Menuju konten utama

YLKI: BI Jangan Wajibkan Bank Tarik Biaya Isi Ulang e-Money

YLKI mendesak Bank Indonesia (BI) tidak mewajibkan semua bank mengenakan biaya isi ulang e-Money kepada nasabahnya.

YLKI: BI Jangan Wajibkan Bank Tarik Biaya Isi Ulang e-Money
Petugas melakukan pengisian data pada "e-money" atau kartu transaksi nontunai di Sentra Mandiri, Jakarta, Senin (18/9/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Bank Indonesia (BI) tidak mewajibkan semua bank memungut biaya untuk pengisian ulang e-Money. Artinya, ketentuan pengenaan biaya itu akan bergantung pada mekanisme pasar.

Tulus berpendapat ketentuan pengenaan biaya pada isi ulang e-Money itu sebenarnya disinsentif bagi konsumen. Padahal, selama ini, pemerintah sedang mengampanyekan transaksi non-tunai.

“Makanya sebaiknya, saran yang paling riil, peraturan BI ini tidak mewajibkan kepada bank untuk memungut biaya,” kata Tulus di kantor YLKI, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/9/2017).

Dia optimistis kebijakan untuk tidak membebankan nasabah dengan biaya isi ulang e-money bisa dilakukan oleh sebagian bank.

Himpunan Bank Negara (Imbara), dalam catatan Tulus, sudah menyatakan anggotanya siap tidak membebankan biaya isi ulang e-money pada nasabah. Biaya gratis itu bisa diterapkan bila pengisian ulang e-Money itu tidak berlangsung antar-bank.

“Oleh karena itu, BI tidak usah memaksa, biarkan kompetisi berjalan. Bagi bank yang menerapkan pembiayaan silakan. Bagi bank yang gratis silakan,” kata dia. “Biar konsumen menentukan (memilih).”

Dia mengingatkan selama ini kampanye transaksi non-tunai kurang berhasil. Misalnya, sejak 2010 hingga sekarang, kartu tol elektronik kurang laku. Kini, penggunanya belum sampai 20 persen.

Karena itu, dia menyatakan, “Kalau BI memaksakan dengan aturan yang baru ini, kami curiga BI sebenarnya memihak kepada bank siapa atau bank mana?”

Tulus melanjutkan, “Menjadi pertanyaan besar, kenapa BI memaksakan aturan ini, sementara ada bank yang bersedia memberikan tanpa biaya top-up kepada para nasabahnya.”

Menurut Tulus, peningkatan transaksi non-tunai, seperti melalui penggunaan e-Money dan e-Toll, bisa mendorong penghematan. Sebab, kebutuhan pembuatan mata uang, seperti uang logam yang cenderung mahal, biasa ditekan.

Dia mencontohkan, PT Jasa Marga sering kesulitan memperoleh uang logam atau kertas untuk pengembalian duit yang dibayarkan konsumen di gerbang tol.

“Mereka perlu menyediakan puluhan milyar. Bahkan, PT Jasa Marga harus berkoordinasi dengan Pak Ogah (tukang parkir) untuk mendapat uang receh itu. BI juga sudah kesulitan mencetak uang,” ujar dia.

Penggunaan e-Toll, menurut Tulus, sebenarnya lebih menguntungkan pengelola jalan tol ketimbang konsumen. Ia membantah klaim Jasa Marga yang menyatakan penyediaan Gerbang Tol Otomatis (GTO) bisa mengurangi kemacetan.

“Volume traffic yang ada sudah lebih parah dibanding masalah antrean loket pembayaran,” ujar dia. “Jangan mimpi, dengan e-toll akan mengurangi kemacetan.”

Baca juga artikel terkait E-MONEY atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom