tirto.id - Yunarto Wijaya, direktur eksekutif Charta Politika Indonesia, menyebutkan pertarungan Pilkada DKI Jakarta menjadi pertarungan antara rasional dan emosional. Sebagian besar warga Jakarta puas atas kinerja Ahok-Djarot tetapi tak cukup menaikkan elektabilitas sang petahana.
Dari hasil survei Charta Politika, meski tingkat kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja petahana sebesar 71,9 persen, tetapi elektabilitas Ahok-Djarot hanya 43,4 persen.
Ada sejumlah faktor, demikian Yunarto, antara lain karakter Ahok yang kontroversial dan aspek primordial yakni perbedaan agama.
“Itu dimanfaatkan oleh Anies-Sandiaga yang, dalam beberapa variabel, dikatakan ramah dan santun, serta faktor agama yang sama,” ujarnya, Sabtu (15/4).
Yunarto menyebutkan, kunci kemenangan kursi DKI-1 adalah berhasil merebut sisi emosional dan pilihan rasional elektorat. Belajar dari kemenangan Donald Trump di pemilu Amerika Serikat, Trump memenangkan kontestasi pertama-tama bukan karena ukuran kebijakan-kebijakan apa yang akan ia ambil bila terpilih, tetapi ia memadukannya dengan karakter dan gaya bicaranya yang blakbalakan, bahkan rasis, yang gampang memikat masyarakat kulit putih.
“Jadi, menurut saya, itu faktor yang tetap ada dalam serial pemilu termasuk di negara maju. Di situlah kita bisa menguji, termasuk di Jakarta,” ujarnya.
Survei Charta Politika menggambarkan, dari segi penilaian, calon gubernur paling disukai adalah Anies Baswedan, sebesar 46,4 persen. Sementara Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama sebesar 45 persen. Adapun Sandiaga Uno 47,6 persen dan Djarot Saiful Hidayat 41,7 persen.
Dari segi kepantasan, 72,4 persen responden memilih Anies, Ahok 69,3 persen, Sandiaga 67,0 persen, dan Djarot 69,1 persen.
Sebesar 22,9 persen responden memilih Anies-Sandi karena ramah dan sopan; 22,6 persen karena alasan agama; 5,4 persen karena wajah baru; 5,1 persen karena program kerja; 4,9 persen karena berwibawa dan alasan lain. Sementara, untuk Ahok-Djarot, 31,9 persen responden memilihnya karena kerja nyata; 22,7 persen karena tegas; 4,9 persen karena program dianggap bagus; 3,2 persen berpengalaman dan beberapa alasan lain.
Bagi responden di kubu pemilih Anies-Sandi, alasan tidak memilih Ahok karena Ahok dianggap kasar dan arogan (31,4 persen), faktor agama (15,7 persen), penista agama (10,9 persen), dililit banyak masalah (1,4 persen), dan ada 40,6 persen yang tidak menjawab.
Sebaliknya, bagi pemilih di kubu Ahok-Djarot, alasan mereka tidak memilih Anies-Sandi karena belum berpengalaman (24,3 persen), program tidak jelas (6,8 persen), banyak mengumbar janji (4,6 persen); korupsi (1,4 persen), dan ada 63 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Dalam survei itu, secara keseluruhan, alasan responden memilih berdasarkan rekam jejak kandidat sebanyak 43,2 persen, program yang ditawarkan 25,3 persen, kepribadian kandidat 25,4 persen, dan 6 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei oleh Charta Politika ini dilakukan pada 17-12 April 2017 melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Sampel yang dipakai sebanyak 782 responden dari 1.000 responden yang direncanakan.
Responden tersebar di seluruh Jakarta dan berusia di atas 17 tahun. Survei memakai metode acak bertingkat dengan marjin eror kurang lebih 3,5 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Yandri Daniel Damaledo