tirto.id - Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi, mempertanyakan kembali keseriusan pemerintah terkait moratorium kelapa sawit. Pasalnya, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tetap melakukan pelepasan lahan seluas 9.964 hektare setelah moratorium ditetapkan.
"Pemerintah sudah memerintahkan untuk melakukan penundaan untuk perizinan sawit pada 19 September 2018 melalui Moratorium Sawit, tapi KLHK justru melepaskan pelepasan lahan untuk sawit. Ini menunjukkan pelanggaran," kata Zenzi saat ditemui di Kantor Walhi, Mampang-Prapatan, Jakarta, pada Rabu (9/1/2019).
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan moratorium sawit melalui Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan Perizinan Kelapa Sawit serta Produktivitas Kelapa Sawit pada 19 September 2018. Namun, pada 23 November 2018, KLHK mengeluarkan pelepasan hutan dengan Nomor SK.517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2018 tentang pelepasan kelapa sawit atas nama PY Hardaya Inti Plantations di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
"Sawit tidak boleh ditanam dalam kawasan hutan. Namun, ada kepala daerah yang berwenang menerbitkan IUP [Izin Usaha Pertambangan]. Dan IUP ini tidak bisa diterbitkan jika pihak pemerintahan belum melepaskan kawasan hutannya," jelas Zenzi.
Selain itu, yang berwenang adalah pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan hak guna usaha (HGU). "Kami meminta kepada BPN agar tidak memberikan izin," kata Zenzi.
Zenzi juga mengapresiasi pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat melakukan penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu pada tahun 2012. Saat itu, Amran menerima sejumlah uang agar menerbitkan HGU tanah 4.500 hektare kepada PT Sebuku Inti Plantation, pihak yang saat ini dalam proses menuju penerimaan izin lahan.
"Sekarang KPK perlu memerhatikan kembali yang terjadi di sana [Buol]. Jangan sampai terulang," kata Zenzi.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri