tirto.id - Hampir satu seperempat milenial silam, rambut panjang adalah kelumrahan, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Maka, ketika seseorang bernama Ziryab memotong pendek rambutnya, ia dianggap membuat tren baru. “Rambut dipangkas pendek di atas alis,” tulis Phillip Khuri Hitti dalam History of the Arabs (2005).
Laki-laki penuh gaya ini ikut membuat peradaban di Iraq dan Andalusia maju ketika Eropa mengalami abad gelap. Tak hanya rambut, di bidang fashion dia dianggap memperkenalkan kosmetik, pasta gigi, dan pewangi yang membuat seseorang jadi memukau dan percaya diri bahkan menjadi pusat perhatian.
Dalam buku Rekayasa Kearifan Tempatan dalam Sastera Melayu (2014), terkutip “dia sangat masyur di Andalusia dan dikatakan yang bertanggungjawab memperkenalkan fashion musim dingin dan fashion musim panas. Juga fashion musim gugur dan musim bunga. Ziryab juga bertanggungjawab memperkenalkan seni dandanan rambut termasuklah barangan kecantikan seperti produk kosmetik, ubat gigi (pasta gigi) dan deodoran ke Eropa.”
Penulis-penulis lain dari dunia barat modern punya pendapat yang kurang lebih sama di bidang fashion. “Sejarah barangkali mencatat dia sebagai penanggung jawab yang mempopulerkan catur, pakaian dan pasta gigi tembus pandang di Eropa abad pertengahan, di antara banyak inovasi gaya lainnya,” kata John Gill dalam Andalucia: A Cultural History (2008).
Sementara itu, Michael G. Morony dalam Manufacturing and Labour (2016), menyebut Ziryab yang sohor di Andalusia abad ke-9, telah “membuka 'salon kecantikan sejati' di Kordoba, tempat seni make-up (rias), pencabutan, penggunaan pasta gigi dan rambut ganti diajarkan.”
Intinya, Ziryab dianggap sebagai pencipta tren, pesolek dari dunia Islam. Saking dandy, John Gill menyebutnya menawan seperti perpaduan antara Oscar Wilde, Andy Warhol, Salvador Dali, Orson Welles, Christian Dior, Phil Spector, Terence Conran, dan Tony Wilson.
Dia juga dikenal sebagai penampil yang memukau. Ziryab adalah penyanyi bersuara tenor di dua kota penting peradaban dunia Islam.
“Ziryab adalah musisi yang pernah mengharumkan Istana Harun al Rasyid (Sultan Irak) dan para putranya [….] Ketenarannya itu membangkitkan kecemburuan gurunya yang sama-sama kondang, Ishaq al-Mawshuli. Akhirnya Ziryab melarikan diri ke Afrika barat-laut,” tulis Phillips Khuri Hitti.
Ziryab yang dikenal sebagai sastrawan, ahli geografi dan ahli perbintangan itu, akhirnya tiba di Kordoba, salah satu kota penting dalam peradaban Andalusia. Di sana dia menjadi bintang lagi.
Sultan Abdul Rahman II, penguasa Andalusia yang begitu berambisi menjadikan Andalusia semegah dan seberadab Bagdad, tak menyia-nyiakan lelaki kelahiran tahun 789 ini. Di Kordoba, Ziryab hidup di bawah perlindungan Sultan Abdul Rahman II dengan fasilitas rumah elok dan dan tiap tahun mendapat uang 3 ribu dinar dari Sultan sehingga bisa hidup enak.
Tak butuh waktu lama, Ziryab sudah jadi musisi berpengaruh di sana. Dia hafal 10 ribu nada dan lirik lagu. Menurut catatan John Gill, dia mendirikan sekolah menyanyi yang diperkirakan baru ada saat itu di Eropa. Dia biasa memakai gitar bersenar lima yang juga dikembangkannya.
Menurut Josef Meri dalam Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia (2004), banyak hal yang dibawanya dari peradaban Islam di Bagdad (di timur) ke Andalusia (di barat). Termasuk dalam hal memasak, berpakaian, penataan rambut, seni kerajinan. Tak hanya itu, dia juga rupanya “seorang entertainer yang halus, lucu dan memikat, sehingga ia menjadi figur paling populer di antara orang-orang cerdas kala itu,” tulis Phillips Khuri Hitti.
Mengenai latar-belakang laki-laki asal Iraq yang punya nama Abu l-Hasan alias Ali Ibn Nafi ini, sejarawan masih memperdebatkannya. John Gill mencatat, dia diperkirakan seorang keturunan Kurdi-Persia. Ada juga yang menyebut dia adalah budak asal Afrika yang dibebaskan. Dugaan bahwa Ziryab bekas budak Afrika yang berkulit hitam dikaitkan dengan julukannya sebagai Burung Hitam alias Pajeros Negro atau Blackbird.
Dari mana pun asalnya, laki-laki yang tutup usia di tahun 857 ini nyatanya telah dianggap sebagai orang Islam yang ikut menyumbangkan ilmu yang dimilikinya pada peradaban dunia. Ia dicatat dalam buku sejarah, baik sebagai musisi, ilmuwan, maupun sebagai pencipta tren.
Sebagai pesolek, dia tak hanya bersolek untuk dirinya, tapi juga mewarnai peradaban dunia.
Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani