tirto.id - Penertiban gubuk milik warga yang mayoritas bekerja sebagai pemulung di Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara telah dilakukan pada Selasa (1/8/2017) pagi. Seusai apel, yang dipimpin langsung oleh Walikota Jakarta Utara Husein Murad, tim terpadu yang merupakan gabungan dari TNI, Brimob, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP langsung membongkar bangunan liar sejak pukul 07.00 WIB.
Menurut anggota Polres Jakarta Utara, Brigadir Mukti Wibowo, warga di lokasi tidak melakukan perlawanan saat penertiban dilakukan. “Mereka sudah tahu, karena (rencana penggusuran) ini sudah sejak lama,” ucap Mukti saat ditemui di tempat penertiban tadi pagi.
Seperti diungkapkan Mukti dalam imbauan yang disuarakannya dengan alat pengeras, di kawasan penertiban memang rencananya akan dibangun Taman Bersih, Manusiawi, dan Berwibawa (BMW).
“Dimohon para warga yang memiliki bangunan di Taman BMW, agar membongkar bangunannya sendiri. Sebelum tim terpadu dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membongkar bangunannya,” seperti itulah diucapkan Mukti berulang kali dari atas mobil petugas.
Senada dengan pernyataan anak buahnya, Kapolres Jakarta Utara Kombes Dwiyono membenarkan bahwa warga sudah diberi waktu untuk pindah dari area penertiban. Menurut Dwiyono, kegiatan untuk pembersihan telah dilakukan dalam kurun waktu dua minggu terakhir.
“Tadi malam kami sudah laksanakan giat cipta kondusif (salah satu rangkaian dalam upaya pembersihan) yang terakhir. Berakhir pukul 03.00 WIB. Setidaknya kami menemukan 89 senjata panjang, seperti gergaji, palu, serta senjata tajam seperti clurit dan parang. Ada juga molotov, yang mana tentu ini membahayakan,” jelas Dwiyono di lokasi.
Oleh karena sejumlah temuan itu, Dwiyono menyatakan barang-barang yang dinilai bisa menghalangi penertiban langsung diamankan. “Langsung disterilkan, dan ada 5 pintu yang telah disertai pengamanan. Sehingga orang tidak bisa keluar masuk lagi,” ucap Dwiyono.
Kendati menemukan sejumlah benda berbahaya, Dwiyono mengaku tidak bisa memastikan apakah alat-alat tersebut memang telah disiapkan warga untuk melakukan perlawanan, “Dalam setiap penertiban, kami tidak ingin underestimate. Tapi kita sisir satu per satu, kita lakukan penggeledahan,” kata Dwiyono.
“Seperti tadi malam, yang kita lakukan ada pendekatan yang persuasif, humanis, dan sifatnya mengimbau. Masyarakat di dalam diberi kesempatan untuk bisa keluar dan membersihkan barang-barang milik mereka. Kami pun ikut menawarkan dan mengangkut,” ungkap Dwiyono lagi.
Tanpa relokasi
Sementara itu, warga yang terkena penertiban mengaku tidak tahu hendak ke mana setelah ini. Salah satunya seperti diungkapkan Eny yang ditemui Tirto di lapangan. “Ya kita orang nggak punya, nggak tahu mau ke mana nanti malam. Barang aja belum ketimbang. Siapa pula yang mau nerima?” ucap Eny yang berasal dari Karawang.
Adapun Eny yang telah tinggal selama 10 tahun terakhir, mengaku tidak lagi kaget dengan adanya penertiban. Menurut Eny, tanda-tanda akan dilakukannya penertiban memang sudah terlihat sejak semalam.
“Tapi selama 10 tahun di sini, memang sudah berulang kali (terjadi penertiban). Digusur terus balik lagi. Sudah ada mungkin sebanyak 4 kali. Buat yang terakhir ini, katanya mau dilakuin sebelum Lebaran, terus katanya setelah Lebaran. Nah, baru sekarang ini terlaksana. Ini katanya juga yang terakhir,” tutur Eny.
Seperti halnya Eny, Neneng yang merupakan penduduk asli Tangerang juga mengalami nasib serupa. Kepada Tirto, Neneng yang tinggal bersama ketiga saudaranya mengaku tidak tahu akan ke mana setelah penertiban berlangsung. “Paling yang pulang saja ke Tangerang,” ucap Neneng.
Lebih lanjut, dari Neneng diketahui bahwa di kawasan tersebut ada koordinator masing-masing wilayah yang membawahi sekelompok warga. Biasanya mereka terbagi berdasarkan tempat asalnya.
“Ada bosnya per lapak. Misal lapak orang Madura sendiri. Selain itu, ada juga (kelompok) yang isinya orang-orang dari Jawa Tengah maupun Jawa Barat sendiri,” ungkap Neneng.
Saat disinggung terkait peran dari koordinator wilayah, baik Neneng maupun Eny terlihat enggan menjawab. Meski begitu, keduanya kompak mengaku tidak pernah dimintai iuran rutin terkait tempat tinggal mereka. “Nggak tahu juga deh si bos ada di mana. Mungkin lagi ngamanin barang-barangnya juga,” kata Neneng.
Masih dalam kesempatan yang sama, Walikota Jakarta Utara Husein Murad sendiri menegaskan tidak akan ada relokasi bagi warga yang terkena penertiban. “Tidak ada relokasi, karena mereka bukan tipikal yang perlu direlokasi. Kalaupun warga DKI Jakarta, mereka punya tempat tinggal,” ujar Husein kepada sejumlah awak media di lokasi.
“Yang di sini kan bangunan gubuk-gubuk sementara, jumlahnya ada sekitar 300. Nggak ada yang permanen. Lagipula ini sudah melalui sejumlah tahapan seperti sosialisasi. Jadi mereka hanya bekerja saja di sini. Hari ini yang terakhir kali untuk dilakukan pembersihan. Karena di tempat ini akan dibangun stadion,” tambah Husein.
Terkait rencana pembangunan Taman BMW yang meliputi fasilitas olahraga, Husein sendiri tidak membeberkan banyak hal. “Yang pasti segera. Tapi saya nggak berkompeten untuk menjawab kapan,” kata Husein lagi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari