tirto.id - Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2018 sebesar 357,5 miliar dolar AS atau Rp4.790 triliun dengan perhitungan kurs rupiah terhadap dolar sesuai APBN sebesar Rp13.400.
Utang-utang itu terdiri dari, utang sektor pemerintah dan Bank Sentral sebesar 183,4 miliar dolar AS atau Rp2.457 triliun, serta utang swasta sebesar 174,2 miliar dolar AS atau Rp2.334 triliun.
Deputi Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Tutuk S Cahyono menyatakan total utang luar negeri tersebut tumbuh stabil sebesar 10,3 persen dibanding hitungan total Januari 2017, yaitu sebesar 324,3 miliar dolar AS atau Rp4.345 triliun.
Dengan rincian, utang sektor pemerintah dan Bank Sentral sebesar 161,2 miliar dolar AS atau Rp2.160 triliun dan utang swasta sebesar 163 miliar dolar AS atau Rp2.184 triliun. Secara tahun ke tahun (year on year/YoY), komposisi sektor pemerintah dan Bank Sentral naik 13,7 persen, sedangkan untuk sektor swasta naik 6,8 persen.
"Posisi ULN tersebut sebagian besar ULN jangka panjang. Utang jangka panjang mencakup 85,9 persen atau sekitar USD 307,2 miliar. Itu utang jangka panjang dan utang jangka pendek sekitar USD 50,3 miliar atau 14,1 persen," ujar Tutuk di Bank Indonesia Jakarta pada Kamis (15/3/2018).
Tutuk menerangkan, dominasi utang luar negeri jangka panjang itu mencerminkan struktur ULN di sektor pemerintah dan Bank Sentral tetap sehat. Selain itu, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia juga sejalan dengan pembiayaan pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya.
Direktur Strategi dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, Schneider Siahaan mengklaim bahwa utang-utang tersebut dapat lunas dalam jangka waktu jatuh tempo 9 tahun mendatang asalkan dikelola dengan baik.
"Karena penerimaan pajak kita berkisar Rp1.800 triliun," sebutnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto