Menuju konten utama

Untung Rugi Rencana Jokowi Pangkas Jenjang Eselon PNS

Mungkin penyederhanaan eselon memang akan menarik investasi, tapi sebelum itu perlu ada perencanaan matang.

Untung Rugi Rencana Jokowi Pangkas Jenjang Eselon PNS
ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). ANTARA FOTO/Siswowidodo

tirto.id - Presiden Joko Widodo akan memangkas jumlah jenjang kepangkatan atau eselon dalam struktur jabatan aparatur sipil negara (ASN). Tujuannya agar birokrasi lebih sederhana.

“Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV. Apa ini tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional,” kata Jokowi, usai dilantik sebagai presiden untuk masa jabatan 2019-2024, Ahad (20/10/2019).

Eselon I adalah jabatan struktural tertinggi dengan pangkat Pembina, disusul eselon II (Pembina), eselon III (Pembina/Penata), dan eselon IV (Penata).

Proses birokrasi selama ini memang kerap jadi sorotan, bahkan oleh menteri sekalipun. Menteri Keuangan Sri Mulyani, misalnya, mengatakan berbelitnya birokrasi adalah alasan utama penurunan realisasi arus investasi yang masuk.

Buruknya birokrasi Indonesia juga ditegaskan Bank Dunia. Prosedur yang dilewati pelaku usaha untuk berusaha di sini kurang lebih 10 tahapan dengan estimasi waktu 19,6 hari. Lebih panjang ketimbang Singapura yang hanya dua tahapan dengan waktu 1,5 hari.

Bahkan, proses birokrasi Vietnam—negara tetangga yang sedang naik daun dalam menarik investasi—lebih baik ketimbang Indonesia, yakni hanya delapan tahapan dengan estimasi waktu prosedur sekitar 17 hari.

Birokrasi Gemuk

Lantas, apakah pemangkasan jenjang eselon itu memang efektif mengatasi persoalan birokrasi Indonesia?

Dosen Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) M Baiquni menilai pemangkasan perlu dilakukan. Menurutnya jenjang eselon saat ini memang tidak ideal.

“Beberapa hal memang perlu dilakukan pemangkasan supaya tidak gemuk, dan juga baiknya itu [eselon] digantikan oleh tenaga-tenaga yang sifatnya bukan struktural, tapi profesional," kata Baiquni kepada reporter Tirto, Senin (22/10/2019).

Baiquni mengusulkan yang dipangkas adalah eselon ketiga dan keempat, dan diubah menjadi jabatan fungsional. Selain proses birokrasi lebih sederhana, ASN juga akan bekerja lebih kompetitif.

Tak hanya memangkas proses birokrasi, keuntungan dari pemangkasan jenjang eselon juga dapat mempersempit ruang gerak korupsi, kata Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti.

"Kalau dipangkas jadi dua, kan, lebih pendek. Kemudian meminimalkan potensi korupsi. Karena selama ini [pejabat eselon] itu adalah posisi untuk bagi bagi jabatan," tutur Trubus.

Meski begitu, melaksanakan keputusan Jokowi memangkas jenjang eselon juga tidak mudah, terutama di daerah. Di pemerintah pusat, lanjut Trubus, proses pemangkasan jenjang eselon mungkin bisa rampung dua tahun, sedangkan di daerah akan lebih lama.

Untuk itu, ia berharap rencana memangkas eselon tidak dilakukan terburu-buru agar tidak justru berdampak buruk terhadap pelayanan publik.

Di lain pihak, ini juga agar ASN tak kaget dengan kebijakan baru ini.

Pendapat sedikit berbeda disampaikan dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Berly Martawardaya. Menurutnya, posisi pejabat eselon 3-4 sebenarnya diperlukan, terutama untuk pekerjaan tertentu.

“Pemangkasan eselon menjadi lebih fleksibel itu iya, tapi eselon 3-4 juga saat ini dibagi untuk mengurusi beberapa urusan. Jadi lebih banyak membantu dan itu adalah hal positif,” paparnya.

Selain itu, kata Berly, rencana pemangkasan jenjang eselon juga perlu memperhatikan aspek psikologis ASN. Menurutnya, tak menutup kemungkinan ASN yang berada di jabatan eselon 3-4 merasa dirugikan, dan berpengaruh terhadap kinerja mereka.

Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan secara matang rencana itu agar tidak justru merugikan. Proses transisi yang rapi, sambung Berly, mutlak dibutuhkan sebelum eksekusi.

Konsekuensi

Kabiro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan menjelaskan realisasi rencana itu masih cukup lama. Semua harus dihitung masak-masak, apalagi, jumlah ASN yang ditangani cukup banyak, sekitar 430 ribu orang dari eselon III sampai V.

"Harus tepat skemanya. Apalagi pejabat daerah seperti camat dan lurah yang berpangkat eselon IV itu tidak bisa dihapus. Jika diganti dari pejabat struktural ke fungsional, pelayanan di daerah bisa terganggu,” kata Ridwan kepada reporter Tirto.

Selain itu, kata Ridwan, strategi memangkas jenjang eselon itu juga perlu dibahas dengan kementerian lain seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).

Kemudian, hal lain yang perlu dibahas adalah tunjangan pegawai. Jika ada perubahan dari pejabat struktural menjadi fungsional, maka ada konsekuensi pegawai berpangkat eselon III ke V bisa kehilangan tunjangan.

"Mereka [eselon III-V] jadi orang biasa, sehingga tak ada tunjangan jabatan. Bagi ASN tentu akan resisten. Nah ini yang kita coba, supaya enggak sampai begitu. Skemanya harus bagus,” katanya.

Baca juga artikel terkait INEFISIENSI BIROKRASI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Ringkang Gumiwang