tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menyatakan ada tiga hal yang membuat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bisa diberhentikan dari jabatannya. Hal itu tertuang dalam UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
"Ketiga hal tersebut adalah meninggal dunia atau berhalangan tetap, telah divonis hukum yang memiliki kekuatan tetap dan mengikat, serta telah diberhentikan dari partai," kata Taufik Kurniawan pada diskusi "Posisi Ketua DPR: antara Politik dan Hukum" di Jakarta, Jumat (8/12/2017).
Mendengar pernyataan itu, sejumlah awak media yang hadir dalam diskusi segera berteriak bahwa Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bisa diberhentikan dari pimpinan DPR karena tidak lagi menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Taufik pun segera meralat ucapannya, ia menyatakan bahwa diskusi ini hanya fokus pada posisi Ketua DPR RI Setya Novanto dan fokus membicarakan persoalan hukum yang dihadapi Novanto.
"Diskusi hari ini fokus membicarakan Setya Novanto, bukan membicarakan yang lainnya," katanya.
Saat ditanya soal pimpinan DPR yang diberhentikan atau dilakukan pergantian oleh partai politiknya, Taufik mengatakan bahwa hal itu adalah kewenangan dari partai.
Taufik mencontohkan, pada periode 2009-2014 ada pimpinan DPR RI yang diganti posisinya yakni Annis Matta dari Fraksi PKS. Anis Matta yang terpilih menjadi Presiden PKS kemudian mundur dari jabatan wakil ketua DPR RI dan digantikan oleh koleganya Sohibul Iman.
"Namun, pada periode 2014-2019, pergantian pimpinan DPR RI lebih dinamis," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Jakarta, Heri Budianto menambahkan, dinamika pimpinan DPR RI pada periode 2014-2019 lebih dinamis daripada periode sebelumnya.
Hal itu, kata dia, bisa dilihat dari kasus Setya Novanto yang pernah mundur dari jabatannya sebagai ketua DPR RI sebelum dimundurkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tapi kemudian dapat kembali lagi menjadi ketua DPR RI.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto