Menuju konten utama

WALHI: Jokowi dan Prabowo Abaikan Akar Masalah Konflik Agraria

WALHI menilai visi misi Jokowi maupun Prabowo belum menghadirkan solusi untuk akar masalah utama konflik agraria.

WALHI: Jokowi dan Prabowo Abaikan Akar Masalah Konflik Agraria
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kanan) bersalaman dengan capres no urut 02 Prabowo Subianto sebelum mengikuti Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019). ANTARA FOTO/Setneg-Agus Suparto/foc.

tirto.id - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai ada poin-poin yang saling bertolak belakang dalam visi-misi Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandiaga.

Misalnya, di satu sisi, kedua paslon sama-sama ingin melakukan reforma agraria dan mengembalikan kedaulatan tanah kepada rakyat. Namun, dalam visi misi-nya, mereka juga mengakomodir investasi dari korporasi besar di sektor sumber daya alam.

Manajer Kampanye WALHI Sulawesi Tengah, Stevandi mengatakan hal tersebut bertolak belakang karena konflik agraria di Indonesia kerap diakibatkan masuknya investasi dari korporasi besar di sektor sumber daya alam.

"Kami apresiasi gagasan penataan agraria di Indonesia, namun selengkap apa pun program yang disusun, itu akan menjadi keniscayaan apabila tidak terdokumentasi secara konkret," kata Stevandi saat ditemui di kantor WALHI, Jakarta pada Selasa (12/2/2019).

Menurut Stevandi, reforma agraria dan distribusi tanah secara adil bisa terwujud jika hak atas lahan benar-benar diberikan kepada para petani.

"Tapi kalau kita periksa lagi secara detail program Jokowi dan Prabowo, masih mengakomodir berbagai macam kepentingan investasi atas sumber daya alam. Padahal kedua poin ini prinsipnya betolak belakang," kata dia.

Karena itu, Stevandi mempertanyakan keseriusan Prabowo dan Jokowi mendorong reforma agraria jika menang Pilpres 2019. ”Korporasi berbasis [bisnis] sumber daya alam di Indonesia telah berkontribusi terhadap konflik agraria," ujar dia.

Seharusnya, Stevandi menambahkan, visi misi serta program Jokowi dan Prabowo menyentuh akar masalah utama yang memicu konflik agraria di Indonesia.

"Bukan program abal-abal. [contohnya] Sawit membawa petaka di Sulawesi Tengah," dia melanjutkan.

Stevandi mencatat, berdasar data yang pernah dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekitar 15-16 juta hektar lahan di Indonesia dikuasai oleh korporasi. Sementara menurut kajian WALHI, dari 6,3 juta hektar lahan di Sulteng, 700.000 hektar dikuasai oleh korporasi perkebunan sawit.

“Dari luasan monopoli ruang yang begitu besar tersebut, itu juga tidak menghindarkan korporasi sawit dan berbagai macam problem lingkungan hidup, salah satunya di Sulawei Tengah," ujar Stevandi.

Isu lingkungan akan menjadi salah satu tema Debat Pilpres 2019 tahap kedua pada 17 Februari 2019, di Hotel Fairmont, Jakarta. Debat antarcapres ini akan membahas topik energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur.

Tujuh panelis ditunjuk KPU dalam debat kedua ini. Mereka yaitu Rektor ITS Joni Hermana, Rektor IPB Arif Satria, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati dan ahli pertambangan ITB Irwandy Arif.

Selain itu, pakar energi Ahmad Agustiawan, pakar lingkungan Undip Sudharto P. Hadi dan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika.

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom