tirto.id - Berharap prestasi pada Hendra Setiawan dan kawan-kawan pada Olimpiade Rio de Janeiro memang hal wajar. Namun, bukan berarti berhajat pada cabor-cabor lain itu sesuatu hal di luar nalar. Siapa tahu berkat enam cabor lain di luar bulutangkis, lagu kebangsaan Indonesia Raya bisa menggaung keras di Brazil sana. Ya siapa tau.
Total 28 atlet telah diberangkatkan ke Brazil untuk berpartisipasi di Olimpiade. Andai mereka gagal dan hanya numpang mampir sekalipun, kepergian mereka harus tetap diapresiasi. Bagaimanapun perjuangan di fase kualifikasi tidaklah mudah. Selain bulutangkis, cabor yang punya kans besar mendapat medali adalah panahan dan angkat besi.
Menakar sejauh Panahan Bisa Melesat
Panahan punya sejarah bagus di Olimpiade. Mereka jadi cabor pertama yang mempersembahkan medali, tepatnya medali perak di Olimpiade Seoul 1988 silam. Tapi itu dulu. Lain dulu lain sekarang. Meski selalu lolos ke final Olimpiade, Panahan tak kunjung lagi berprestasi. Nihil medali.
Namun, banyak yang menggadang-gadang tahun ini mereka akan pecah telur. Indonesia mengirimkan empat pemanah yakni, Muhammad Hanif, Hendra Wijaya, Riau Ega Agata Salsabila, dan Ika Yuliana Rochmawati. Dua nama yang terakhir di sebut adalah dua sosok yang diprediksi memberikan prestasi itu, keduanya akan turun dalam nomor perseorangan. Ega dan Ika sudah memastikan lolos ke Olimpiade sejak 2015 silam.
Bagi Ega, dia akan turun dalam nomor beregu putra bersama Hendra dan Hanif. Turunnya Indonesia pada nomor beregu putra disebabkan mereka berhasil menjuarai Kejuaraan Dunia Panahan yang berlangsung di Antalya Archery Club Field, Turki, Juni lalu.
Secara prestasi di ajang multi event tim putra ini belum menunjukkan hal optimal. Pada kancah Sea Games 2015, mereka masih ada di bawah bayang-bayang tim Malaysia dan hanya dapat medali perak.
Peningkatan prestasi memang mereka lakukan d iantaranya dengan meraih medali perunggu Kejuaraan Dunia 2015 Shanghai dan Emas di Kejuaraan Dunia Turki, Juni lalu. Hal ini yang membuat posisi Indonesia sedikit lebih diunggulkan ketimbang Malaysia.
Di Brazil, tim Putra Indonesia jadi unggulan ke delapan dari total keseluruhan 12 negara kontestan. Di bawah Indonesia ada Brazil, Malaysia, Australia dan Perancis. Gap Indonesia dengan tim-tim di atas amatlah cukup jauh. Di atas Indonesia ada Spanyol yang duduk di peringkat 9 dunia, sedang Indonesia ada di posisi 14. Hal realistis jika di tim putra prestasi paling mentok adalah perdelapan final.
Wajar jika Sekjen Pengurus Besar Persatuan Panahan Indonesia (PB Perpani) Alman Hudri mengakui nomor beregu putra tidak begitu dijadikan andalan. "Dari empat nomor yang dipertandingkan, Indonesia mengirimkan tiga nomor. Hanya beregu putri saja yang tidak lolos. Nomor perorangan tetap menjadi andalan kita untuk meraih medali," katanya kepada Antara.Tapi Alman pun enggan meruntuhkan mental tim putra sebelum bertanding. "Semuanya memang punya peluang. Makanya kesempatan yang ada harus dimaksimalkan meski lawan-lawan yang akan dihadapi juga memiliki peluang yang sama," kata Alman.
Di tim perorangan putra, kita bertumpu pada Riau Ega Salsabila. Ini adalah kali pertama Ega tampil di Olimpiade. Dari 64 peserta dia ada di unggulan ke-26. Mesti cukup jauh, bukan berarti Ega tak bisa berprestasi. Berbeda dengan di nomor kelompok, tak peduli status unggulan atau tidak, semua atlet bisa berprestasi. Buktinya pada Olimpiade London 2012, Takaharu Furukawa yang ada di unggulan 45 bisa meraih medali perak.
Sedangkan pada nomor putri beban ada di pundak, Ika Yuliana Rochmawati. Berbeda dengan Ega, Ika sebelumnya juga tampil di Olimpiade London 2012 dan Olimpiade Beijing 2008. Prestasi peningkatan Ika lakukan dari tahun ke tahun.
Jika di Beijing dia tersingkir di babak 64 besar, di London Ika berhasil masuk babak 16 besar. Di London dia dipuji karena berhasil mendepak pemanah tuan rumah, Amy Oliver dengan skor telak 7-1. Dia terlempar dari turnamen dengan kepala tegak, kalah tipis 5-6 dari peringkat 5 dunia asal Rusia ,Krenia Resova.
Pada Olimpiade, Ika diprediksi akan lolos sampai delapan besar atau semifinal jika dia bisa tampil konsisten, dan semoga saja dalam drawing dia tak menjumpai dua pemanah Korea Selatan, Choi Mi-sun dan Ki Bo-Bae. Dalam beberapa kejuaraan Ika berhasil tampil baik. Srikandi dari Bojonegoro itu pernah mengalahkan pemanah terbaik di dunia, Ki Bo-Bae dari Korea Selatan dan Aida Roman dari Meksiko. Patut ditunggu apakah keberuntungan Ika akan datang di Rio nanti.
Ayo Teruskan Tradisi Medali, Angkat Besi!
Pada awal dekade 2000-an, cabor angkat besi mulai menunjukan taji. Tradisi medali di Olimpiade pun mulai rutin mereka berikan pada negeri ini. Dalam empat Olimpiade terakhir, hanya angkat besi yang rutin menyetor itu. Bahkan mereka mengalahkan bulutangkis yang absen memberi prestasi pada Olimpiade 2012 London lalu. Selama 16 tahun terakhir total tiga perak dan lima perunggu mereka berikan.
Kans besar rentetan prestasi itu akan kembali terulang. Tahun ini, Indonesia mengirimkan tujuh atlet, lima putra dan dua putri. Eko Yuli dan Muhammad Hasbi akan turun di kelas 62 kg, Triyatno dan I Ketut Ariana tampil di kelas 69 kg dan Deni akan tampil di kelas 77 kg. Sedangkan lifter putri, Sri Wahyuni Agustiani akan tampil di kelas 48 kg dan Dewi Safitri kelas 53 kg.
Eko Yuli dan Triyatno masih menjadi andalan untuk meraih medali. Eko memberikan medali perunggu, sedang Triyatno medali perak pada Olimpiade 2012 lalu.
Di kelas 62 kg, Eko kini ada duduk di peringkat lima dunia, dengan total angkatan snatch 143 kg dan clean and jerk yang mencapai 162 kg. Jika ingin dapat medali lagi, Eko harus memperbaiki angkatan clean and jerk-nya. Meski ada di posisi lima besar, gap total angkatan Eko dengan peringkat empat amat cukup jauh, berselisih 11 kg.
Hal menarik adalah mencermati perombakan di kelas 69 kg dan 77 kg. Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABBSI) melakukan perombakan di detik-detik akhir. Pada mulanya yang akan turun di nomor 77 kg adalah Triyatno. Sebabnya, Triyatno sempat cedera panjang dan absen lama. Posisinya digeser oleh I Ketut Ariana dan Deni yang tampil bagus.
Entah kenapa, PABBSI kembali menurunkan Triyatno ke nomor 69 kg. Triyatno dikabarkan mengancam ketimbang turun di kelas 77 kg dia memilih lebih baik mundur dari pelatnas. Prestasi nyata yang telah diberikannya membuat PABBSI melunak.
Alhasil PABBSI harus memilih lifter mana yang mesti dikorbankan, I Ketut Ariana atau Deni. Pasalnya pada setiap nomor tiap negara hanya bisa mengirim dua wakil.
Pada mulanya pelatih dan manajer tim memproyeksikan I Ketut Ariana. Namun hari Senin kemarin malah Deni lah yang akan diturunkan di nomor 77 kg. Sedang I Ketut tetap dipertahankan di kelas 69 kg bersama Triyatno.
“Ini merupakan putusan pelatih dan saya setelah melihat perkembangan ketiga lifter yang sebelumnya dipersiapkan untuk kelas 77 kg. Deni dipilih turun di kelas 77 kg karena dia yang paling mengalami kemajuan power angkatannya. Berat badannya pun juga naik dari sebelumnya 70 kg ke 71 kg," kata Alamsyah Wijaya, Manajer tim dikutip dari Pikiran Rakyat.
Jika merujuk dari rangking Federasi Angkatbesi Dunia (IWF), Ketut memang lebih baik ketimbang Deni. Dia ada duduk di posisi 17, sedang Deni di rangking 24. Angkatan snatch Ketut 146 kg dan clean and jerk mencapai 175 kg, total angkatannya 321 kg, berselisih 11 kg dengan Deni.
PABBSI ingin memberi kesempatan pada Ketut karena capaian Deni pada Olimpiade 2012 lalu tidak begitu memuaskan. Turun bersama Triyatno, lifter asal Bekasi ini hanya bisa mencapai rangking ke-12 dari 24 atlet dengan angkatan total 311 kg, snatch 140 kg dan clean and jerk 171 kg
Dengan memaksakan Deni turun di 77 kg membuat kita jangan berharap banyak padanya. Karena bru kali inilah Deni akan turun di kelas 77 kg pada kejuaraan internasional.
Dikutip dari Pikiran Rakyat, sebelumnya dia hanya bertanding di nomor itu pada level lokal seperti di Porda Jawa Barat. Saat Porda Jabar di Bekasi dua tahun lalu, dia bisa angkatan snatch 145 kg dan angkatan clean and jerk 170 kg dengan mencapai total angkatan 315 kg.
Agar bisa mendapat medali perunggu, Deni harus menaikan total angkatannya menjadi 360 kg ke atas. Mungkinkah dia bisa? Rasanya sulit menaikan total angkatan hingga 50 kg dalam waktu singkat.
Jika berkaca pada data-data yang ada, sulit rasanya cabor-cabor non-bulutangkis bisa unjuk gigi di Rio nanti. Tapi beruntunglah, dalam dunia olahraga kisah dongeng tim kurcaci yang menganggetkan banyak orang dengan menjadi juara itu sudah lumrah adanya. Jadi, ayo buktikanlah Indonesia itu tak melulu soal bulutangkis saja!
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti