tirto.id - Virginia Woolf dikenal sebagai salah satu pionir stream of consciousness atau aliran kesadaran dalam karya-karyanya. Teknik penulisan itu pertama kali diperkenalkan oleh William James pada tahun 1890 dalam The Principles of Psychology sebuah buku tentang psikologi.
Dalam sastra, stream of consciousness adalah mode narasi atau metode yang menggambarkan berbagai pemikiran serta perasaan yang melintas di dalam pikiran. Pada tahun 1918, May Sinclair, penulis asal Inggris, pertama kali menerapkan istilah itu dalam konteks sastra saat membahas Pointed Roofs (1915), sebuah novel karya Dorothy Richardson.
Dalam metode narasi, aliran kesadaran mencoba menggambarkan kejadian melalui proses pemikiran atau tindakan karakter, yang digambarkan sebagai suara didengar dalam benaknya atau ditujukan pada diri sendiri.
Mrs. Dalloway (1925) adalah salah satu karya Virginia Woolf yang menggunakan narasi stream of consciousness yang mengajak pembaca untuk menyelami pikiran karakter untuk membangun citra sosial Clarissa Dalloway. Pada bulan Oktober 2015, novel ini dipilih oleh majalah TIME sebagai satu dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik sejak 1923.
Mengutip laman Independent, selain Mrs. Dalloway, To the Lighthouse (1927) adalah karya Virginia Woolf lainnya yang menggunakan teknik aliran kesadaran. Dalam novel ini, dia mengeksplorasi ketakutan manusia akan perubahan dengan cara baru yang menyakinkan.
Selain Mrs. Dalloway, Majalah TIME juga memilih To the Lighthouse sebagai satu dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik sejak 1923. Pada tahun 1998, To the Lighthouse berada di posisi ke-15 dalam daftar 100 novel berbehasa Inggris terbaik abad ke-20 versi Modern Libary.
Saat Perang Dunia II berkecamuk di Eropa, Virginia Woolf mengalami depresi berat dan tidak dapat mengatasinya. Hidupnya tragis berakhir bunuh diri dengan terjun ke Sungai Ouse setelah mengisi penuh mantelnya dengan batu pada 28 Maret 1941.
Dikenal sebagai tokoh sastra modern abad ke-20, Virginia Woolf menggunakan aliran kesadaran dengan masuk ke dalam pikiran karakter. Teknik ini membuat pembaca memiliki akses untuk mengalami karakter pikiran dari dalam.
Pasca Perang Dunia II, popularitasnya menurun. Namun, karya-karya Virginia Woolf kembali bergaung selama gerakan feminis tahun 1970-an. Namanya tetap dikenal sebagai salah satu penulis paling berpengaruh di abad ke-21.
Penulis: Ibnu Azis
Editor: Ibnu Azis