Menuju konten utama

Aftech: Perusahaan Fintech Harus Seleksi Ketat Calon Peminjam Uang

“Kita harus akurat untuk bisa menelusuri kredit yang berkualitas," kata Chandra.

Aftech: Perusahaan Fintech Harus Seleksi Ketat Calon Peminjam Uang
Ilustrasi fintech lending. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menyebutkan perusahaan fintech peer-to-peer lending harus memperhatikan betul kualitas kredit untuk nasabahnya. Aftech menilai, debitur yang patuh dinilai dapat meminimalisir terjadinya kasus penagihan utang yang tidak beretika.

Belum lama ini, masyarakat dikagetkan dengan penagihan utang ke nasabah oleh salah satu perusahaan fintech bernama RupiahPlus. Adapun perusahaan itu disebutkan sampai meneror data pribadi dan menghubungi orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan peminjaman utang nasabah.

“Kita harus akurat untuk bisa menelusuri kredit yang berkualitas. Artinya debitur-debitur mana saja yang dinilai layak memperoleh kredit, bukan debitur yang kabur atau yang tidak beritikad baik,” kata Legal Coordinator Fintech Lending Division Aftech, Chandra Kusuma saat ditemui di Mal Taman Anggrek, Jakarta pada Jumat (13/7/2018).

Menurut Chandra, perusahaan fintech harus bisa mengedepankan penilaian kredit yang bertanggungjawab. Proses penilaiannya pun harus kuat, sehingga perusahaan fintech tak sekadar langsung mencairkan kredit dan menemui masalah di kemudian hari.

Setelah memiliki proses penilaian kredit yang kuat, barulah perusahaan fintech tersebut berfokus pada prosedur operasional standar (Standard Operational Procedure/SOP) dalam penagihan. Chandra tidak menampik adanya kelalaian dalam mengawasi SOP penagihan RupiahPlus sehingga sampai terjadi peristiwa tersebut.

Menurut Chandra, pengawasan pada SOP harus dilakukan secara ketat. Selain itu, setiap pelanggaran terhadap SOP harus ditindak secara tegas.

“Namun penagihan sebaik apapun apabila kualitas kreditnya memang jelek, maka tidak akan memberikan kontribusi yang signifikan. Perusahaan fintech jangan langsung main cair-cair saja,” ungkap Chandra.

Lebih lanjut, Chandra menekankan bahwa analisis kredit merupakan komponen terpenting dari setiap perusahaan fintech peer-to-peer lending. Untuk itu, Chandra menyarankan untuk menyeleksi permohonan pinjaman sehingga hanya melayani yang berkualitas, Chandra berharap perusahaan fintech pun memiliki skema manajemen risiko yang baik pula.

“Sebentar lagi akan terbit peraturan internal dari asosiasi. Ini untuk memberikan batasan aturan main secara minimal. Kalau ternyata di aturan ada yang mengatur secara maksimal, itu lebih bagus,” ucap Chandra lagi.

Sementara itu, Direktur Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi pun mengimbau agar data yang diperoleh perusahaan fintech untuk analisis kelayakan pemberian pinjaman tak disalahgunakan. Menurut Hendrikus, data tersebut berbeda dengan data referensi yang memang secara sadar diberikan oleh nasabah sebagai penjamin.

“Jadi tolong dibedakan antara data pribadi digital yang harus dimusnahkan setelah proses pemberian pinjaman dilakukan dan data referensi yang memang bisa dihubungi ketika melakukan penagihan,” jelas Hendrikus.

Baca juga artikel terkait FINTECH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto