tirto.id - Sidang keempat atas perkara dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017) masih berlangsung. Sejumlah saksi masih diperiksa di dalam Aula Gedung Kementerian Pertanian, Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan. Hingga siang, belum ada tanda-tanda pria yang akrab disapa Ahok itu keluar dari gedung auditorium persidangan.
Selama proses persidangan berlangsung, masing-masing kubu, pro Ahok dan kontra Ahok beradu suara dengan pengeras suara.
Dari kubu pro-Ahok, mereka lebih berfokus pada memutar lagu-lagu Indonesia. Salah satu lagu yang diputar adalah lagu "Virus" yang dipopulerkan Slank. Sementara itu, dari kubu kontra-Ahok, orasi-orasi terus didengungkan dari mobil komando.
Salah satu massa kontra Ahok, Ghofur (42) menilai pemutaran lagu-lagu seperti lagu Slank bukanlah sesuatu yang wajar. Hal itu dinilai bukan lah kegiatan demonstrasi.
"Tidak tepat aja. Ini bukan waktu kampanye," tutur Ghofur singkat kepada Tirto.ID
Pria yang tinggal di Meruyung ini menuturkan, kegiatan demonstrasi seharusnya diisi oleh suara-suara aspirasi, bukan lagu-lagu. Suara-suara orasi tersebut akan didengarkan masyarakat sehingga hal itu lebih bermanfaat bagi mereka yang mendengarkan. Ia justru melihat kegiatan yang dilakukan oleh massa pendukung Ahok seperti kegiatan kampanye.
Pendapat berbeda muncul dari pendukung Ahok. Deby (42), salah satu relawan Ahok menilai pemutaran lagu jauh lebih baik daripada orasi. Musik itu dinilai mampu membangkitkan semangat pendukung Ahok yang menunggu dari tadi pagi.
"Musik-musik yang didengungkan tadi perjuangannya jadi untuk membakar semangat pendukung pak Ahok," ujar Deby kepada Tirto.ID di depan gedung Aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Deby menuturkan, musik tidak hanya membakar semangat dirinya untuk tetap mendukung Ahok. Ia mengaku jadi lebih erat dengan para pendukung Ahok lainnya. Ia sempat berkenalan dengan para relawan lain selama musik berkumandang. Menurut Deby, musik jauh lebih menampung dan mempersatukan semua elemen di masyarakat.
Perempuan yang tinggal di Karang Tengah, Lebak Bulus ini tidak mempermasalahkan orasi-orasi tetangga yang lebih berfokus pada selawat. Ia menilai bunyi selawat dan orasi merupakan sarana mereka untuk beraspirasi. Menurut Deby, hal itu wajar selama mereka tidak mengintimidasi atau mendesak dengan hasil sesuatu.
"Yang penting suka cita aja," kata Deby.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH