Menuju konten utama

YLKI Nilai Penyederhanaan Golongan Listrik Bebani Konsumen

Menurut Tulus Abadi, formula pemakaian minimal tetap akan membuat tagihan listrik konsumen meningkat setelah ada kebijakan penyederhanaan tarif diberlakukan.

YLKI Nilai Penyederhanaan Golongan Listrik Bebani Konsumen
Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta, Selasa (14/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Kebijakan penyederhanaan golongan tarif listrik yang diwacanakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan membebani masyarakat sebagai konsumen. Hal itu diungkapkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (16/11/2017).

"Perubahan daya yang signifikan akan mengakibatkan konsumen harus mengganti instalasi di dalam rumah yang berarti ada biaya yang harus ditanggung," kata Tulus, sebagaimana dikutip Antara.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) sedang mengkaji penyederhanaan golongan pelanggan listrik non-subsidi. Adapun penyederhanaan bakal berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA. Menurut rencana, semua golongan tersebut akan dihapus untuk kemudian dinaikkan dan ditambah dayanya menjadi 4.400 VA. Wacana dari Menteri ESDM Jonan tambah daya justru akan menjadi 5.500 VA.

Terkait penambahan daya ini, dikatakan Tulus, bila masyarakat tidak mengganti instalasi listrik di rumahnya, maka bisa ada risiko berbahaya yang harus ditanggung. Belum lagi sertifikat laik operasi (SLO) yang harus dibayar konsumen sendiri.

"Biaya SLO untuk golongan 5.500 (VA) jauh lebih mahal," ujarnya.

Formula baru berupa pemakaian minimal juga akan menyebabkan beban konsumen meningkat, meskipun Kementerian ESDM dan PT PLN sudah menjamin tidak akan ada kenaikan tarif yang berarti harga listrik setiap kilowatt per jam (kWh) tetap sama.

Formula pemakaian minimal tetap akan membuat tagihan listrik konsumen meningkat setelah ada kebijakan penyederhanaan tarif diberlakukan.

"Misalnya, contoh pemakaian minimal listrik berdaya 1.300 VA adalah 88 kWh yang harus dibayar Rp129.000. Bila harus naik menjadi 5.500 VA dengan pemakaian minimal 220 kWh, maka yang harus dibayar konsumen minimal Rp320.000," katanya.

Karena itu, Tulus menilai wajar bila wacana penyederhanaan sistem tarif listrik menjadi minimal 5.500 VA membuat masyarakat kebingungan dan marah karena mereka khawatir sistem baru tersebut akan membuat tagihan listrik melambung.

"Daripada menyederhanakan tarif listrik, sebaiknya pemerintah mempercepat rasio elektrifikasi ke seluruh pelosok daerah, terutama bagian Indonesia timur yang, saat ini masih rendah dan memperbaiki keandalan listrik di daerah yang masih sering padam," katanya.

Baca juga artikel terkait LISTRIK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri