tirto.id - Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai usulan penetapan hukuman mati bagi koruptor yang merugikan negara di atas Rp100 miliar tidak tepat. Bahkan usulan tersebut dinilai tidak berguna sebab sudah ada aturannya.
"Aturan ini sudah ada dalam Undang undang dan sangat jelas ketentuan serta syaratnya, jadi tidak perlu lagi membuat klausul baru bagi koruptor secara matematik berdasarkan jumlah uang," ujar Azmi kepada reporter Tirto, Kamis (24/3/2022).
Ketentuan hukuman mati sudah diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi: seseorang yang melakukan tindakan koruptif dalam situasi bencana alam, krisis ekonomi dapat dikenakan hukuman mati. Azmi mengatakan payung hukumnya sudah jelas ada sehingga tak perlu ditambahi lagi.
"Penegak hukum termasuk DPR harus konsisten terhadap undang-undang yang sudah ada, sejak lebih dari dua puluh tahun menentukan sanksi bagi koruptor dapat dituntut pidana mati," ujarnya.
Untuk memberikan efek jera, Azmi menilai aparat penegak hukum perlu memiskinkan koruptor dan tidak memberikan keringan melalui korting hukuman.
"Demi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat jangan pernah ada kompromi buat koruptor," tandasnya.
Usulan mengenai hukuman mati bagi koruptor yang merugikan negara di atas Rp100 miliar, tercetus dari Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman. Hal itu ia sampaikan saat rapat dengar pendapat bersama Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, kemarin (23/3/2022).
"Kami sangat mendukung tuntutan jaksa yang tinggi dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi yang nilainya besar, mungkin nanti dikategorisasi saja, di bikin standar, di atas Rp100 miliar tuntutannya hukuman mati atau seumur hidup, dibikin kategorisasi," ujar Politikus Partai Gerindra itu.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan