Menuju konten utama

Ada 90 Titik Panas di Indonesia dalam 24 Jam Terakhir

Dari pantauan satelit 24 jam terakhir, setidaknya ada 90 titik panas yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.

Ada 90 Titik Panas di Indonesia dalam 24 Jam Terakhir
Ilustrasi. Helikopter Bolcow milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan pemadaman kebakaran lahan dari udara ''water boombing'' di Desa Pematang Kijang, Jejawi, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Rabu (16/8). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

tirto.id - Berdasarkan pantauan titik panas (hotspot) dalam 24 jam terakhir dari satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN hari ini Rabu (21/2/2018) pukul 07:23 WIB terdapat 90 hotspot di Indonesia dengan kategori sedang sebanyak 30-79% dan kategori tinggi >=80%.

Untuk kategori sedang ada 78 hotspot yaitu Papua Barat sebanyak 2, Kalimantan Barat 23, Kepulauan Riau 4, Kalimantan Tengah 12, Jawa Barat 14, Jawa Timur 2, Jawa Tengah 3, Papua 4, Maluku 2, Kep. Bangka Belitung 1, Riau 9, Maluku Utara 1 dan Sumatera Selatan 1.

Sedangkan kategori tinggi yaitu benar-benar sedang terbakar ada 12 hotspot yang tersebar di Kalimantan Barat 5, Kepulauan Riau 2, Kalimantan Tengah 3, Kepulauan Bangka, Belitung 1 dan Riau 1.

Sementara itu, untuk mengantisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 4 provinsi telah menetapkan status siaga darurat yakni:

  • Sumatera Selatan: 1 Februari 2018 hingga 30 Oktober 2018
  • Riau: 19 Februari 2018 hingga 31 Mei 2018
  • Kalimantan Barat: 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2018
  • Kalimantan Tengah: 20 Februari 2018 hingga 21 mei 2018
Ancaman karhutla terus meningkat karena disebabkan oleh keringnya cuaca di beberapa wilayah, apalagi daerah-daerah yang berada di sekitar garis khatulistiwa saat ini sedang memasuki musim kemarau periode pertama seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah yang memiliki pola hujan ekuatorial.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, antara pertengahan Januari hingga Maret kemarau pertama, kemudian Maret-Mei masuk musim penghujan, dan selanjutnya Juni-September kemarau kedua yang lebih kering. Karhutla umumnya meningkat pada periode kedua musim kemarau ini.

"Ini sesuai pola hujan ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks," kata Sutopo dalam rilis yang diterima Tirto Rabu (21/2) siang.

Dalam seminggu terakhir, hotspot di Kalimantan Barat banyak ditemukan, bahkan Kota Pontianak terselimuti asap.

Untuk mengatasi karhutla, maka dilakukan operasi darat, operasi udara, operasi penegakan hukum, operasi patroli dan sosialisasi, operasi pelayanan kesehatan dan berbagai upaya lain.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo