Menuju konten utama

Warga Tembagapura Dipulangkan ke Rumah usai 10 Bulan Mengungsi

Ribuan warga Banti dan Opitawak diminta TNI dan Polri ke pengungsian sejak 2 Maret 2020 lalu dengan dalih keamanan.

Warga Tembagapura Dipulangkan ke Rumah usai 10 Bulan Mengungsi
Aparat TNI dan Polri mengarahkan para pengungsi Banti dan Opitawak untuk menjaga jarak saat hendak masuk ke dalam bus PT Freeport Indonesia. (ANTARA/HO/Kodim Mimika)

tirto.id - Sebanyak 144 pengungsi asal Banti dan Opitawak, Distrik Tembagapura dipulangkan ke kampung halaman mereka pada Senin (25/1/2021) setelah berbulan-bulan mengungsi di Kota Timika akibat kondisi keamanan yang tidak kondusif.

Para pengungsi ini terdiri atas 113 orang dewasa dan 31 anak-anak itu merupakan gelombang ketiga setelah sebelumnya lebih dari 200 pengungsi telah kembali ke Banti dan Opitawak pada Rabu (20/1) dan Kamis (21/1) pekan lalu.

Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Yoga Cahya Prasetya di Timika mengatakan jajaran TNI dan Polri di Mimika turut serta membantu Pemkab Mimika dan PT Freeport Indonesia untuk memulangkan para pengungsi Banti dan Opitawak.

Para pengungsi itu dipulangkan ke Tembagapura menggunakan tiga armada bus karyawan PT Freeport Indonesia.

"Sebelumnya mereka yang naik ke Tembagapura telah terlebih dahulu mengikuti pemeriksaan kesehatan pada hari Kamis pekan lalu. Setelah dinyatakan sehat baru mereka bisa kembali ke kampung," kata Yoga dilansir dari Antara, Senin (25/1/2021).

Yoga mengatakan jajarannya bersama Polres Mimika akan terus membantu dan mengawal pemulangan para pengungsi Banti dan Opitawak.

Sesuai data Pemerintah Distrik Tembagapura, jumlah warga Banti 1, Banti 2 dan Opitawak yang mengungsi ke Timika sebanyak 2.075 jiwa.

Pemulangan pengungsi Banti dan Opitawak itu hanya bisa dilakukan mulai hari Senin hingga Kamis setiap minggu.

Sementara untuk hari Jumat hingga Minggu, armada bus PT Freeport Indonesia akan digunakan untuk mengangkut karyawan yang akan melaksanakan istirahat kerja di Timika maupun yang akan berangkat kerja dari Timika ke Tembagapura.

Ribuan warga Banti dan Opitawak diminta TNI dan Polri ke pengungsian itu sejak 2 Maret 2020 lalu. Sejak tahun 1973, keberadaan warga di Tembagapura, berulang kali tergusur aktivitas tambang PT Freeport Indonesia.

Waa Banti adalah satu dari enam kampung yang secara administratif berada di distrik Tembagapura, kota yang berdiri pada 1973, dibangun dari aktivitas tambang PT Freeport Indonesia. ‘Mile’ adalah sebutan bagi satu-satunya jalan yang menghubungkan antara Tembagapura dan Kuala Kencana, kota yang dibangun dan dikelola sepenuhnya oleh Freeport.

Kawasan ini pada hari normal saja dijaga aparat dengan ketat karena lokasinya yang vital bagi pertambangan. Jalan ini hanya bisa diakses oleh karyawan Freeport, aparat keamanan, dan penduduk setempat.

Eksodus terjadi karena desa Mama Martina jadi zona merah baku tembak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan aparat keamanan Indonesia pada 2 Maret lalu, satu hari sebelum di Jakarta, ibu kota Indonesia, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama COVID-19.

“Ketika pemerintah belum ada, Freeport belum ada, segala belum ada, Tuhan ciptakan kami [sebagai] tuan tanah untuk jaga emas dan perak di Tembagapura,” kata Martina, salah seorang pengungsi yang memuntahkan kekesalannya terhadap situasi ini ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu 15 Juli 2020 lalu.

Humas Polda Papua Kombes Kamal berkata warga mengungsi karena “takut dengan kekejaman kelompok bersenjata.” Sebaliknya, menurut Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom, masyarakat mengungsi karena “kampungnya diambil alih oleh aparat.” Baku tembak juga berawal dari aparat Indonesia, klaim Sebby, sementara TPNPB-OPM hanya “beli jualan”—sebuah aksi balasan.

Kondisi saat ini, Januari 2021 diklaim aparat TNI-Polri sudah aman sehingga warga bisa kembali ke rumahnya. Namun, ternyata aparat TNI-Polri tetap membangun empat pos TNI dan Polri di wilayah Banti 1, Banti 2, Tagabra dan Opitawak.

Tiga dari empat pos itu kini ditempati pasukan TNI dari Yonif 756/WMS yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Daerah Rawan dan pasukan Brimob BKO dari Polda Kepulauan Riau.

"Intinya dari keamanan sudah ada pos di sana. Sampai sekarang ini situasi di sana cukup aman," ujar Dandim Mimika Letkol Letkol Inf Yoga Cahya Prasetya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK BERSENJATA PAPUA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana