tirto.id - Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri mengatakan bahwa Prabowo Subianto tak butuh bertemu dengan Joko Widodo terkait rekonsiliasi kedua kubu pasca Pilpres 2019.
Jawaban tersebut muncul saat Maher ditanya oleh wartawan bagaimana kehendak Prabowo kedepannya dan apa ada keinginan Prabowo bertemu dengan Jokowi untuk rekonsiliasi.
"Pak Prabowo enggak membutuhkan mau ketemu Pak Jokowi," kata Maher saat dihubungi wartawan, Kamis (27/6/2019) tengah malam.
"Tapi dia kalau mau ketemu, dia minta aja, dia pasti ketemu. Enggak ada problem dua-duanya, sering ketemu kok. Jadi kalau you bicara ketemu, enggak ada masalah," lanjut Maher.
Maher juga menegaskan menolak jika partainya mendapat tawaran dari kubu 01 pasca Pilpres 2019. Tawaran itu tak pernah ada, kata Maher.
"Enggak, enggak ada, enggak dibahas. Koalisi itu kan musti ada tawaran, enggak ada [tawaran] kok. Sampai sekarang belum ada tawaran," katanya.
Isu tawaran bergabung koalisi dari 01, kata Maher, merupakan kabar burung yang tak benar. Ia menegaskan bahwa jika ada proposal ajakan koalisi tak pernah sampai ke tangan Prabowo.
Ia juga menegaskan tak ada orang dari partainya yang diam-diam menerima tawaran koalisi itu.
"Bukan orang Gerindra. Enggak pernah dari Gerindra, orang dari luar. Yang mewakili katanya dari sebelah sana ingin [ajak] berkoalisi. Dari mana? Kita enggak bisa nanggapi yang gitu dong. Kalau resmi itu surat dari Jokowi, itu baru benar [bisa ditanggapi]," katanya.
Kendati demikian, Maher mengaku memang di dalam tubuh Partai Gerindra pun ada pro dan kontra terkait rekonsiliasi yang akan dibangun dengan kubu 01.
"Dimana-mana itu selalu ada yang pro-kontra. Namanya negara demokrasi enggak ada yang diberangus, oh lo pro atau lo kontra. Lo pun bebas, lo boleh kasih pendapat, enggak ada yang menolak," katanya.
Maher Algadri merupakan salah satu konglomerat era Orde Baru yang menjadi kawan dekat Prabowo Subianto sejak kecil. Ia saat ini menduduki kursi Dewan Pembina Partai Gerindra.
Namanya pernah masuk dalam Paradise Papers. Kasus Paradise Papers menghebohkan sejumlah negara dan mengaitkan praktik pencucian uang sejumlah nama beken dunia, dari Ratu Elizabeth II hingga Facebook.
Dokumen yang disebut Paradise Papers ini adalah upaya investigasi global yang dikerjakan para wartawan yang tergabung dalam The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) untuk menyingkap aktivitas perusahaan cangkang (offshore) dari sejumlah orang dan perusahaan terkuat di dunia.
Sebagian Berkas Suaka Pajak ini berhubungan dengan biro hukum dan perusahaan penyedia layanan yang beroperasi bersama di 10 wilayah hukum dengan nama Appleby. Tahun lalu, penyedia layanan bisnis "fidusia" dari bisnis ini menjadi subjek pembelian manajemen dan sekarang disebut Estera.
Dalam dokumen tersebut, nama Prabowo Subianto, Mamiek Soeharto, dan Tommy Soeharto, turut disebut. Prabowo pernah menjadi direktur dan wakil pimpinan Nusantara Energy Resources yang berkantor di Bermuda. Perusahaan yang terdaftar pada 2001 ini tercatat sebagai "penunggak utang" dan ditutup pada 2004.
Tommy disebut sebagai pimpinan Humpuss Group, pernah menjadi direktur dan bos dewan Asia Market Investment, perusahaan terdaftar di Bermuda pada 1997, yang ditutup pada 2000.
Sedangkan Mamiek adalah wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd serta pemilik dan pimpinan Golden Spike South Sumatra Ltd, bersama Maher Algadri, eksekutif Kodel Group, salah satu konglomerat terbesar Indonesia di zaman Soeharto. Dua perusahaan ini tercatat di Bermuda pada 1990 dan sekarang sudah ditutup.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri