tirto.id -
"Ya jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif juga punya kewenangan. Apabila MK bersikeras untuk memutus ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting. Demikian," kata anggota Fraksi Gerindra Habiburrokhman di dalam konferensi pers pada Selasa (30/5/2023).
Selain mengancam dengan evaluasi anggaran, Habiburrokhman menambahkan akan melakukan revisi Undang-undang MK. DPR akan mengurangi wewenang MK agar tidak bisa melakukan persidangan serupa sehingga tidak bisa melakukan revisi Pemilu di masa yang akan datang.
"Kalau perlu Undang-undang MK kita ubah. Kalau perlu wewenangnya kita cabut. Akan kita perbaiki supaya tidak terjadi lagi," ujarnya.
Selain itu, Ketua Fraksi Partai Golkar, Kahar Muzakir mengungkapkan bahwa bakal caleg yang sudah mempersiapkan proses Pemilu 2024 menjadi pihak yang paling dirugikan bila putusan MK mengubah sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup.
Kahar menegaskan MK harus bertanggung jawab termasuk terkait biaya modal yang sudah dikeluarkan bacaleg dari pengurusan SKCK hingga sosialisasi kepada masyarakat.
"Maka kita [dorong] supaya sistemnya tetap terbuka. Kalau mereka memaksakan mungkin akan meminta ganti rugi. Bayangkan mereka meminta ganti rugi Rp300 ribu dan berbondong-bondong datang ke MK. Agak gawat juga MK itu," jelasnya.
Ketua Fraksi Partai Nasdem Robert Rouw juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan mengawasi sidang MK. Dirinya menyebut Jokowi ikut bertanggung jawab bilamana sistem Pemilu diubah oleh MK dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
"Maka kami minta kepada Presiden harus juga bersuara sebagai kepala negara. Karena ini adalah suara rakyat," ungkapnya.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono memastikan persidangan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait sistem Pemilu belum memasuki pembacaan putusan.
"Berdasarkan sidang terakhir tempo hari, tanggal 31 Mei baru penyerahan kesimpulan para Pihak. Setelah itu, perkara dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim," kata Fajar kepada Tirto, Senin (29/5/2023).
Fajar pun menilai pembacaan putusan baru bisa diucapkan ketika putusan siap dan dibacakan saat sidang dengan agenda putusan. Ia mengatakan belum ada pembahasan antar hakim konstitusi sehingga belum ada sebuah putusan terkait perkara ini.
Fajar mengaku internal MK akan membahas kebocoran informasi putusan MK soal sistem pemilu seperti yang diklaim pakar hukum tata negara Denny Indrayana. Pembahasan ini sebagai tindak lanjut arahan yang Menkopolhukam Mahfud MD yang meminta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan atas bocornya putusan MK terkait sistem pemilu.
"Kami akan bahas dulu secara internal," kata Fajar.
Sebelumnya, ahli hukum tata negara Denny Indrayana mengklaim mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutus sistem pemilu berjalan proporsional tertutup. Ia pun sampai mengatakan bahwa putusan hakim akan dissenting (berbeda).
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny Indrayana dalam cuitan di akun twitter miliknya, Minggu (29/5/2023).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri