tirto.id - Akhir Juni 2018, Getty Images mengunggah album “World Cup 2018: The Hottest Fans” di situs agensi foto tersebut. Unggahan itu direspons ramai oleh warganet yang menuduh Getty Images merendahkan suporter sepakbola perempuan. Warganet mempertanyakan mengapa foto-foto yang dipublikasikan hanya menampilkan suporter wanita. Agensi foto tersebut pun dinilai menempatkan perempuan hanya sebagai pemanis saat pertandingan sepak bola.
Setelah itu, Getty Images menghapus album foto itu sembari menjelaskan bahwa unggahan tersebut tidak mencerminkan standar editorial perusahaan. “Kami menyesal atas unggahan tersebut dan telah menghapusnya. Ada banyak cerita menarik tentang Piala Dunia dan kami menyadari unggahan itu bukanlah salah satu dari kisah tersebut,” jelas Getty Images seperti yang dikutip Independent.
Kejadian ini, menurut penulis sepak bola Carrie Dunn, adalah simbol pelecehan terhadap penggemar sepak bola perempuan. Menurut pengarang The Roar of the Lionesses: Women's Football in England (2016) ini, apa yang dilakukan Getty adalah sesuatu yang berbahaya, sebab para suporter perempuan tersebut tak tahu dirinya difoto, lalu fotonya dimasukkan ke galeri suporter terseksi. “Ini perilaku yang ketinggalan zaman dan mengecewakan. Tapi kabar baiknya, orang kemudian sadar bahwa perlakuan diskriminasi terhadap perempuan dengan cara seperti ini tak semestinya ditolerir di tahun 2018,” katanya kepada Indepedent.
Unggahan foto suporter perempuan kembali mengundang kontroversi muncul beberapa hari sebelum final Piala Dunia 2018. Sebagaimana diberitakan News.com.au, Kepala Divisi Keragaman FIFA Federico Addiechi mengatakan bahwa FIFA melarang pihak penyiar Piala Dunia menyorot penonton perempuan yang dinilai seksi selama Piala Dunia.
Langkah tersebut, menurut Addiechi, diambil FIFA untuk melawan tindakan seksisme yang merendahkan perempuan. “Kami sudah memberlakukan aturan ini terhadap lembaga-lembaga penyiaran. Kami juga sudah melakukannya terhadap layanan siaran tuan rumah. FIFA akan menindak setiap perbuatan yang salah,” ujarnya.
Tiap kali pertandingan digelar, media gemar mengarahkan kamera ke tribun dan menyorot perempuan berpenampilan fisik menarik saat ada waktu jeda. Menurut BBC, praktik ini disebut sebagai “babe cam”.
Ketika ditanya apakah FIFA akan membuat kebijakan terkait tindakan tak diinginkan yang menyasar perempuan, Addiechi mengatakan bahwa FIFA akan menanganinya, meskipun hal itu belum menjadi bagian dari kampanye asosiasi sepak bola sedunia itu.
Masih menurut News.com.au, ketakutan terbesar jelang Piala Dunia 2018 adalah rasisme dan homofobia. Tapi, seksisme justru menjadi problem yang paling umum yang selama pesta sepak bola tersebut.
Tak hanya foto suporter perempuan seksi, tindakan pelecehan terhadap perempuan lainnya juga terjadi selama Piala Dunia 2018. Sebagaimana dikutip Reuters, kelompok anti-diskriminasi FARE Network yang bekerja sama dengan FIFA untuk memantau perilaku penonton saat Piala Dunia 2018, menyebutkan terdapat 30 kasus perempuan Rusia yang dilecehkan oleh suporter pria di jalanan. FARE juga mencatat 30 kasus pelecehan terhadap reporter saat sedang bekerja di depan kamera.
Sejumlah kasus lainnya juga didokumentasikan oleh Al-Jazeera. Salah satunya adalah unggahan viral di media sosial yang menampilkan video seorang suporter perempuan diminta mengulangi ucapan vulgar dengan konotasi seksual dalam bahasa asing. Kasus lainnya melibatkan restoran cepat saji Burger King yang menawarkan hadiah uang tunai sebesar $47.000 serta tawaran makan burger jenis Whooper sepuasnya kepada perempuan mana pun yang dihamili oleh atlet bintang Piala Dunia. Iklan tersebut kemudian ditarik dan Burger King meminta maaf.
Suporter Perempuan dan Seksisme Media
Fenomena unggahan foto suporter perempuan seksi tak hanya terjadi pada Piala Dunia 2018, tapi juga selama Piala Dunia 2014 di Brasil.
Kim Toffoletti, Associate Professor Sosiologi dari Deakin University, mengatakan bahwa unggahan foto suporter perempuan seksi adalah contoh seksisme yang dipraktikkan media. Anggapan bahwa perempuan adalah objek pasif konsumsi laki-laki telah mendorong perempuan untuk berpose sebagai objek seksual.
Pernyataan Toffoletti tentang suporter seksi ia kemukakan pada riset soal penggemar sepak bola perempuan. Dalam riset tersebut, ia meneliti 100 foto suporter perempuan di Piala Dunia 2014 yang diunggah di media daring arus utama. Temuan Toffoletti: perempuan sengaja berpose provokatif saat kamera membidik mereka.
Foto-foto perempuan seksi, tulis Toffoletti, "digunakan sebagai bagian dari tontonan olahraga global untuk memperkuat citra negeri-negeri yang didukung oleh para perempuan ini, dan untuk menegaskan kompetisi dan persaingan antar-negara."
Hal yang berbeda terjadi apabila kata kunci “suporter sepak bola laki-laki” diketik pada mesin pencari gambar di internet. Tubuh suporter laki-laki yang berpakaian minim takkan terlihat sebab ditutupi oleh cat. Dalam hal ini, suporter pria dianggap tidak menarik dari segi fisik dibandingkan suporter perempuan.
Bagi Toffoletti, seksisme ini bisa dihilangkan dengan menambah keragaman representasi suporter perempuan di liputan-liputan media tentang Piala Dunia dan pertandingan olahraga lainnya. Toffoletti juga menilai bahwa peningkatan jumlah perempuan pemegang keputusan di rubrik olahraga dapat memperluas gambaran perempuan di dunia olahraga.
Sejumlah inisiatif telah dilakukan untuk mengikis seksisme selama Piala Dunia 2018. Komunitas online This Fan Girl adalah salah satu contohnya. Seperti yang dilaporkan Guardian, komunitas ini meluncurkan kampanye yang bertujuan mengubah cara pandang orang terhadap suporter wanita di internet, khususnya dengan cara menambah keragaman gambar yang muncul di mesin pencari. This Fan Girl menilai bahwa kebanyakan gambar yang muncul di daftar pencarian di internet terkait Piala Dunia adalah perempuan berkulit putih, mempesona secara seksual, dan ramping. Padahal, foto-foto semacam itu hanya mewakili segelintir suporter perempuan.
Komunitas bentukan fotografer Amy Drucquer yang didukung perusahaan minuman berenergi Carabao ini memang didirikan untuk mengabadikan para suporter perempuan. Kepada Guardian, Anna Cooke dari Carabao mengatakan bahwa kampanye This Fan Girl bertujuan memotret semua suporter wanita tanpa mempedulikan penampilan fisiknya.
“Piala Dunia ditonton oleh jutaan penggemar, pria dan wanita, namun hal itu tidak akan berlangsung lama karena kamera akan fokus pada penggemar perempuan di kerumunan dan setelahnya foto-foto mereka bakal segera diunggah ke internet. Kampanye kami ingin mengubah kebiasaan ini dan menampilkan semua suporter perempuan, berapa pun usia, ukuran, serta bentuk badannya,” pungkas Cooke.
Editor: Windu Jusuf