Menuju konten utama

Ummi Kulsum, Biduanita Pemersatu Bangsa Arab Lewat Nyanyian

Suaranya melewati batas teritorial Mesir, Tunisia, Sudan, Lebanon, Suriah, Yordania, dan seluruh Timur Tengah. Ia salah satu penyanyi Arab sepanjang masa.

Ummi Kulsum, Biduanita Pemersatu Bangsa Arab Lewat Nyanyian
Header Mozaik Umm Kulthum. tirto.id/Ecun

tirto.id - Saban Kamis malam, saat akhir pekan tiba, jalanan di jazirah Arab akan sepi. Kesibukan dan hiruk pikuk jeda seketika, dari Masyriq sampai Maghrib, dari Tripoli hingga Sana’a, dari Jeddah hingga Yerusalem.

Perdagangan di pasar akan beralih jadi tempat hiburan, juga keluarga di rumah akan berkumpul untuk mendengar suara Ummi Kulsum dari radio Mesir selama tiga hingga lima jam siaran langsungnya.

Suaranya menghipnotis, melewati batas teritorial Mesir, Tunisia, Sudan, Lebanon, Suriah, Yordania, dan seluruh Timur Tengah.

Ummi Kulsum--kerap ditulis Ummi Kalsum, Ummu Kulsum, Ummi Kalsoum, Ummi Kultsum, atau Umm Kulthum dalam dialek bahasa Inggris--merupakan salah satu penyanyi Arab sepanjang masa. Dia merekam sekitar 300 lagu selama kariernya yang berlangsung selama 60 tahun dengan lirik-liriknya yang kuat tentang cinta, kehilangan, dan kerinduan.

Hingga kini suaranya masih terdengar dari taksi, radio, dan kafe di seluruh dunia Arab, lebih dari 40 tahun setelah kematiannya.

Dibentuk dengan Karakter Mesir yang Kuat

Lahir dengan nama Fatimah Ibrahim al-Beltaji, Pemerintah Mesir mencatat dua tanggal kelahirannya, 31 Desember 1889 dan 4 Mei 1904, di Tummay al-Zahirah, Mesir. Ayahnya adalah seorang keluarga petani sekaligus imam masjid kampung yang kerap diundang sebagai pembaca doa pengajian, tahlil, dan acara-acara keagamaan tradisional lainnya.

Seturut Hind Soufi-Assaf dalam buletinnya di Al-Raida edisi 122-123 (2008), gelar Ummi Kulsum didapat dari ayahnya usai mendapatkan mimpi bertemu dengan putri Nabi Muhammad, Ummi Kultsum, yang memberinya sebuah perhiasan yang berkilau agar dirawat sebaik-baiknya. Ia menafsirkan mimpinya sebagai sebuah rezeki pembawa keberkahan dan harapan yang akhirnya disematkan pada nama panggung putrinya.

Dia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Khalid dan belajar bernyanyi dari kebiasaannya melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika ayahnya melihat kekuatan suaranya, dia terpilih mengalahkan kakaknya dan sering diajak keliling kampung atau desa tetangga menemani undangan setiap acara. Selain tampil sebagai qari’ah, ia juga menyanyikan lagu-lagu dan puji-pujian keagamaan, seperti pembacaan salawat Nabi.

Orang-orang mulai menerima suaranya yang bagus, meskipun Ummi Kulsum harus dipaksa sang ayah berpakaian seperti anak laki-laki untuk menghindari celaan menampilkan putri belia di atas panggung. Saat itu menampilkan perempuan di depan panggung dengan khalayak campuran laki-laki dan perempuan adalah sebuah tindakan tak lazim di masyarakat Arab.

Ibunya selalu berusaha agar putrinya dididik di lingkungan sekolah untuk menambah pengetahuan luar, meskipun kondisi ekonomi sulit dan keraguan ayahnya karena takut akan fitnah dan cibiran orang lain. Pada awal abad ke-20, sebagian besar keluarga petani di jazirah Arab tidak menyekolahkan putri-putri mereka.

Pernah suatu hari terjadi gangguan pada mata Ummi Kulsum yang membuat ibunya menjual perhiasan dan barang berharga untuk mengobatinya. Hal ini kemudian memengaruhi penglihatannya hingga harus mengenakan kaca mata buram pada kesempatan tertentu.

Memasuki usia remaja, ia mulai risih dengan pakaian khas laki-laki yang sering dikenakan saat harus tampil di acara-acara undangan dan mulai merayu ibunya agar diberi hak untuk berpakaian layaknya perempuan.

Meski sempat dimarahi ayahnya, ia mulai menampilkan diri dengan burqa untuk menjaga adab dan tradisi masyarakat yang telah lama tertanam di masa itu. Untuk mengatasi ketegangan dengan penampilan barunya, sebuah sapu tangan kerap ia gunakan yang akhirnya menjadi kebiasaan dan terus menjadi identitas sepanjang kariernya selama 60 tahun.

Bersinar di Kairo

Ayahnya sempat ragu dan berkonsultasi kepada para tokoh agama saat Ummi Kulsum ditawari menyanyikan lagu-lagu non-religi. Seorang tokoh bernama Abu ‘Ula Mohammad meyakinkannya bahwa menyanyikan lagu-lagu puitis yang bertemakan persahabatan dan percintaan tidak akan membahayakan identitasnya sebagai penyanyi yang memiliki kehormatan yang sebelumnya dikenal menyanyikan lagu-lagu religi.

Ummi Kulsum mulai bernyanyi di pelosok desa dan kota-kota di sepanjang Delta Nil Mesir, daerah yang mulai memiliki penggemar yang besar. Pada usia 12 tahun, ia kehilangan ayahnya dan keluarganya mengalami kesulitan keuangan. Namun saat itu dia telah jadi remaja dan bintang bagi keluarga.

Sekitar tahun 1923 keluarganya pindah ke Kairo, pusat utama dunia hiburan yang menguntungkan dan produksi media massa yang berkembang pesat di Timur Tengah. Selain dapat memperbaiki nasib, kota ini diharapkannya dapat mengasah kemampuan dalam mendalami seni dan musik.

Di Kairo, keluarganya dipersepsikan sebagai orang kuno dari perdesaan. Ummi Kulsum lantas didorong untuk mempelajari musik dan puisi dari para seniman dan artis yang sering tampil, termasuk meniru gaya dan cara mereka menghadapi penggemar.

Ummi Kulsum kemudian bergabung dengan kelompok musik dan belajar kepada ahlinya, seperti Ahmed Abou Hassan, Mohamed el-Qasabgi, dan Dawood Hosni. Mereka menjadi guru dan mentor yang mengajarkan puisi, sastra, teknik vokal, dan musik klasik Arab.

Pamornya terus meningkat ketika banyak undangan menyanyi di rumah-rumah orang kaya serta tempat-tempat umum seperti teater dan kafe. Pada tahun 1924, Ummu Kulsum tampil di Teater Opera Kairo untuk pertama kalinya dan sukses besar, membawanya ke dapur rekaman di tahun itu juga lewat lagu "Wallah Zaman Ya Selahy", yang artinya "Sudah Lama Sekali, Temanku (Senjataku)". Lagu ini ditulis oleh seorang penyair Mesir, Salah Jahin.

Sejak Mei 1960, lagu tersebut sempat menjadi lagu kebangsaan United Arab Republic (UAR), gabungan negara Mesir dan Suriah saat Krisis Terusan Suez berlangsung tahun 1956. Mesir mempertahankan lagu ini sampai tahun 1979 saat menggantinya dengan “Bilady, Bilady, Bilady” karya Sayed Darwish.

Namanya terus melambung dan diperhitungkan di belantika hiburan masyarakat Mesir. Ia selalu ingin membedakan dirinya yang dipandang memiliki etika dan tetap teguh mempertahankan nilai-nilai tradisional dibanding artis seniornya yang terkesan glamor, seperti Munira al-Mahdiyya dan Laila Mourad.

Pada akhir 1920-an, dia telah menjadi artis yang dicari-cari dan menjadi salah satu musisi dengan bayaran tertinggi di Kairo. Kariernya yang sangat sukses dalam rekaman komersial akhirnya meluas ke radio dan film.

Ummi Kulsum mulai tampil di siaran radio milik negara tahun 1934. Namun, siaran radio yang paling terkenal dan menjadi kebiasaan rutin bagi jutaan pendengarnya di seluruh Timur Tengah dimulai pada tahun 1944 ketika tampil di Radio Mesir.

Program ini disiarkan secara langsung setiap Kamis malam dan menjadi sangat populer di kalangan pendengar di seluruh Jazirah Arab. Penampilannya di program ini berlangsung selama hampir 30 tahun, hingga menjelang akhir 1960-an.

Warsa 1936 dia tampil di film pertamanya, Wedad, dan bermain sebagai pemeran utama. Ini adalah salah satu dari enam film yang diperankannya selain Nashid al-Amal (1937), Dananir (1940), Aydah (1942), Salamah (1945), dan Fatmah (1947).

Aktingnya di dunia film tidak sedahsyat kiprahnya dalam dunia musik.

Pengaruhnya Bagi Pan-Arabisme

Suara dan vokal Ummi Kulsum memiliki karakteristik yang sangat khas dan memikat. Dia memiliki rentang vokal yang luas, mulai dari nada yang rendah hingga yang sangat tinggi, dan sering menambahkan improvisasi pada lagu-lagu yang ia nyanyikan.

Dia juga dikenal karena gaya bernyanyinya yang emosional dan penuh perasaan, yang menghasilkan apa yang disebut sebagai "tarab" atau pengalaman musik yang mendalam dan memikat.

“Bagian dari tarab adalah gagasan bahwa pendengar sama pentingnya dengan penyanyi; bahwa ada pertukaran spiritual yang kuat di antara mereka yang sangat penting untuk pertunjukan. Dan Ummi Kulsum dan para pendengarnya bersama-sama menciptakan sesuatu yang manis dan utuh,” tutur Neda Ulaby dalam artikelnya Umm Kulthum: 'The Lady' Of Cairo.

Virginia Danielson dalam The Voice of Egypt (1998) menyebutkan Ummi Kulsum dianggap sebagai pionir dalam penggunaan teknik vokal dan orkestrasi yang kompleks dalam musik Arab.

Gaya vokal dan interpretasi Ummi Kulsum telah menjadi ciri khas yang membedakannya dari penyanyi lain dan menjadi salah satu alasan mengapa ia dianggap sebagai Kawkab al-sharq (bintang dari Timur) atau "The Star of the Orient".

Selama Perang Arab-Israel pada tahun 1948, Ummi Kulsum menunjukkan dukungannya kepada bangsa Palestina melalui lagu-lagu yang ia nyanyikan di kamp tentara Mesir yang terjebak di Faluja, sekitar 30 km timur laut Gaza.

Salah satu prajurit yang terjebak ialah Gamal Abdul Nasser, kelak menjadi presiden lewat revolusi Mesir tahun 1952. Saat melihat penampilannya, Nasser sangat yakin akan pengaruh Ummi Kulsum bisa berdampak pada gagasannya tentang nasionalisme dan persatuan Arab.

Salah satu lagu yang terkenal dan sering ia bawakan setelah perang berakhir berjudul "Al Atlal" yang bermakna "Reruntuhan". Ditulis oleh pujangga Ibrahim Nagi pada tahun 1966 untuk menggambarkan kondisi Palestina. Lagu ini sangat populer di seluruh dunia Arab dan menjadi semacam himne bagi bangsa Palestina.

Ummu Kulsum mencintai negaranya, bahkan ketika Mesir kalah dalam perang Arab-Israel, ia menyumbangkan $2 juta kepada Pemerintah Mesir.

Lagu lainnya yang cukup populer ialah “Enta Omri”, tengara dalam sejarah musik Arab. Abdel Wahab, seorang musisi dan komposer terkenal Mesir, menulis lagu ini pada tahun 1964.

Penciptaan lagu tersebut merupakan kolaborasi yang telah lama ditunggu-tunggu antara keduanya karena ada rumor di jalanan dan di media Mesir tentang apa yang diyakini sebagai hubungan dingin antara kedua legenda tersebut. Akhirnya Presiden Gamal Abdul Nasser, yang memang sudah mengidolakan Ummi Kulsum, mengambil tindakan untuk merujuk mereka.

Infografik Mozaik Umm Kulthum

Infografik Mozaik Umm Kulthum. tirto.id/Ecun

Dengan "Enta Omri", Abdel Wahab membuka repertoar tradisional sang diva ke gaya yang lebih inovatif, yang menjadi ciri khasnya sebagai komposer. Penggunaan gitar elektrik dan intro instrumental yang panjang, memadukan tema oriental dengan unsur musik Barat, menjadikan lagu tersebut sangat istimewa, memiliki tempat tersendiri dalam sejarah musik Mesir.

Proses rekaman "Enta Omri" sangat panjang, karena Ummi Kulsum sering menambahkan improvisasi dan variasi baru selama proses rekaman. Versi final dari lagu tersebut mencapai durasi lebih dari 50 menit.

Lagu "Enta Omri" menggambarkan tema cinta dan keabadian, serta simbol persatuan di seluruh dunia Arab dan telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.

Di sisi lain, dengan menunggangi “Enta Omri” karya Ummi Kulsum dan Abdul Waheb, Gamal Abdel Nasser tiba di negeri-negeri Arab lainnya, menebar pengaruh sekaligus gagasannya mengenai persatuan bangsa-bangsa Arab.

Selama kariernya yang panjang, Ummi Kulsum merekam ratusan lagu dan tampil dalam konser di berbagai negara Arab. Pada tahun 1967, dia menjadi orang Arab pertama yang tampil dalam sebuah konser di Paris.

Kepopulerannya juga menyebar hingga ke wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, seperti di Indonesia dan Malaysia, yang memiliki komunitas besar keturunan Arab.

Majalah Rolling Stones menempatkannya sebagai satu-satunya musisi Arab yang masuk daftar "200 Greatest Singers of All Time versi Rolling Stone". Menempati peringkat 61, melewati nama-nama besar di industri musik Barat termasuk Michael Jackson, Leonard Cohen, Johnny Cash, Janis Joplin, Barbra Streisand, dan Elton John.

Ummi Kulsum meninggal pada 3 Februari 1975 di Kairo karena serangan jantung. Pemakamannya, seperti dilansir New York Times edisi 6 Februari 1975, dihadiri lebih dari 4 juta orang dari berbagai latar belakang yang menyemut dari Masjid Omar Magdan di Tahrir Square hingga ke Masjid Ghana Sharkos. Para pelayat lalu mengambil alih iring-iringan dan mengarahkannya ke Masjid Al-Azhar sebelum dibawa ambulans ke permakaman.

Karya-karya Ummi Kulsum yang menakjubkan masih dihargai dan dihormati hingga hari ini.

Baca juga artikel terkait PENYANYI atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi