Menuju konten utama

Upaya Pertamina Membatasi Stok Premium di SPBU

Juru bicara Pertamina mengklaim, sejak pencabutan subsidi BBM, tak ada langkah pengurangan atau pembatasan jatah premium. Klaim itu keliru.

Upaya Pertamina Membatasi Stok Premium di SPBU
Pemilik Bajay menunggu petugas SPBU untuk mengisi Premium di SPBU Kramat, Jakarta Pusat, Selasa (29/8). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - "Sejak Pertalite ada, Premium sering putus. Kadang ada, kadang enggak ada," keluh Nardi, sopir mikrolet jurusan Kebayoran Lama-Tanah Abang.

Satu siang pekan lalu, pria asal Minang itu tengah rehat melepas penat di tepi jalan di dekat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34.12205 Palmerah Barat. Bersama Romi, sesama sopir mikloret, ia baru saja menjalankan pekerjaannya.

Nardi bercerita, setiap hari ia mengisi bensin Premium di pom bensin tersebut, sekitar 1 kilometer dari Pasar Palmerah, Jakarta Pusat. Dalam setengah hari, ia biasanya memberi jatah Premium sekitar Rp50 ribu untuk mikroletnya.

Namun, sejak Pertalite dikenalkan Pertamina demi mengurangi jatah konsumsi Premium pada Juli 2015, pom bensin Palmerah Barat sering kosong stok minyak berkadar oktan (RON) 88 tersebut. Suka tidak suka, ia terpaksa menggunakan bahan bakar Pertalite, yang memiliki kadar oktan (RON) 90.

Pergantian bahan bakar ini bikin Nardi mengeluarkan ongkos bensin lebih besar, Rp70 ribu dalam setengah hari.

"Bagi kita, Rp20 ribu sangat berarti. Yang harusnya menjadi pendapatan kita beralih untuk isi Pertalite," ujarnya.

Dampak Pertalite juga dirasakan oleh Romi. "Kalau pakai Pertalite, ongkos harus naik lagi. Enggak seimbang kalau pakai Pertalite tapi tarif angkotnya lama. Rugi kita pakai Pertalite."

"Kalau ongkos naik, enggak masalah," ujar Romi, yang biasa memasang tarif penumpang Rp5.000 untuk tujuan Pasar Kebayoran Lama hingga Tanah Abang.

Pom bensin Palmerah Barat berada di tengah trayek angkutan umum. Meski begitu, ia tak bisa menjamin selalu ada pasokan Premium.

Supriyanto, seorang pekerja di SPBU tersebut, berkata Pertamina memberi jatah 8.000 kiloliter Premium selama dua hari sekali dari depo Plumpang, Jakarta Utara.

Dengan jumlah terbatas, Premium cepat habis dalam tempo sehari, dan harus menunggu dua hari lagi untuk bisa memesan pasokan bensin Premium dari Pertamina.

Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Hendry Ahmad berkata telah menugaskan Pertamina untuk menjamin pasokan Premium di SPBU yang dilewati jalur angkutan umum, baik di luar Jawa maupun di kota besar seperti Jakarta.

"Kita sudah tetapkan begitu dan Pertamina sudah memperhatikannya," klaimnya. Ia menambahkan, selain di jalur transportasi umum, Pertamina juga harus menyediakan kecukupan Premium di daerah migrasi dan pertanian.

Meski begitu, toh tetap ada pembatasan Premium. Sebut saja di SPBU 34.16411 Kartini, Depok Lama; SPBU 34.12605 Tanjung Barat Raya; SPBU 34.11405 Slipi, dan SPBU 24.35174 Raja Basa, Bandar Lampung.

Di SPBU COCO (Company Operation Company Owner) 31.126.01 Tanjung Barat, yang jelas-jelas di bawah pengelolaan anak perusahaan Pertamina, stok Premium pun dibatasi.

Semua pom bensin di atas adalah jalur angkutan umum.

Suhadi, pekerja SPBU Tanjung Barat Raya, berkata hanya bisa membeli stok 8.000 kiloliter Premium selama tiga kali dalam sepekan. Sebelum ada pembatasan, tempat kerjanya bisa membeli 16.000 Premium kiloliter.

Hal serupa diungkapkan Nasir, pekerja SPBU 24.35174 Rajabasa. Ia berkata, sebelum dibatasi, lokasi kerjanya mendapatkan curah Premium 16.000 kiloliter saban hari. Sesudah dibatasi, berkurang menjadi 8.000 kiloliter.

Begitupun SPBU Retail Pertamina di Tanjung Barat, yang mendapatkan jatah Premium lebih besar, 16.000 kiloliter untuk hari pertama dan 8.000 kiloliter untuk hari kedua. Pengaturan stok Premium ini berlaku selang-selang bagi anak usaha Pertamina tersebut. Bila stok Premium habis, konsumen dipaksa beralih ke Pertalite.

Windu Prasetyo, kepala pengawas pekerja di pom bensin tersebut, mengatakan konsumsi Premium dalam sehari di tempat kerjanya bisa 15 ribu kiloliter. Namun, jika habis, masyarakat "dengan sendirinya" berpindah ke Pertalite.

"Kalau habis, masyarakat udah mulai mengerti. Gunakan BBM lain yang lebih bagus, Pertalite. Pembakarannya lebih bagus dibanding Premium," ujarnya.

Intervensi Pertamina

Sejak peluncuran Pertalite, Pertamina mulai mendorong masyarakat memakai bahan bakar dengan kadar oktan tinggi seperti Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (95), dan Pertamax Turbo (98). Pertalite dikenalkan Pertamina sebagai langkah transisi bagi pemakai bensin Premium.

Selain membatasi jatah Premium, Pertamina mengurangi nozzle atau selang dispenser di pom bensin.

M. Dasim, Kepala SPBU 34.127.02 Tendean, menceritakan langkah Pertamina tersebut.

"Awalnya ada 14 nozzle Premium. Setelah ada pembatasan, kita hanya boleh memakai 4 nozzle. Satu nozzle untuk kendaraan bermotor, tiga nozzle untuk mobil. Turunnya drastis banget," katanya.

"Masyarakat memang didorong untuk beralih ke BBM Pertalite," ujar Dasim.

Pria yang sudah 20 tahun bekerja di rantai pasokan hilir bahan bakar minyak ini menilai langkah Pertamina mengurangi selang dispenser Premium secara tidak langsung mengajarkan konsumen beralih ke Pertalite. Antrean kendaraan bermotor bisa sangat panjang di dispenser pengisian Premium sehingga orang dipaksa beralih ke bahan bakar lain, entah ke Pertalite maupun ke Pertamax.

"Orang jadi malas antrean panjang. Kalau menurut saya, ada aspek politisnya juga. Masyarakat kalau dengar kata Premium, seolah-olah pemerintah melakukan subisidi BBM. Padahal sudah enggak ada subsidi lagi," katanya.

Pengurangan selang dispenser Premium terjadi di banyak SPBU, termasuk di satu kecamatan di Bone, Sulawesi Selatan. "Awalnya kita ada 5 nozzle Premium. Tapi setelah ada Pertalite, kita kurangi. Tiga nozzle untuk Premium, dua untuk Pertalite," kata Budi, pengawas operasional SPBU Biru 74.927.42 Tanete Riattang, melalui sambungan telepon.

Selain pembatasan dan pengurangan selang dispenser Premium, Pertamina mengenalkan papan harga SPBU "Pasti Prima".

Papan itu berwarna biru mencolok, dengan kepala papan berwarna putih perak, dan logo "Pasti Prima" berwarna merah. Papan harga ini berbeda dari papan SPBU "Pasti Pas". Papan "Pasti Prima" tidak mencantumkan produk Premium. Cuma ada produk Pertamax Turbo, Pertamax, Pertalite, dan Pertamina Dex. Kalaupun ada, produk Premium cuma dalam bentuk teks berjalan untuk mengurangi faktor keterlihatan.

Papan lama SPBU "Pasti Pas" pun dipermak ulang agar produk Premium dihilangkan. Bagi segelintir pengusaha pom besin, demi mengurangi ongkos membeli papan baru "Pasti Prima", mereka menghilangkan nama produk Premium dengan menempel stiker produk baru Pertalite.

Rekomandasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas

Melihat langkah-langkah Pertamina mengurangi stok Premium ini sejalan rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai ekonom Faisal Basri.

Fahmy Radhi, anggota Tim, mengatakan selama dua tahun terakhir, Pertamina sudah melakukan "banyak hal yang konstruktif" dalam tata kelola industri pasokan hilir, salah satunya membuat produk Pertalite.

"Sekarang ini, mungkin 40 persen sudah berimigrasi ke Pertalite sehingga secara bertahap Premium akan dihapus oleh Pertamina. [Dan] masih menjual Premium dengan penugasan," kata Radhi.

"Pada saatnya, Pertamina akan menghapuskannya," tegas Radhi.

Ia menjelaskan, langkah-langkah itu sejalan janji perusahaan negara pengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia tersebut kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dua tahun silam.

Dalam pertemuan pada Maret 2015, Pertamina berjanji akan menghilangkan Premium dalam kurun dua tahun. Artinya, tahun ini semestinya bisa menjadi tahun penghapusan Premium.

Radhi menilai kehadiran produk Pertalite sebagai jembatan untuk menuju bahan bakar Pertamax. Perbedaan harga antara Pertalite dan Pertamax tak terlalu jauh. Sehingga, katanya, "dengan sendirinya konsumen akan beralih ke bahan bakar dengan kadar oktan 92."

"Saya menduga upaya Pertamina itu untuk menghapus Premium sesuai rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas," katanya.

Infografik HL Indepth Premium

Klaim Pertamina atas Perubahan Konsumsi BBM Premium

Adiatma Sardjito, juru bicara Pertamina, membantah bahwa konsumsi Premium yang menurun lantaran ada beragam langkah Pertamina membatasi jatah Premium di pom bensin.

Ia mengklaim, konsumsi Premium menurun akibat pola konsumsi bahan bakar yang berubah pada masyarakat, bukan karena faktor intervensi Pertamina.

"Ini memang sedikit orang memahami bahwa sebetulnya tidak ada ide mengurangi Premium atau membatasi Premium," kata Adiatma. "Cuma ada pola konsumen baru yang lebih senang dengan BBM lebih bagus."

Adiatma mengklaim, penjualan bahan bakar berkualitas tinggi, terutama jenis Pertamax serta diesel jenis Dexlite dan Pertamina Dex, meningkat "cukup signifikan."

Penjualan BBM berkualitas jenis Pertalite selama Januari-Juli 2017 meningkat 363,7 % dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut Adiatma. "Kenaikannya lebih dari tiga kali lipat," klaimnya.

Peningkatan Pertalite menjadi wajar belaka ketika seluruh cara dilakukan Pertamina untuk mendorong masyarakat memilih bahan bakar Pertalite. Apalagi marjin keuntungan Pertalite yang ditawarkan Pertamina ke SPBU lebih besar dibandingkan Premium. Saat ini selisih laba Premium sekitar Rp200, sementara untuk Pertalite sekitar Rp300.

Adiatma juga membantah bahwa Pertamina mengatur pengurangan selang dispenser Premium. "Penggantian nozzle di SPBU dilakukan pihak manajemen SPBU sendiri," ujar mantan sekretaris korporat PT. Pertamina Gas (Pertagas) ini.

Begitu pula pengenalan papan harga SPBU "Pasti Prima" untuk mengganti papan harga lama "Pasti Pas".

"SPBU yang sudah menggunakan [papan harga] Pasti Prima mungkin tidak ada yang membeli Premium sehingga tidak ada nama produk [Premium] di papan tersebut," katanya.

Meski menjanjikan kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas bahwa Pertamina bakal menghapus Premium dalam jangka dua tahun sejak 2015, namun Adiatma berkata "dalam jangka panjang, belum ada pemikiran untuk menghapus Premium."

Bagaimanapun, pernyataan Adiatma yang mewakili Pertamina bertolak belakang dari keterangan sejumlah pekerja SPBU. Tidak ada faktor pertama-tama bahwa "secara otomotis" konsumen beralih ke Pertalite. Melainkan Pertamina, dan pemerintah yang berwenang atas perkara BBM di Indonesia, menciptakan kondisi yang mendorong masyarakat beralih dari Premium.

Berdasarkan data BPH Migas, setiap tahun kuota jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) seperti Premium selalu menurun. Dengan kuota yang selalu menurun ini, wajar semata bila konsumen, termasuk para sopir angkutan umum, sulit mendapatkan Premium.

"Biasa kita dulu isi Premium," ujar Nardi, sopir mikrolet jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama. "Tapi kalau Pertalite ada, Premium putus. Bedanya hampir Rp1.000 antara Premium dan Pertalite."

Baca juga artikel terkait BBM atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam