Menuju konten utama

13 Penghuni Kalibata City Tuntut Ganti Rugi Rp13 Miliar

13 penghuni apartemen Kalibata City menuntut ganti rugi senilai Rp13 miliar kepada pengelola. Mereka menilai, pengelola tidak transparan dalam memungut iuran bulanan. Pengelola membantah hal ini.

13 Penghuni Kalibata City Tuntut Ganti Rugi Rp13 Miliar
Ilustrasi. Sejumlah penghuni Apartemen Green Pramuka melakukan aksi pengumpulan tanda tangan di Apartemen Green Pramuka City, Jakarta, Sabtu (12/8). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Sebanyak 13 penghuni apartemen Kalibata City menggugat pengelola ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/8/2017). Mereka menuntut transparansi tarif listrik dan air, serta ganti rugi senilai Rp13 Miliar.

Salah seorang penghuni apartemen yang dihubungi Tirto.id, Wenwen Zi, mengatakan bahwa pengelola apartemen memungut iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) bulanan yang tidak jelas laporannya. "Enggak jelas, enggak ada laporan. Laporan cuma selembar (kertas ukuran) A4 yang ditempel di majalah dinding," ujar Wenwen.

Besaran IPL yang dipungut bervariasi, tergantung jenis apartemen yang dihuni. "Paling murah itu sekitar Rp400.000. Kalau yang paling mahal sekitar Rp750.000," tambah Wen.

Sebelum melakukan upaya hukum, Wen mengaku kalau para penghuni sudah berkali-kali melayangkan surat ke pengelola dan melakukan mediasi. "Intinya kami mempertanyakan. Kan 2 tambah 2 harusnya 4. Ini kenapa 2 tambah 2 jadi 5? Yang satu ini dari mana?" ujar Wen.

Penghuni lain, Umi Hanik, menjelaskan bahwa pengelola apartemen berdalih bahwa IPL digunakan untuk membayar biaya fasilitas umum. "Untuk bayar gaji karyawan, listrik buat lampu jalan, pokoknya yang fasilitas umum," terangnya.

Para penghuni apartemen, menurut Umi, mulai mempertanyakan transparansi tarif pada 2011. Hal ini diperparah dengan tagihan air yang dibebankan pada 2016 lalu.

"Waktu itu (2016) pengelola membebankan biaya kelangkaan air selama 20 bulan ke belakang. Lalu kita sempat demo. Demo damai. Setelah itu (biaya kelangkaan air) dibatalkan," jelas Umi. Usai kejadian tersebut, para warga yang lain mulai menelisik tagihan yang dibebankan pengelola. "Ternyata ada dugaan manipulasi," tambahnya.

Menurut Umi, pihak pengelola mengaku bahwa stok air dari Perusahaan Air Minum Lyonnaise Jaya (Palyja) tidak mencukupi. Alhasil, pengelola harus membeli air dari pihak ketiga.

Pengacara warga, Syamsul Munir, mengatakan bahwa 13 penghuni yang mengajukan tuntutan hanya perwakilan dari sekitar 13 ribu penghuni Kalibata City. "Kami menuntut transparansi tarif. Lalu pengelola supaya menarik tarif sesuai undang-undang," jelasnya.

Dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Tarif Listrik, telah diatur tarif listrik untuk 3 golongan rumah tangga.

Senin ini, 13 warga Kalibata City juga resmi mengajukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sebabnya, para warga merasa diintimidasi petugas keamanan apartemen saat melakukan kegiatan berkumpul dan berpendapat untuk keperluan pembahasan gugatan.

Sementara itu, General Manager Kalibata City, Ishak Lopung membantah menarik tarif listrik yang tidak sesuai peraturan. Ia juga mengatakan, akan memberi laporan tarif listrik dan air kepada penghuni jika diminta.

Baca juga artikel terkait APARTEMEN atau tulisan lainnya dari Satya Adhi

tirto.id - Hukum
Reporter: Satya Adhi
Penulis: Satya Adhi
Editor: Agung DH