tirto.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik isi pidato Presiden Jokowi di sidang tahunan 2019.
Menurut YLBHI, pidato Jokowi hanya sebagai ajang formalitas politik. Sebab, pidato Jokowi berbanding terbalik dengan situasi yang ada di masyarakat.
"Pidato ini penuh dengan kondisi positif yang telah dicapai berbagai lembaga. Tetapi kenyataan sehari-hari yang dihadapi masyarakat tidaklah demikian. Hal ini menunjukkan pidato ini bersifat formalistis, mengedepankan konsolidasi kekuasaan dibandingkan kesejatian kewajiban yang diharus dilakukan pemerintah," kata Direktur YLBHI Asfinawati dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (16/8/2019).
Asfin pun mengkritik isi pidato Jokowi yang menyatakan "dalam rumah besar ini semua anak bangsa bisa berkarya, bergerak dan berjuang untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita bersama”.
YLBHI melihat situasi saat ini justru berbeda dengan pengalaman buruh dan serikat buruh di seluruh Indonesia. Para pekerja dan buruh mengalami perampasan upah layak, dipecat karena berserikat, bahkan dikriminalisasi karena aksi damai untuk memperjuangkan hak-hak yang tercantum dalam undang-undang.
Kemudian, YLBHI juga mengkritik pernyataan Jokowi tentang reformasi peradilan. Meski sudah ada upaya, aksi sogok masih terjadi dan menghambat akses keadilan.
"Bahkan tidak jarang pengadilan menjadi alat untuk merampas hak rakyat dan sarana impunitas," kata Asfin.
YLBHI pun menyoroti tidak ada penempatan kepolisian dan kejaksaan dalam dunia peradilan. Sebab, masih ada upaya kriminalisasi lewat proses peradilan berupa salah tangkap dan salah tuntut.
Ia juga mengatakan perempuan, masyarakat adat, kelompok minoritas agama atau keyakinan, buruh, petani, mahasiswa adalah saksi kriminalisasi ini. Bahkan, tidak sedikit yang mengalami tekanan dalam penyidikan.
"Penyiksaan dalam proses penyidikan terus terjadi dan tidak ada proses hukum. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, serta kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil umumnya masih mandek dalam proses di Kepolisian," kata Asfin.
Di sisi lain, YLBHI juga mengkritik pencapaian pemerintah bersama DPR. Sebab, sejumlah peraturan yang disahkan berpotensi bukan melindungi publik, tetapi malah sebaliknya.
"Kinerja DPR dalam membuat UU yang berpotensi merampas hak rakyat (UU ITE, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Sumber Daya Air, RUU Minerba) dan sebaliknya tidak membuat UU yang melindungi rakyat (RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat) dibalik dalam pidato ini menjadi sebuah keberhasilan," kata Asfin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nur Hidayah Perwitasari