Menuju konten utama

Yang Kaya Setelah Menjual Startup

Beberapa orang di dunia teknologi, menjual karya mereka pada perusahaan besar. Setelahnya, mereka hidup bergelimang harta.

Yang Kaya Setelah Menjual Startup
CEO Facebook Mark Zuckerberg berbicara di atas panggung selama Konferensi Facebook F8 di San Francisco, California, Selasa(12/4/2016) antara foto/reuter/stephen lam

tirto.id - Duduk di depan Laptop, merenung mencari ide, merealisasikan ide menjadi produk dengan beberapa baris kode pemrograman, dan mencetak kartu nama dengan tambahan kalimat “I’m CEO, Bitch.” tengah populer dalam beberapa tahun terakhir. Fakta bahwa 90 persen perusahaan rintisan berakhir tragis, tak membuat orang-orang berhenti bermimpi tentang hal tersebut.

Popularitas tokoh dunia teknologi seperti Mark Zuckerberg dan Evan Spiegel yang sukses merintis usahanya di usia muda, membuat banyak anak muda memiliki mimpi untuk membuat perusahaan rintisan. Tentu saja, motif ekonomi, atau secara lebih sederhana, menjadi kaya dengan cepat, adalah alasan yang tidak bisa ditolak oleh banyak orang yang akan membangun perusahaan rintisannya.

Namun, membangun perusahaan rintisan di bidang teknologi dan mencapai taraf sukses, baik secara produk maupun secara keuangan, tentu bukanlah hal yang mudah. Saban hari, seorang perintis harus mencurahkan hari-harinya untuk mengurusi segala permasalahan dan tantangan perusahaan rintisan yang dibangunnya tersebut. Dalam dunia demikian, umumnya, pendiri adalah orang yang juga merangkap sebagai CEO, COO, CTO, CMO, dan berbagai pekerjaan lainnya.

Manakala sebuah perusahaan rintisan telah memasuki taraf "aman", setidaknya ada dua pilihan yang bisa dilakukan. Pertama, si pendiri bisa melanjutkan perusahaan rintisannya agar semakin besar. Kedua, si pendiri, jika tidak ingin pusing memikirkan bisnis perusahaan rintisannya, bisa menjual jerih payahnya tersebut pada perusahaan-perusahaan besar. Sebut saja Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, dan lainnya.

Opsi kedua merupakan pilihan yang paling populer. Steve Wozniak, co-founder Apple sebagaimana dikutip dari Fortune bahkan mengungkapkan, "saya pikir uang telah menarik perhatian orang-orang yang berbeda dalam melihat teknologi hari ini dan berkata 'Ya Tuhan, saya mungkin bisa membuat perusahaan rintisan dan menghasilkan setumpuk uang (darinya)'."

Garrett Gee, yang memulai perusahaannya di tahun 2011 dengan sebuah aplikasi bernama Scan, sebuah aplikasi pemindai kode QR, adalah satu dari banyak pendiri perusahaan rintisan yang mengambil pilihan nomor dua. Gee memutuskan untuk menjual perusahaannya tersebut pada SnapChat pada tahun 2014 lalu dengan nilai $54 juta. Sesungguhnya, aplikasi buatan Gee terbilang memiliki langkah yang bagus secara bisnis. Sebelum diambil alih oleh SnapChat, perusahaan tersebut, berhasil memperoleh pendanaan senilai $8 juta dari beberapa Venture Capital yang terkesan dengan aplikasi tersebut.

Setelah dibeli SnapChat, Gee sesungguhnya memiliki banyak pilihan untuk memanfaatkan uangnya tersebut. "Rumah dan mobil baru terasa tidak baik," katanya. Gee melanjutkan, “kami tidak butuh hal seperti itu. Kami masih muda, sehat dan tidak butuh banyak hal apapun. Jadi kami mulai bercanda bahwa kami akan menyimpan uang itu (di bank), menjual apa pun (milik kami) dan menggunakan dana tersebut untuk berpergian keliling dunia. Kemana kami pergi? Apa yang kami lakukan? Dan kami memulai menambahkan perencanaan ke dalam daftar keinginan kami, dan (akhirnya) menjadi kenyataan.”

Dengan hasil penjualan perusahaan rintisannya tersebut, Gee dan keluarganya, pergi ke berbagai negara di dunia sesuai rencana mereka. Setidaknya, Gee bersama keluarganya telah menginjakkan kaki di wilayah Pasifik, Australia, Thailand, Selandia Baru, dan Bali.

Infografik Menjual Start Up

Selain Gee, ada pula Nick D’Aloisio, seorang pemuda yang menciptakan aplikasi bernama Summly, aplikasi pengumpul berita. Pada usianya yang baru beranjak 17 tahun, D’Aloisio menjual ciptaannya tersebut pada Yahoo. Dikabarkan, sang pemuda memperoleh uang senilai $30 juta untuk aplikasinya tersebut yang diboyong Yahoo.

Menjadi kaya di usia muda, jelas merupakan prestasi yang sulit ditandingi banyak orang. Uang yang melimpah, justru tak membuatnya meninggalkan gaya hidup lamanya. D’Aloisio, sebagaimana dikutip dari Telegraph mengungkapkan bahwa ia memiliki rencana “membosankan” terhadap uangnya tersebut. "Saya berencana untuk menginvestasikan uang itu, orang tua sana akan memegang kendalinya," ujarnya. Sebagaimana dikutip dari The Guardian, D’Aloisio mengungkapkan jika usianya telah bertambah, mungkin ia akan menggunakan uangnya untuk membeli apartemen, mobil, dan berlibur.

Selanjutnya, ada pula Markus Frind, yang kala usianya menginjak 36 tahun, berhasil menjual situsweb buatannya, Plenty of Fish, sebuah situs kencan online, pada Match Group senilai $575 juta. Frind yang memulai situsweb tersebut sebagai bagian dari “meningkatkan resume”, pada akhirnya berhasil menjadi jutawan. Frind mengungkapkan, ia tidak memiliki rencana penggunaan uang hasil menjual situs miliknya tersebut. "Ini sangat tidak nyata," katanya, seperti dikutip dari Enterpreneur.

Ada pula David Karp yang membuat Tumblr pada tahun 2007, menjual platform bloggingnya tersebut pada Yahoo dengan nilai yang cukup fantastis yakni senilai $1,1 miliar. Dengan uang yang melimpah yang ia terima, Karp hidup dengan sangat nyaman. Ia bisa tinggal di sebuah apartemen seharga $1,6 juta di Brooklyn, Amerika Serikat. Karp pun menjadi anggota klub mobil di Manhattan yang mengharuskan pada anggotanya membayar biaya senilai $8.000 per tahun.

Selain sisi kehidupan yang mengesankan tersebut, Karp masih menyimpan gaya hidup sederhananya. Ia dikabarkan masih suka mengendarai motor Vespa miliknya untuk berangkat ke kantor Tumblr.

Tentu, memiliki kehidupan seorang jutawan adalah dambaan setiap orang. Tapi yang perlu diingat, menjadi orang-orang seperti itu, membutuhkan banyak pengorbanan. Mereka, berhasil setelah mengorbankan sebagian kehidupannya. Selamat berkorban.

Baca juga artikel terkait START-UP atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti