tirto.id - Pemerintah Kota Jakarta Utara telah melakukan penertiban di kawasan yang rencananya akan digunakan sebagai lahan untuk Taman Bersih, Manusiawi, dan Berwibawa (BMW). Adapun penertiban dilakukan terhadap sekitar 300 gubuk yang selama ini menjadi tempat tinggal bagi warga yang mayoritas bekerja sebagai pemulung.
"Mereka yg ada di tempat ini sudah diperingatkan dan disosialisasikan. Di sini bangunannya nggak ada yang permanen. Mereka hanya bekerja saja di sini," kata Walikota Jakarta Utara Husein Murad di lokasi penertiban, Selasa (1/8/2017) pagi
Berdasarkan pantauan Tirto di lapangan, warga memang tidak melakukan perlawanan terhadap aparat saat penertiban berlangsung
"Hari ini selesai. Seluruh orang dan barang keluar dari lokasi. Pagar diperbaiki, plang kita pasang sehingga nggak akan dibangun (gubuk-gubuk) lagi," ujar Husein.
Sementara itu, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Yani Wahyu Purwoko mengatakan penertiban yang melibatkan sekitar 500 personel Satpol PP itu fokus pada pembersihan sampah yang selama ini menumpuk. Menurut Yani, keberadaan sampah tersebut yang menjadi faktor munculnya sejumlah bedeng yang kemudian ditinggali.
"Insyaallah, kalau sampahnya sudah tidak ada, otomatis mereka (warga yang mengalami penertiban) juga tidak ada. Karena ada pembuangan sampah secara ilegal, tentu ini yang dikeluhkan masyarakat sekitar. Satu, karena asap. Lalu karena bau juga," kata Yani.
Menurut informasi yang dihimpun Tirto, tumpukan sampah yang menggunung itu akan dibawa ke TPA Bantar Gebang, Bekasi.
Adapun kritik terhadap upaya penertiban dilontarkan oleh anggota Yayasan Darul Hidayah bernama Mansur. Menurut Mansur, langkah yang dilakukan pemerintah dengan menertibkan lahan tanpa merelokasi patut dipertanyakan.
"Habis Rp70 juta lebih pas bangun ke sini, tapi nggak ada relokasi?" ungkap Mansur di lokasi penertiban.
"Kepada Pemprov (DKI Jakarta), supaya memperjelas keberadaan lahan ini. Ada klaim, tanah ini milik Pemprov, tapi sebenarnya ini tanah siapa? Kami pun haknya sama (terhadap tanah)," tambah Mansur.
Lebih lanjut, Mansur yang telah tinggal di kawasan tersebut selama 10 tahun terakhir mengklaim tanah yang digunakan untuk membangun Taman BMW merupakan milik Yayasan Darul Hidayah.
"Bukan milik PT Buana, karena (mereka) tidak punya hak kepemilikan tanah. Sementara kalau Yayasan Darul Hidayah, ada ketetapan hukumnya," ucap pria asal Tasikmalaya tersebut.
Saat disinggung mengenai jumlah kepala keluarga yang membangun gubuk-gubuk, Mansur tidak memastikan. Kendati demikian, Mansur sempat menyebutkan bahwa ia membawahi sebanyak 11 kepala keluarga.
Masih dalam kesempatan yang sama, seorang warga bernama Neneng memang membenarkan bahwa betul ada koordinator masing-masing wilayah yang membawahi setiap keluarga. Menurut Neneng, koordinator wilayah itulah yang menjamin keamanan sejumlah warga yang tinggal selama ini.
“Ada bosnya per lapak. Misal lapak orang Madura sendiri. Selain itu, ada juga (kelompok) yang isinya orang-orang dari Jawa Tengah maupun Jawa Barat sendiri,” ungkap Neneng.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari