Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Vaksinasi Gotong Royong Dinilai Sulit Diawasi & Rawan Kebocoran

Sulfikar Amir dari Koalisi Vaksin untuk Semua menilai vaksinasi gotong royong sangat berpotensi terjadi kebocoran.

Vaksinasi Gotong Royong Dinilai Sulit Diawasi & Rawan Kebocoran
Sejumlah aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas sebagai pelayan publik mengikuti vaksinasi masal COVID-19 tahap pertama yang dilaksanakan di Kantor Pemerintah Kota Tangerang, Tangerang, Banten, Jumat (26/2/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.

tirto.id - Pemerintah membuat skema vaksinasi "gotong-royong" yang dilakukan oleh perusahaan swasta yang ditujukan kepada karyawan dan keluarganya secara gratis. Namun skema itu dinilai rawan kebocoran dan sulit diawasi.

Skema vaksinasi dipertanyakan sejumlah kalangan salah satunya co-founder Kawal COVID-19, Elina Ciptadi. "Vaksin gratis untuk kelompok prioritas saja bisa bocor ke keluarga anggota DPR kan? Apalagi yang swasta," kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (26/2/2021).

Ia ragu bahwa dengan dua sistem vaksinasi yakni oleh pihak swasta dan pemerintah berjalan bersamaan ini akan lancar. Sebab sistem vaksinasi gratis dari pemerintah yang sekarang sudah dilakukan saja dinilainya belum berjalan lancar.

Pun demikian terkait dengan pengawasan terhadap vaksinasi swasta. Dalam Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 disebutkan bahwa vaksin gotong royong dari perusahaan ke karyawan atau keluarganya akan gratis, namun hal itu sulit diawasi apakah betul gratis.

"Mengawasi satu sistem yang gratis [vaksinasi pemerintah] saja belum berjalan lancar, apalagi dua sistem: gratis versus swasta. Sampai sekarang kita belum melihat bagaimana mekanisme kontrolnya," kata Elina.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu fokus pada vaksinasi kelompok prioritas salah satunya lansia yang sangat rentan. Akan lebih baik bila vaksinasi pemerintah maupun swasta difokuskan untuk mempercepat vaksinasi kelompok lansia kata Elina.

Sulfikar Amir dari Koalisi Vaksin untuk Semua juga mengatakan hal yang sama, bahwa vaksinasi gotong royong sangat berpotensi terjadi kebocoran.

"Kalau kita lihat di situ [Permenkes Nomor 10/2021] ada potensi kebocoran memang. Kebocoran vaksin gotong royong ini ke publik karena tidak ada aturan yang ketat mengenai distribusi vaksin itu kepada setiap karyawan dan keluarga perusahaan yang mengikuti vaksin mandiri," kata Sulfikar kepada Tirto.

Ia melihat dalam permenkes tersebut mekanisme vaksin gotong royong hanya didrop begitu saja tanpa ada mekanisme kontrol yang jelas.

"Ini harus dikawal terus oleh publik jangan sampai vaksin gotong royong menjadi komoditas komersial di masyarakat ketika tahapan vaksinasi untuk kelompok prioritas belum selesai," kata Sulfikar yang merupakan sosiolog bencana Nanyang Technological University Singapura.

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mengatakan vaksinasi swasta atau vaksin gotong-royong ini belum jelas apakah semua ini akan dapat menurunkan mortalitas atau angka kesakitan. Sebab vaksinasi yang dilakukan bukan berdasarkan kelompok prioritas.

"Kalau vaksin gotong royong berbasis pekerjaan di perusahaan itu ya berarti pendekatannya bukan memproteksi orang yang berisiko tinggi yang masuk kelompok risiko. Tapi ini berdasarkan pendekatan ekonomi, jadi orang yang tidak bekerja di situ tidak mendapatkan akses," kata Dicky.

Baca juga artikel terkait VAKSINASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz