Menuju konten utama
Bisnis 101

Yeti, Monster Es Pengarung Lautan Biru dari Amerika Serikat

Yeti berhasil membangun brand story, dari kotak pendingin ultra kuat hingga produk alam bebas lain.

Yeti, Monster Es Pengarung Lautan Biru dari Amerika Serikat
Ilustrasi Memancing. foto/istockphoto

tirto.id - Suatu hari di tahun 2005, Roy dan Ryan Seiders sedang asyik memancing, ketika kotak pendingin yang mereka bawa rusak entah untuk kali ke berapa. Kejadiannya selalu sama: kotak pendingin tak mampu menahan beban ketika dijadikan tempat berdiri oleh Roy atau Ryan. Hal ini membuat keduanya frustrasi.

Kotak pendingin adalah perlengkapan wajib ketika memancing di alam terbuka. Utamanya untuk menjaga minuman dan hasil tangkapan tetap segar. Bagi Seiders bersaudara, kotak pendingin punya fungsi lain: pijakan saat mencari titik terbaik untuk melempar kail. Untuk itu, kotak pendingin yang mereka bawa harus sama tangguhnya dengan perahu yang mereka naiki dan joran yang mereka gunakan.

Tidak sulit bagi Seiders bersaudara untuk menemukan perahu yang bisa diandalkan. Sebagai penggemar memancing dan pengusaha perahu aluminium, Roy tahu benar apa yang mereka butuhkan. Urusan joran jadi tanggung jawab Ryan, yang memang berbisnis di bidang itu. Kotak pendingin yang tahan banting, sementara itu, tidak tersedia — setidaknya di Amerika Serikat saat itu.

Seiders bersaudara kemudian mencari kotak pendingin ideal versi mereka. Ryan lantas menemukan kotak pendingin impor asal Thailand di pengecer lokal. Kekuatan kotak pendingin Thailand ini membuatnya terkesan. Informasi ini kemudian ia sampaikan kepada Roy, yang merespons temuan ini dengan menjadi distributor kotak pendingin Thailand tersebut di AS. Penjualannya lumayan, namun Seiders bersaudara tetap merasa ada yang mengganjal.

Roy dan Ryan tidak begitu terkesan dengan desainnya. Secara estetik, kotak pendingin yang mereka jual bisa lebih baik lagi. Secara fungsional, kotak pendingin yang mereka jual bisa menjaga kesegaran isinya lebih lama lagi.

Seiders bersaudara kemudian terbang ke Thailand untuk mengunjungi pabrik kotak pendingin tersebut. Mereka menyampaikan beberapa saran peningkatan mutu produk, tapi upaya ini tidak membuahkan hasil. Di saat yang bersamaan, mereka mendapat informasi baru tentang sebuah pabrik di Filipina.

“Ryan dan aku berdebat tentang harus atau tidaknya kami pergi ke Filipina,” ujar Roy, dikutip dari Inc. “Kami meyakinkan diri untuk pergi, duduk bersama dengan pabrik itu dan dalam waktu singkat menyadari bahwa mereka ada di level yang berbeda. Mereka mampu membuat produk yang sangat hebat untuk kami.”

Dalam penerbangan pulang, Seiders bersaudara mulai memikirkan kemungkinan baru: membuat sendiri kotak pendingin ideal versi mereka alih-alih menjadi distributor untuk produk impor yang hanya memenuhi satu dari tiga kriteria.

Keduanya kemudian mendirikan Yeti.

Memasarkan Monster Es

Seiders bersaudara punya gambaran jelas tentang kotak pendingin ideal. Dari segi kekuatan, kriterianya seperti ini: tutupnya tidak rusak ketika diberi beban seberat tubuh manusia, pegangannya tidak mudah rusak, dan talinya tidak mudah putus.

Dari segi fungsi: desainnya tidak memiliki sambungan; karena semakin sedikit sambungan, semakin sedikit kalor yang terbuang — yang berarti semakin lama kotak pendingin mampu menjaga isinya tetap segar. Dari segi perawatan: semua bagian yang rusak dapat diganti dengan bagian baru, sehingga pemilik tak perlu membeli kotak pendingin baru jika suatu hari kotak pendinginnya rusak.

Karena itulah Seiders bersaudara bekerja sama dengan pabrik yang mereka kunjungi di Filipina. Desain yang nyaris sempurna seperti itu hanya bisa dicapai lewat proses biaxial rotomolding, dan pabrik Filipina yang mereka kunjungi mampu melakukannya.

Proses biaxial rotomolding kurang lebih berlangsung seperti ini: polietilena bubuk dituang ke dalam cetakan, kemudian dipanaskan dan diputar di sepanjang dua sumbu. Pemanasan dan pemutaran ini membuat bubuk mencair dan melapisi cetakan dengan sempurna. Hasilnya adalah produk yang nyaris tak bisa hancur.

Masuk akal jika kemudian Seiders bersaudara memilih nama Yeti sebagai nama merek untuk kotak pendingin yang mereka ciptakan. Seperti monster es yang menjadi inspirasi namanya, kotak pendingin buatan Seiders bersaudara adalah monster. Kotak pendingin Yeti tidak tidak rusak ketika diinjak-injak dan dibanting oleh pegulat profesional seberat 226 kg, begitu pula ketika digigit dan dicakar oleh beruang Grizzly.

Desain yang tahan banting dan nyaris sempurna ini hanya memiliki satu kelemahan: biaya produksinya tinggi. Sangat tinggi, malah. Ketika mereka puas dengan purwarupa yang mereka rancang dan memutuskan untuk mulai berjualan pada 2006, Seiders bersaudara menyadari bahwa harga yang masuk akal untuk kotak pendingin mereka adalah USD300. Sebagai perbandingan: kotak pendingin seperti Igloo dan Coleman dibanderol USD30 .

“Persoalannya adalah kotak pendingin sudah jadi barang komoditas,” ujar Roy. “Para pemain besar seperti Igloo, Coleman, dan Rubbermaid menjual produk mereka secara nyaris eksklusif kepada waralaba besar seperti Walmart dan Target. Toko kebutuhan khusus yang dijalankan oleh keluarga tidak dapat bersaing — kotak pendingin memakan banyak tempat, harganya murah, dan untungnya kecil. Kami memberi penawaran yang lebih menarik kepada mereka.”

Penawaran Seiders bersaudara kepada toko-toko itu sederhana: kenapa menjual kotak pendingin pemain besar dan mengambil untung 5 dolar AS dari setiap penjualan jika bisa mengantongi 100 dolar AS dari setiap Yeti yang terjual? Penawaran tersebut disambut baik, tapi menitipkan barang ke toko-toko yang mau menerima saja tidak cukup.

Seiders bersaudara kemudian menggodok strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena mereka tahu memasarkan Yeti ke sebanyak mungkin orang bukan strategi yang bijak, Seiders bersaudara mendekati kelompok yang sangat spesifik: orang-orang yang sangat suka menghabiskan waktu di alam, seperti mereka. Karena itu, Seiders bersaudara mendekati para pemburu dan pemancing profesional.

“Saat itu tidak ada perusahaan lain yang beriklan kepada outdoor enthusiast atau mengambil keuntungan dari para profesional di olahraga luar ruang. Ryan dan aku nyaris tidak percaya, peluang bisnis terbuka begitu lebar,” ujar Roy.

Mereka mengirim barang ke pegiat alam bebas masyhur, seperti Jim Shockey dan Flip Pallot. Saat itu Seiders bersaudara tidak punya dana untuk jadi sponsor mereka. Setelah mereka mengirim barang, baik Jim maupun Flip memberikan testimoni.

"Mereka disponsori oleh perusahaan kaca mata hitam terbaik atau perusahaan joran terbaik, tapi tidak ada perusahaan kotak pendingin lain yang menjadi sponsor mereka, jadi [upaya kami] mulus-mulus saja.”

Sementara kebanyakan pengusaha sikut-sikutan di red ocean, Seider bersaudara berhasil menerapkan blue ocean strategy. Dicetuskan oleh Chan Kim dan Renée Mauborgne, blue ocean strategy fokus menciptakan pasar dan permintaan alih-alih bersaing di pasar yang sudah ada dan berdarah-darah untuk mendapatkan perhatian konsumen.

Seiring waktu, Yeti menjadi besar dan mampu mensponsori orang-orang ternama di bidang berburu dan memancing. Seiring waktu pula, semakin banyak orang yang mengenal Yeti. Baik yang doyan memancing dan berburu maupun orang biasa, mulai mengenal dan memakai Yeti. Kemudian Seiders bersaudara mengambil langkah yang kemudian terbukti mengangkat Yeti lebih tinggi.

Februari 2014, Yeti meluncurkan botol minum berukuran 500 dan 800 ml. Peluncuran produk ini membuat Yeti menjangkau lebih banyak orang, utamanya kelompok di luar penggemar memancing dan berburu. Seiders bersaudara tahu bahwa biar bagaimanapun, orang-orang biasa tidak akan mengeluarkan USD300 untuk kotak pendingin Yeti karena kebutuhan mereka sudah terakomodir oleh kotak pendingin biasa. Karena itulah mereka meluncurkan produk yang bisa dipakai oleh orang-orang kebanyakan.

Infografik Yeti rev

Infografik Yeti. tirto.id/Gery

Hasilnya, Yeti menutup tahun 2014 dengan rekor penjualan 147 juta dolar AS. Sebagai perbandingan, tahun 2009 Yeti menutup tahun dengan total penjualan 9 juta dolar AS; 2011, 29 juta dolar AS.

Namun rekor penjualan bukan satu-satunya kabar baik di akhir tahun 2014. Di penghujung tahun yang sama, Yeti meluncurkan kotak pendingin ringan. Ukurannya lebih kecil namun sama kuat dengan produk awal mereka. Targetnya bukan penggila memancing dan berburu, melainkan para penikmat alam akhir pekan. Hasilnya, di akhir tahun 2015 Yeti kembali memecahkan rekor penjualan: 450 juta dolar AS.

“Orang-orang sangat passionate dengan hobi mereka — entah itu anak kuliahan yang menggunakan kotak pendingin kami untuk bepergian atau pemburu dan pemancing. Semua kelompok ini bersedia membayar lebih untuk produk yang tahan lama. Mereka tidak mau ketahuan menggunakan perlengkapan murahan, karena brand yang mereka pilih adalah bagian dari identitas mereka. Mendapatkan kepercayaan konsumen bisa sangat sulit, tapi begitu berhasil, kepercayaan ini kuat sekali,” ujar Roy.

Menghadapi Tantangan Pandemi

Rekor penjualan di tahun 2015 tidak membuat Yeti terlena. Inovasi terus berjalan dan produk-produk baru secara berkala diperkenalkan. Tahun 2019, Yeti menghasilkan 913,73 juta dolar AS dari penjualan. Kemudian: pandemi melanda.

Banyak perusahaan kewalahan menghadapi pandemi dan masalah turunannya — kekurangan tenaga kerja, kekacauan rantai pasokan, dan kenaikan harga. Yeti pun bukan pengecualian.

Anjuran untuk tinggal di rumah pada periode awal pandemi sempat memukul Yeti yang mulai membuka toko fisik pada akhir 2018. Maret 2020, Yeti sudah — lebih tepatnya baru — memiliki enam toko yang tersebar di beberapa kota di Amerika Serikat, dan keenamnya pun terpaksa tutup. April 2020, penjualan menurun sekitar 25 persen. Nilai saham pun terjun bebas. Namun pada akhirnya dan seperti yang sudah-sudah, Yeti baik-baik saja. Mereka berhasil menutup tahun 2020 dengan USD1,09 miliar dari penjualan, naik 19,48 persen dari tahun sebelumnya.

Bagaimana cara Yeti mengarungi bisnis di tengah pandemi?

Pertama, keberagaman kanal penjualan. Toko fisik memang tutup, tapi tidak demikian dengan toko online di laman web mereka sendiri dan di Amazon. Kerja sama dengan retailer di seluruh AS juga tetap berjalan. Ketika aturan mulai melonggar dan orang-orang mulai bosan di rumah, Yeti tetap mampu memenuhi permintaan yang kembali naik.

Kemudian keberagaman produk dan konsumen mereka pun turut membantu Yeti. Di titik ini, Yeti sudah sama sekali jauh dari citra produsen kotak pendingin. Sementara di tahun-tahun awal Yeti fokus mendekati beberapa pemancing dan pemburu, pada 2020 Yeti sudah punya 130 brand ambassador dengan latar belakang beragam — termasuk atlet selancar, ski, dan skateboard. Andai Yeti menghadapi pandemi dengan kotak pendingin dan botol minum saja, ceritanya tentu akan berbeda.

Namun hal yang benar-benar menjaga Yeti tetap bisa bertahan di tengah pandemi adalah brand story yang sudah terbentuk begitu kuat. Begitu kuat hingga orang-orang tetap merasa yakin untuk membelanjakan uang yang tidak sedikit untuk produk premium yang Yeti tawarkan.

Sebagai pengusaha, Seiders bersaudara berhasil menemukan blue ocean dan sanggup mengarunginya.

Sebagai desainer, mereka berhasil merancang produk yang nyaris sempurna dan dalam bentuk beragam pula.

Sebagai keduanya, Seiders bersaudara mampu membangun brand story yang otentik dan sama kuatnya dengan — bahkan mungkin lebih kuat dari — produk yang mereka ciptakan.

Baca juga artikel terkait NO-INFOGRAFIK atau tulisan lainnya dari Taufiq Nur Shiddiq

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Taufiq Nur Shiddiq
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Nuran Wibisono