Menuju konten utama

16 Besar Euro 2024: The Good, the Bad, and the Ugly

Sepanjang 16 besar, ada yang tampil menawan, ada pula yang mengecewakan. Ada yang menunjukkan kelasnya sebagai pemain, ada pula yang melakukan hal bodoh.

16 Besar Euro 2024: The Good, the Bad, and the Ugly
Spanduk untuk Pertandingan Sepak Bola Eropa UEFA di Munich. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Satu babak lagi telah terlewati dalam kejuaraan sepak bola antarnegara terbaik di Benua Biru. Kini, tersisa delapan negara yang bakal bersaing memperebutkan trofi Henri Delaunay. Spanyol, Jerman, Portugal, Prancis, Inggris, Swiss, Belanda, dan Turkiye. Tak semua merupakan unggulan, tak semuanya layak berada di perempat final. Namun, inilah realitas yang ada sekarang.

Babak 16 besar dimulai pada Sabtu, 29 Juni 2024. Saat itu, Italia selaku juara bertahan ditaklukkan Swiss dengan skor meyakinkan 0-2. Beberapa jam berselang, Jerman berhasil menyingkirkan Denmark berkat kemenangan 2-0 yang ditentukan oleh gol-gol Kai Havertz dan Jamal Musiala.

Di hari berikutnya, Inggris menang tipis 2-1 atas Slovakia untuk memastikan satu tempat di babak delapan besar. Kelolosan Inggris itu lantas diikuti juara Eropa tiga kali, Spanyol, yang menggulung tim debutan, Georgia, tanpa kesulitan berarti. La Furia Roja menang telak 4-1 dalam pertandingan tersebut.

Pada matchday ketiga, Prancis sukses memulangkan Belgia usai menang tipis 1-0 berkat gol bunuh diri bek kawakan Jan Vertonghen pada pengujung laga. Juara edisi 2016, Portugal, juga mesti menang dengan susah payah. Mereka butuh adu penalti untuk menyingkirkan Slovenia.

Lalu, pada hari terakhir babak perdelapan final, Belanda dan Turkiye sukses menyegel dua tempat terakhir. Belanda menundukkan tim kejutan Rumania dengan skor mencolok 3-0. Sedangkan, Turkiye menuntaskan perlawanan tim kuda hitam Austria berkat aksi heroik Merih Demiral yang memborong dua gol Ay-Yildizlilar.

Sepanjang 16 besar, ada yang tampil menawan, ada pula yang mengecewakan. Ada yang menunjukkan kelasnya sebagai pemain, ada pula yang melakukan perbuatan bodoh. Inilah the good, the bad, and the ugly dari babak 16 besar Euro 2024.

The Good—Jamal Musiala, Cody Gakpo, Mesin Spanyol, dan Austria vs Turkiye

Jamal Musiala kembali menjadi bintang dalam pertandingan menghadapi Denmark. Dengan torehan tiga gol sepanjang turnamen, Musiala kini bertengger sebagai salah satu pemuncak daftar topskorer Euro 2024. Tak cuma Musiala, Cody Gakpo juga nangkring di puncak daftar tersebut.

Jerman sebenarnya tidaklah terlalu sempurna. Buktinya, pada pertandingan fase grup terakhir mereka dipaksa bermain imbang oleh Swiss. Secara permainan, Jerman memang matang. Akan tetapi, lini depan mereka tidak betul-betul tajam.

Havertz yang jadi ujung tombak "hanya" bisa mencetak gol lewat titik putih, sementara Niklas Fullkrug lebih oke jika dimainkan sebagai supersub. Tak heran jika kemudian gelandang seperti Musiala yang harus mengambil kendali.

Dengan liukan yang aduhai dan sepakan yang akurat, pemain muda Bayern Muenchen ini mampu membawa sinarnya dari level klub ke level antarnegara. Musiala pun niscaya bakal terus diandalkan pelatih Julian Nagelsmann untuk menjadi pembeda.

Di Belanda, ada Gakpo yang bisa dibilang justru lebih moncer di level timnas ketimbang saat membela Liverpool. Di Belanda, eks penggawa PSV itu dimainkan di posisi favoritnya, winger kiri. Sementara itu, di Liverpool, dia lebih kerap dipasang sebagai penyerang tengah.

Hasilnya, Gakpo lebih gacor jika dimainkan di posisi kesukaannya. Dia tak cuma bisa mencetak gol, tapi bisa pula menjadi pengatur serangan dari sisi kiri.

Selain penampilan Musiala dan Gakpo, yang menonjol dari babak 16 besar lalu adalah Timnas Spanyol secara keseluruhan. Dari awal turnamen, Rodri dkk. memang jadi yang paling meyakinkan. Penampilan mereka agresif lagi klinis. Pemain yang mencolok pun tak hanya satu atau dua, tapi hampir seluruh tim.

Rodri, Fabian Ruiz, Nico Williams, Lamine Yamal, Alvaro Morata, Robin Le Normand, semua layak diacungi jempol. Dengan penampilan demikian, Spanyol terbukti terlalu tangguh bagi Georgia.

Hal terbaik terakhir dari babak 16 besar lalu adalah pertandingan antara Austria dan Turkiye. Tak semua laga 16 besar bisa dibilang berimbang. Sebagian besar mempertemukan unggulan dengan nonunggulan. Namun, laga yang mempertemukan dua unggulan pun (Prancis vs Belgia) nyatanya juga tidak berjalan menarik.

Hiburan sesungguhnya malah tercipta ketika dua kuda hitam dalam diri Turkiye dan Austria bersua. Kedua tim ini, sejak fase grup, memang sudah rutin menampilkan permainan atraktif yang seakan tanpa beban. Namun, pada perdelapan final lalu, Austria harus mengakui keunggulan Turkiye yang, bisa dikatakan, lebih punya rekam jejak bagus pada turnamen ini.

The Bad—Performa Portugal, Prancis, dan Inggris

Portugal, Prancis, dan Inggris diunggulkan untuk menjadi juara dalam Euro 2024 ini. Namun, sejak fase grup, penampilan mereka belum begitu meyakinkan dan hal tersebut masih tampak jelas di babak 16 besar.

Portugal barangkali jadi tim yang tampil paling lumayan di antara ketiganya. Setidaknya, dalam laga melawan Turkiye, mereka bermain cukup impresif dan sukses menang telak 3-0. Namun, dalam pertandingan fase grup terakhir, Cristiano Ronaldo cs. dipaksa menyerah oleh Georgia.

Di babak 16 besar, Portugal lagi-lagi gagal tampil impresif. Menghadapi Slovenia, mereka bahkan bisa saja kalah apabila Diogo Costa tak membuat penyelamatan spektakuler atas peluang Benjamin Sesko. Costa pun akhirnya jadi penentu kelolosan Portugal setelah menepis tiga tembakan penalti pemain Slovenia dalam babak tos-tosan penalti.

Prancis pun setali tiga uang. Meski dihuni pemain-pemain kelas dunia, mereka masih saja kesulitan mencetak gol. Les Bleus sejauh ini baru mencetak tiga gol dari empat laga dan tak ada satu gol pun yang berasal dari open play. Bahkan, dua dari tiga gol itu merupakan gol bunuh diri (vs Austria dan vs Belgia). Ini jelas persoalan serius bagi tim yang lini depannya dipimpin seorang Kylian Mbappe-Lottin.

Hal serupa dialami Inggris. Semua orang telah bersepakat bahwa musabab di balik buruknya penampilan Inggris adalah ketidakmampuan Gareth Southgate meracik tim. Namun, ini hanyalah salah satu faktor. Sebab, terlepas dari taktik buruk Southgate, pemain-pemain bintang mereka pun gagal menunjukkan performa menawan.

Bisa dibilang, yang punya pengaruh signifikan pada hasil tim hanyalah Harry Kane dan Jude Bellingham. Bellingham jadi penentu kemenangan Inggris atas Serbia di laga pembuka fase grup. Kane jadi penyelamat The Three Lions dari kekalahan saat berjumpa dengan Denmark.

Kedua pemain itu pula yang mencetak gol kemenangan Inggris atas Slovakia. Namun, penampilan overall mereka pun tak bisa dibilang bagus. Rasanya, seperti ada yang tidak "klik" di skuad Inggris kali ini.

The Ugly—Italia dan Hal-hal Tak Terpuji Lainnya

Meski berstatus juara bertahan, Italia adalah tim dengan performa paling buruk di 16 besar Euro 2024 ini. Tim ini tampak loyo dan bermain tak tentu arah. Belakangan, pelatih Luciano Spalletti pun dikabarkan gagal menguasai ruang ganti dan pemilihan skuadnya dipertanyakan banyak pihak.

Kecuali Sandro Tonali yang tengah menjalani hukuman larangan bermain akibat ketahuan berjudi, ada sejumlah pemain yang dirasa pantas masuk Timnas Italia tetapi justru tak dipanggil oleh Spalletti. Mereka adalah Riccardo Orsolini, Manuel Locatelli, dan Marco Verratti. Selain itu, pemain dengan performa apik musim lalu macam Alessandro Buongiorno juga tak mendapat kesempatan bermain sekali pun.

Tak heran bila penampilan Italia ini memicu ontran-ontran internal. Bahkan, Gianluigi Buffon selaku kepala delegasi saja sudah mempertimbangkan untuk mundur. Akan tetapi, persoalan terbesar Italia sebenarnya bukan cuma soal pemilihan skuad, melainkan kultur sepak bola yang tak ramah bagi pemain muda. Ini membuat regenerasi mereka macet total.

Selain penampilan Italia, ada hal-hal tak terpuji lain yang layak masuk kategori "The Ugly". Yakni, gestur tangan Demiral, aksi Bellingham seusai laga melawan Slovakia, serta umpatan Kevin de Bruyne di konferensi pers.

Saat merayakan gol kedua ke gawang Austria, Demiral menunjukkan gestur tangan yang terafiliasi dengan kelompok ekstrem kanan Grey Wolves. Kelompok tersebut sudah dilarang beraktivitas di Prancis dan Austria, tapi tidak di Jerman. Demiral sendiri mengaku hanya bermaksud menunjukkan kebanggaan sebagai orang Turkiye, tapi kini dirinya tengah diinvestigasi oleh UEFA dan terancam absen pada laga berikutnya.

Meski Demiral beraksi demikian, suporter Austria pun tidaklah suci dari dosa. Sebab, sepanjang laga melawan Turkiye, mereka menyanyikan lagu-lagu berbau rasisme. Ada kata-kata seperti "usir orang asing" yang membuat pemain Austria, Michael Gregoritsch, sampai harus buka suara dan meminta para suporter menjauhkan diri dari anasir ekstrem kanan.

Bellingham, sementara itu, juga tengah diinvestigasi karena gestur tangan. Namun, bukan gestur berbau politis yang dipamerkan pemain Real Madrid ini, melainkan gestur cabul. Dia terlihat mencium tangan kanan sebelum menggunakan tangan itu untuk memegang selangkangannya.

Sejumlah pihak mengira Bellingham menggunakan gestur itu untuk menghina pemain Slovakia. Namun, hal itu dibantah sang pemain yang menyatakan bahwa yang dilakukannya itu hanya candaan antarteman. Walau demikian, UEFA tak tinggal diam. Bellingham kemungkinan memang takkan dapat larangan bermain, tapi dia bisa saja dijatuhi denda.

Terakhir, ada amarah De Bruyne. Dalam konferensi pers pascalaga, seorang jurnalis Italia bernama Tancredi Palmeri bertanya kepada De Bruyne soal generasi emas Belgia yang lagi-lagi gagal berbicara banyak. Pertanyaan itu disikapi dingin oleh sang pemain Manchester City yang justru menyinggung generasi emas negara lain. Setelah itu De Bruyne buru-buru minggat dari ruangan konferensi pers sembari mengumpat, "Dasar goblok!"

Baca juga artikel terkait EURO 2024 atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi