tirto.id - “Kami tidak akan meminta pramugari kami berbikini. Kami menghargai Indonesia sebagai salah satu negara Muslim terbesar.”
Begitulah Jay L Lingeswara, Wakil Direktur Urusan Komersil VietJet Air, mengungkapkan komitmen perusahannya saat maskapai penerbangan asal Vietnam itu membuka rute penerbangan dari Jakarta ke Ho Chi Minh City pada Agustus 2017.
Komitmen itu rupanya berhasil ditepati sehingga VietJet Air diizinkan membuka rute penerbangan baru.
Mulai Maret nanti, penumpang dari Ho Chi Minh City bisa langsung singgah ke Denpasar sebelum akhirnya berhenti di Jakarta.
VietJet Air bukanlah satu-satunya maskapai yang menawarkan pelayanan unik dan kontroversial. Melansir dari Reuters, agen perjalanan OssiUrlaub.de pernah menimbulkan kegemparan lantaran membuka 55 kursi untuk mereka yang ingin merasakan sensasi terbang dalam keadaan telanjang.
Membanderol harga sebesar 499 Euro, penumpang diberangkatkan dari Erfurt ke sebuah resort di Laut Baltic.
“Saya tidak ingin orang-orang salah paham dan menganggap ini semacam klub untuk berganti pasangan di pesawat. Kami hanya bermaksud memperkenalkan Naturisme atau budaya membebaskan tubuh,” kata Direktur Manajemen Enrico Hess, seperti diwartakan Reuters.
Sebagian orang mungkin pernah memiliki teman perjalanan yang tak menyenangkan. KLM Royal Dutch Airlines menangkap peristiwa tak menyenangkan ini dan menjadikannya peluang untuk meluncurkan layanan Meet & Seat pada Februari 2012.
Dengan layanan ini, penumpang diperbolehkan memilih teman sebangkunya berdasarkan profil di media sosial.
Berdasarkan poling yang dilakukan KLM, 45 persen dari seribu penumpang mengaku mereka lebih cenderung melakukan tebar pesona pada teman perjalanannya.
Sayangnya, tak semua orang mengaku senang dengan adanya layanan ini. Ben Hammersley, seorang pelancong dari London, mengatakan penolakan dari orang lain justru akan memicu perasaan kesal.
“Meet & Seat akan berguna jika orang menemukan teman perjalanan dengan ketertarikan yang sama, tapi ini juga membuat orang lain kesal jika teman yang Anda inginkan justru menolak Anda. Ini bisa menimbulkan dinamika sosial yang aneh,” ujar Hammersley, seperti dilansir dari Mashable.com.
Hammersley boleh saja mengeluh, namun layanan ini rupanya menarik untuk ditiru. Sejumlah maskapai seperti Malaysia Airlines dan Virgin Atlantic melakukan langkah serupa agar penumpang semakin nyaman. Ivo Vlaev, psikolog dari Imperial College London, membenarkan pernyataan ini.
“Koneksi adalah kebutuhan kita yang sama pentingnya dengan makan dan minum. Itu membuat kita menjadi manusia dan bahagia. Itu bisa menghasilkan dopamin yang bermanfaat bagi jaringan otak dan ya… itu bagus untuk kita,” pungkas Vlaev, seperti dilansir dari BBC.
Editor: Yandri Daniel Damaledo