Menuju konten utama

1.500 Orang Tewas Akibat Gelombang Panas di Perancis

Menteri Kesehatan Agnes Buzyn mengatakan, gelombang panas di Perancis menewaskan hampir 1.500 orang. 

1.500 Orang Tewas Akibat Gelombang Panas di Perancis
Matahari bersinar terang di langit atas Menara Eiffel di Paris saat gelombang panas diperkirakan terjadi di negara tersebut, Prancis, Senin (24/6/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Philippe Wojazer/wsj/cfo

tirto.id - Dua gelombang panas di Perancis dilaporkan menyebabkan hampir 1,5 ribu orang meninggal dunia, menurut Menteri Kesehatan Agnes Buzyn, sebagaimana dikutip The Guardian.

"Kami mencatat ada 1,5 ribu orang meninggal bulan ini, namun jumlah itu 10 kali lebih rendah daripada kematian yang disebabkan gelombang panas tahun 2003," kata Buzyn di radio Perancis.

Tahun ini gelombang panas berlangsung selama 18 hari, dalam dua fase gelombang panas.

Pertama, suhu di wilayah selatan Perancis mencapai 46 derajat celcius (per tanggal 28 Juni), dan kedua meliputi hampir seluruh wilayah Perancis.

Sedangkan, pada 2003, gelombang panas beralngsung selama 20 hari dan menewaskan 15 ribu orang.

Pemerintah melakukan langkah preventif untuk menjaga agar angka kematian ditekan sesedikit mungkin dari angka kematian tahun 2003.

Kementerian Perancis menyebut bahwa risiko kematian yang disebabkan oleh dua gelombang panas tersebut adalah 9,1 persen lebih tinggi dari biasanya.

Gelombang panas ini terjadi di Perancis dan negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, Jerman, Belanda, dan Inggris. Gelombang pertama berlangsung ada 24 Juni - 7 Juli dan 21 - 27 Juli, CNN mewartakan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa gelombang panas seperti ini dipicu oleh pemanasan akibat emisi rumah kaca seperti ini, akan menjadi normal bagi Eropa. Namun, wilayah Eropa tidak dibangun untuk beradaptasi dengan cuaca ekstrim.

Transportasi umum di Eropa dapat berhenti karena panas ekstrim. Manula adalah golongan yang paling beresiko meninggal.

Kementerian kesehatan mengatakan 974 orang yang meninggal terkait gelombang panas berusia di atas 75 orang.

Sepuluh orang meninggal saat bekerja, delapan saat gelombang pertama, dua saat gelombang panas kedua. Mayoritas korban adalah pekerja luar ruangan.

Selama musim panas, pemerintah mengeluarkan peringatan bagi warganya mengenai cuaca panas. Banyak sekolah dan event-event publik ditutup untuk mengurangi aktivitas warga di luar ruangan.

Selain itu, taman-taman kota dan kolam renang tetap buka agar warga bisa mendinginkan diri di tempat-tempat tersebut.

Pemerintah Paris juga membuat telepon darurat dan memasang "cool room" di beberapa tempat umum, sebagaimana dilansir BBC.

Sebelumnya, Perancis juga mengalami gelombang panas mematikan setelah tahun 2003, yaitu pada tahun 2015 dan 2016, yang mana tingkat kematian meningkat masing-masing 10,1 persen. dan 15 persen.

Sedangkan, gelombang panas yang terjadi pada 2003 adalah rekor kematian terbesar di Perancis.

Di negara lainnya, gelombang panas memicu kebakaran hutan di Spanyol. Negara-negara Eropa lainnya yang mengalami hal yang sama belum merilis catatan resmi korban jiwa karena gelombang panas tahun ini.

Baca juga artikel terkait CUACA EKSTRIM atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yandri Daniel Damaledo