tirto.id - Selama demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Jakarta sejak 6-8 Oktober, jajaran Polda Metro Jaya menangkap 1.192 demonstran. Semuanya dicokok lantaran diduga merusuh, tetapi penyisiran terhadap mereka juga dilakukan sebelum bentrokan terjadi.
“Hampir setengahnya pelajar Sekolah Teknik Menengah,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat (9/10/2020).
Sisanya merupakan buruh dan mahasiswa, tetapi Yusri menyebut mereka sebagai golongan anarko karena niat membuat kericuhan.
Ribuan orang itu berasal dari Purwakarta, Karawang, Bogor, dan Banten. Mereka datang ke Jakarta memang tujuannya untuk melakukan kerusuhan, lanjut dia, karena ditemukan dari percakapan dalam ponsel dan keterangan terduga pelaku.
Sementara ada 23 anggota polisi yang juga terluka dalam penanganan unjuk rasa. Empat orang di antaranya masih dirawat di RS Polri Kramat Jati, seorang polisi wanita pun dikabarkan patah tulang tangan.
Yusri mengklaim ada aktor di balik kerusuhan itu. "Ada undangan untuk datang [demonstrasi]. Disiapkan tiket kereta api, disiapkan truk, disiapkan bus. Kemudian nantinya ada uang makan untuk mereka semua," imbuh dia.
Ada 9 pos pengamanan dibakar, sedangkan 9 pos pengamanan rusak berat karena dirusak massa. Selain itu, 18 pos polisi itu terdapat di Harmoni, Sarinah, Monas Barat Daya, Atmajaya, samping pintu utama Polda Metro Jaya, pintu Senayan, Tugu Tani, Simpang Lima Senen, RS Carolus, Petojo, Hayam Wuruk Grogol, Satwil Lantas Tomang, Tomang, Asemka, Olimo. Serta 16 halte, beberapa kendaraan dirusak dan dibakar juga.
“Sementara kami lakukan penyelidikan oleh Krimum Polda Metro Jaya untuk bisa mengetahui pelakunya. Kami berangkat dari beberapa keterangan saksi, beberapa CCTV, yang kami jadikan barang bukti untuk jadi petunjuk penyidik,” jelas Yusri.
Dia pun membantah ihwal pelarangan para pendamping hukum yang dilarang mengunjungi maupun menemani para demonstran yang dibekuk.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri