tirto.id - Angka kasus corona COVID-19 di seluruh dunia terus melonjak. Menurut data dari situs Worldometers yang dilaporkan secara live, hingga Senin, (11/1/2021) pukul 16.20 WIB, jumlah kasus secara global tekah menyentuh angka 90,743,423 atau hampir mencapai 100 juta kasus.
Total pasien yang meninggal dunia yaitu sebanyak 1,944,311 dan yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 64,892,318. Saat ini, kasus aktif di seluruh dunia sebanyak 23,906,794.
Worldometers melaporkan, Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus tertinggi di seluruh dunia, yaitu mencapai 22,917,334 dengan jumlah kematian mencapai 383,275.
India berada di urutan ke-2 dengan kasus tertinggi di dunia, yaitu sebanyak 10,467,431, kemudian disusul Brasil dengan 8,105,790 kasus.
Rusia mendapat tambahan kasus baru sebanyak 23,315 dan 436 kematian baru. Total kasus di Rusia mencapai 3,425,269 dan berada di urutan ke-4 dunia.
Inggris menempati urutan ke-5 dengan 3,072,349 kasus disusul Prancis dengan 2,783,256.
Indonesia menurut catatan Worldometers, mendapat tambahan kasus baru sebanyak 8,692 dan 214 kematian baru. Total kasus di RI saat ini mencapai 836,718 dengan jumlah kasus aktif sebanyak 123,636.
Pidato Terbaru WHO Soal COVID-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, COVAX yang dibentuk oleh GAVI, CEPI dan WHO pada April tahun lalu kini telah mendapatkan kontrak 2 miliar dosis vaksin COVID-19 yang aman dan efektif, yang siap diluncurkan segera setelah vaksin dikirimkan.
"Namun, di sinilah tantangan saat ini. Negara-negara kaya telah membeli sebagian besar pasokan berbagai vaksin. Ke depannya, saya ingin melihat produsen memprioritaskan pasokan dan peluncuran melalui COVAX," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat memberikan pidato pada jumpa pers tentang COVID-19, Jumat (8/1/2021).
Tedros menyatakan, hal ini berpotensi menaikkan harga untuk semua orang dan berarti orang-orang berisiko tinggi di negara-negara termiskin dan paling terpinggirkan tidak mendapatkan vaksin.
"Dan beberapa perusahaan dan negara belum mengirimkan data penting, yang kami perlukan untuk menerbitkan Daftar Penggunaan Darurat, yang memblokir seluruh sistem pengadaan dan pengiriman. Nasionalisme vaksin menyakiti kita semua dan merugikan diri sendiri," jelasnya.
Namun di sisi lain, lanjut Tedros, vaksinasi secara adil menyelamatkan nyawa, menstabilkan sistem kesehatan dan akan mengarah pada pemulihan ekonomi global yang benar-benar merangsang penciptaan lapangan kerja. Dan yang penting, ini juga dapat membatasi peluang virus untuk bermutasi.
Varian saat ini menunjukkan bahwa virus melakukan yang terbaik untuk membuat dirinya lebih sesuai dengan sirkulasi yang sedang berlangsung dalam populasi manusia.
"Ini normal untuk setiap virus, tetapi saat ini kami membantunya berkembang jika kami tidak mengurangi penularan dan memvaksinasi secara adil. Ke depannya, saya ingin melihat produsen memprioritaskan pasokan dan peluncuran melalui COVAX," kata dia.
Tedros menyebutkan, WHO mendesak negara-negara yang telah mengontrak lebih banyak vaksin daripada yang dibutuhkan untuk mengendalikan pasokan global serta mendesak negara dan pabrikan untuk berhenti membuat kesepakatan bilateral dengan mengorbankan COVAX.
"Ini adalah upaya besar untuk memastikan perencanaan sistem kesehatan, koordinasi, pelatihan, dan logistik ditetapkan dan dapat meluncurkan vaksin di tengah lonjakan COVID-19," kata Tedros.
Saat ini WHO, UNICEF dan Bank Dunia mendukung lebih dari 100 negara untuk melakukan penilaian kesiapan cepat dan mengembangkan rencana khusus negara untuk penyebaran vaksin.
"Dan kami telah mencapai target kami, 100 negara kini telah menyelesaikan proses kritis ini dan pemerintah serta sistem kesehatan sedang bersiap untuk peluncuran vaksin global. Kami siap. COVAX sudah siap. Negara sudah siap. Saatnya memberikan vaksin secara adil sekarang," tutupnya.
Editor: Agung DH