tirto.id - PT Adhi Karya Tbk telah mendapat persetujuan dari pemegang saham untuk melakukan spin-off atau pemisahan Departemen Transit Oriented Development (TOD) dan hotel. Persetujuan itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kedua yang berlangsung pada Jumat (4/5/2018).
Spin-off tersebut dilakukan sebagai bagian dari restrukturisasi internal perseroan. Hasil spin-off itu akan menjadi lini bisnis baru di bawah pengelolaan PT Adhi Commuter Property (ACP).
Direktur Keuangan Adhi Karya Entus Asnawi menjelaskan, dalam aksi spin-off ini, perusahaannya akan memakai angka buku pada Desember 2017.
“Kurang lebih nilainya Rp1,9 triliun,” kata Entus dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta pada Jumat sore (4/5/2018).
Entus menambahkan suntikan dana sebesar Rp1,9 triliun tersebut tidak akan berupa aset, melainkan tanah persediaan. Menurut dia, tanah-tanah tersebut memang sengaja dibeli untuk membangun TOD dan hotel. Sementara tanah yang atas namanya sebagai investasi Adhi Karya tidak akan diikutsertakan ke dalam spin-off.
“Secara keseluruhan, modal spin-off ini aset tidak dalam bentuk uang. Manajemen Adhi Karya akan menambahkan (modal) apabila memang ekuitas untuk pengembangan ini dibutuhkan,” ujar Entus.
Entus juga memastikan tidak adanya pengalihan status kepegawaian dari pegawai tetap departemen TOD dan hotel karena pelaksanaan spin-off tersebut.
Potensi bisnis yang akan digarap oleh anak usaha hasil spin-off tersebut ialah sentra-sentra ekonomi baru di sepanjang trayek kereta ringan (LRT/Light Rail Transit) Jabodebek. Menurut Entus, kawasan tersebut memang berpotensi menjadi ceruk untuk mengembangkan TOD dan hotel.
“Kami punya [proyek TOD di] 18 stasiun dan baru kita kembangkan untuk empat lokasi, yakni di Sentul, Ciracas, Bekasi Timur, dan Jaticempaka. Kalau dikapitalisasi dari angka Rp1,9 triliun itu bisa mencapai Rp55 triliun,” kata Entus.
Setelah spin-off, dalam waktu paling lambat setahun usai menerima persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Adhi Commuter Property akan menggunakan nilai buku yang ada untuk melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO).
Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 52 Tahun 2017 tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilan Usaha.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom