Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Adab Bepergian dalam Islam, Jenis dan Manfaat saat Melakukan Safar

Adab bepergian, adab bepergian dalam Islam, macam-macam safar, dan manfaat bepergian menurut Islam.

Adab Bepergian dalam Islam, Jenis dan Manfaat saat Melakukan Safar
Ilustrasi Travelling. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Bepergian atau melakukan perjalanan merupakan gaya hidup yang disukai kebanyakan orang.

Saat seseorang keluar dari satu tempat ke tempat lainnya, maka ini disebut dengan bepergian.

Dalam agama Islam, ada adab-adab yang perlu diperhatikan ketika bepergian. Adab bisa diartikan dengan tata krama atau sopan santun.

Definisi Bepergian menurut Islam

Perjalanan dalam bahasa Arab disebut “rihlah” atau “safar”. Safar artinya tampak atau terlihat.

Menurut Al-Jami’ li akhlaq al-rawi wa adab al-sami’ (1793), sifat-sifat seseorang akan terlihat saat ia sedang bepergian atau melakukan perjalanan.

Dikutip dari Buku Akhlak Keagamaan Kelas XII oleh Rofa’ah (2016), secara istilah, perjalanan merupakan aktifitas seseorang saat keluar atau meninggalkan rumah.

Bepergian bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan berbagai sarana transportasi untuk mengantarkan seseorang sampai pada tempat yang dituju.

Macam-macam Safar

Ada beberapa safar dalam Islam, berikut penjelasannya:

1. Safar Haram.

Safar haram adalah safar untuk melakukan dosa dan maksiat. Safar ini dilarang oleh Allah SWT dan Rasulnya. Contoh dari safar ini yaitu bepergian untuk berzina, minum khamar, mencuri dan lainnya.

2. Safar Wajib

Safar wajib adalah safar untuk memenuhi syariat bagi umat islam. Safar macam ini seperti haji dan jihad di jalan Allah.

3. Safar Sunah

Safar sunah adalah safar yang dianjurkan sehingga pelakunya mendapatkan pahala. Contoh dari safar ini adalah umrah.

4. Safar Mubah

Safar mubah adalah safar yang dibolehkan dan cenderung dianjurkan namun tidak janji pahala terhadapnya. Contoh safar ini adalah berdagang.

5. Safar Makruh

Safar makruh adalah safar yang tidak diajurkan, bila ditinggalkan mendapatkan pahala namun jika dilakukan tidak mendapat dosa. Contoh dari safar ini adalah bepergian sendirian di malam hari.

Syarat Bepergian menjadi Safar

Dikutip dari halal MUI, para ulama memiliki pendapat berbeda terkait jarak perjalanan yang dianggap sebagai safar.

Imam ash-Shan’ani menyebutkan, ada sekitar dua puluh pendapat dalam masalah ini sebagaimana dihikayatkan oleh Ibnul Mundzir (Subulus Salam, 3/109).

Pentingnya mengetahui ketentuan tentang batasan jarak safar itu berkenaan dengan ketentuan fiqih serta syarat diperbolehkannya mengerjakan salat fardhu dengan mengqasar shalat (keringanan mengerjakan sholat yang empat rakaat menjadi hanya dua rakaat).

Sabda Rasulullah SAW:

“Beliau berdua (Ibnu Umar dan Ibnu Abbas) shalat dua rakaat (qashar) dan tidak berpuasa dalam perjalanan empat barid atau lebih dari itu.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih, dan al-Bukhari dalam Shahih-nya secara mu’allaq).

Dalam perhitungan, 4 barid sama dengan 16 farsakh atau 48 mil. Di Indonesia setara dengan 85 km, dan ini termasuk dalam safar.

Adab Bepergian

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Kelas X(2006) oleh Bachrul Ilmy, hal yang perlu diperhatikan ketika bepergian yaitu sebagai berikut:

1. Persiapan

Ketika hendak bepergian, sebelumnya harus memantapkan niat, kemudian sholat dua rakaat dengan niat sholat safar (bepergian).

2. Perjalanan

Dalam perjalanan, terutama yang melakukan perjalanan dengan jalan kaki, biasanya menemui hal yang mengganggu pikiran dan dapat mengubah niat untuk bepergian.

Rasulullah saw bersabda "Perjalanan adalah sebagian dari siksaan."

3. Sampai di tempat tujuan

Ketika sampai di tempat tujuan, hendaklah bersyukur dengan mengucapkan hamdalah dan membaca doa.

Manfaat Bepergian

Ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan seseorang saat sedang melakukan bepergian, yakni:

1. Menghilangkan kesusahan dan kesumpekan

Seseorang bisa saja datang ke suatu daerah, dengan beban yang dibawa dari asal daerahnya.

Segala resah mungkin bisa hilang dengan melihat keadaan atau datang ke tempat lain yang lebih indah, lebih dinamis, atau adanya kelebihan-kelebihan yang tidak bisa didapat di tempat asal.

Maka keceriaan dalam lelahnya bepergian, bisa terbayar dengan rasa terhibur di tempat baru.

Demikian pula seorang akan merasakan jemu dan bosan jika ia hanya terus-menerus berada di satu tempat, seperti halnya kalau ia hanya memakan satu jenis makanan saja, tanpa ada variasi (menu).

Namun kalau ia pindah tempat dan menyibukkan diri dengan suasana yang baru, mungkin rasa penat bisa segera hilang.

Sehingga safar atau bepergian bisa juga disebut sebagai bentuk refreshing, penyegaran suasana dan menghilangkan kesumpekan.

2. Mendapatkan penghidupan

Kadang kala, karena berbagai faktor, kampung halaman tidak menyediakan lebih banyak peluang untuk mencari nafkah, penghidupan untuk keluarga, atau tempat pendidikan yang lebih layak.

Maka merantau pun menjadi pilihan, sebagaimana kita lihat saat ini banyak warga masyarakat pergi ke kota yang konon menjanjikan lapangan kerja lebih luas.

Meski tak harus ke kota, namun ketika seseorang merantau, mungkin ia akan berusaha untuk menjalani keadaan secara mandiri, sehingga lebih memacu dirinya untuk menggali potensi dan kemampuan diri untuk mempertahankan hidupnya.

3. Bertambah ilmu dan amal

Setiap daerah punya kelebihan atau keistimewaan ilmu dan hikmah yang tak bisa didapat di kampung halaman sendiri.

Maka safar adalah satu sarana mencari ilmu, mendapatkan sebanyak mungkin keteladanan, agar batin bisa menjadi semakin terisi dengan kebijaksanaan, baik dalam wawasan maupun bersikap.

Dengan safar juga bisa menjadi sarana untuk menambah amal dengan dakwah. Dan Itulah yang telah dilakukan para da’i dan pejuang dakwah pendahulu kita, bahkan juga sejak zaman para Nabi.

4. Mendapatkan pelajaran tata krama

Setiap daerah juga punya kulturnya masing-masing. Hal ini akan menyadarkan seseorang yang merantau bahwa hidup bersama dalam keragaman memerlukan proses belajar hidup yang terus menerus.

Belajar toleransi, menghargai orang lain, saling membantu, adalah tata krama yang bisa didapat jika seseorang sudah merantau dan mengenali realitas daerah perantauannya.

5. Bertambahnya teman atau kerabat

Di tempat baru, menjalin relasi-relasi baru yang baik akan sangat menguntungkan, baik dalam perjalanan karier maupun proses mencari ilmu.

Dari relasi dan pertemanan bisa didapat kebaikan-kebaikan yang tak terduga. Ketika pulang, hal itu bisa dimanfaatkan untuk kembali turut membangun kampung halaman serta memberdayakan masyarakat bersama.

Baca juga artikel terkait MUSAFIR atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno