.

Maklum, data Kementerian Agama menunjukkan, terdapat 3,05 juta calon jemaah haji yang masuk dalam daftar antrean tunggu atau waiting list. Waktu tunggunya paling lama 39 tahun. Masa tunggu itu lebih sedikit dibandingkan Malaysia yang mencapai 70 tahun, tetapi lebih lama dibandingkan Singapura yang 34 tahun. Sementara Thailand tiga tahun dan Brunei Darussalam empat tahun. Negara Asia Tenggara yang tidak memiliki daftar tunggu adalah Filipina dan Timor Leste.

Dilakukan Sindikat

Terkait munculnya kasus di Filipina, Ledia menilai pemerintah lamban dalam merespons. Lambannya pemerintah disebabkan beratnya beban yang harus dijalankan pemerintah dalam mengurus penyelenggaraan haji.

Mengapa? Sebab sampai saat ini, Kementerian Agama memainkan dua peran sekaligus, sebagai regulator dan sekaligus operator. “Seharusnya regulator dan operator harusnya dipisah. Tapi kementerian tidak melakukan itu. Kalau hanya berperan sebagai regulator, pemerintah bisa mengawasi secara ketat penyelenggaraan haji,” kata Ledia.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Komisi VIII DPR, di Gedung DPR, pada Senin (29/8/2016) menilai apa yang terjadi di Filipina merupakan pelanggaran. Sebab setelah diselidiki, ditemukan sejumlah biro perjalanan asal Indonesia yang bekerja sama dengan oknum di Filipina untuk memanfaatkan kuota negara tersebut yang tidak terserap habis.

“Warga Filipina bekerja sama dengan biro di tanah air untuk merayu calon jamaah haji untuk memakai kuota Filipina. Ketika sampai di pesawat, ketika prosesnya, ada beberapa yang di antara 177 jemaah yang ketika diajak dialog ternyata tidak bisa berbahasa Filipina hingga menimbulkan kecurigaan petugas imigrasi Filipina,” kata Menag.

Pihak Kemenag pun menganggap kasus ini murni tindak pidana penipuan. “Sampai saat ini ada delapan biro yang sama sekali tidak memiliki izin penyelenggara ibadah haji khusus. Dan ini betul-betul ilegal,” katanya.

Pemerintah Indonesia pun berkoordinasi dengan pemerintah Filipina yang sama-sama sudah sepakat bahwa kejadian ini merupakan kasus kriminal. “Ini sudah dilakukan sindikat yang terorganisir begitu rapi,” kata Menag Lukman.

Penyelenggaraan haji memang tidak mudah karena melibatkan jutaan calon jemaah dalam daftar tunggu. Dana yang dikelola juga sangat besar sehingga harus dikelola dengan baik dan benar oleh pihak Kemenag. Gagasan untuk memisah tugas sebagai regulator dan sekaligus operator agaknya perlu dipertimbangkan. Sebab hal paling utama, tentu menjamin agar umat Islam di negeri ini yang sudah mampu dan berniat haji, bisa nyaman dan khusyu dalam menjalankan Rukun Islam kelima.

Baca juga artikel terkait HAJI atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Mahbub Junaidi & Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho