tirto.id - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyiapkan kajian soal banyaknya petugas Pemilu 2019 yang meninggal. Kelompok kerja (pokja) kajian itu dibentuk dan diwakili dari tiga fakultas untuk melakukan riset.
Koordinator Pokja Kajian Pemilu UGM, Abdul Ghaffar Karim mengatakan, meninggalnya ratusan petugas penyelenggara Pemilu 2019 harus dilihat dari berbagai sudut pandang keilmuan. Sehingga dapat diketahui secara komprehensif faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa itu.
Jika dihitung secara statistik, kata dia, jumlah orang yang meninggal mencapai 450-an dari sekitar 6 juta petugas. Namun, apabila diterapkan mortaliti rate kepada mereka, menurutnya angka itu bukan angka yang ajaib.
"Dalam arti, kita diam-diam saja kemungkinan akan ada angka sebesar itu. Tetapi karena ini terkait dengan satu peristiwa politik, kita ingin memastikan bahwa kejadiannya bersih dari spekulasi politik. Itu yang terutama menjadi dasar kami bekerja," kata Gaffar saat jumpa pers di UGM Yogyakarta, Kamis (9/5/2019).
Pada tahap review, riset tersebut akan mengkaji sistem penugasan dan pelaksanaan tugas para petugas pemilu. Termasuk pengetatan atas syarat keterangan sehat yang selama ini seolah hanya jadi syarat administratif. TPS di mana kasus-kasus itu terjadi akan dipetakan dari segi geografis maupun sosial-politik.
Sementara itu, audit medik akan dilakukan terhadap kasus-kasus kesakitan dan kematian para petugas Pemilu 2019. Selanjutnya rekomendasi kebijakan berdasarkan riset tersebut akan dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan untuk kemungkinannya bisa diuji coba dalam Pilkada 2020.
Dalam Pokja Kajian Pemilu UGM ini melibatkan perwakilan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK), dan Fakultas Psikologi.
Kajian Pemilu UGM Diinisiasi oleh FISIP
Dekan FISIP Erwan Agus Purwanto mengatakan riset ini akan mulai dikerjakan pekan ini setelah menentukan tim perwakilan dari masing-masing fakultas.
"Jadwal, metodologi kerja, tim peneliti akan segera kita bentuk, dalam minggu ini atau minggu depan sudah mulai kerja," katanya.
Dekan FKKMK Ova Emilia mengatakan pihaknya akan turut andil bagian dalam riset ini. Dari segi kesehatan, kata dia, perlu diteliti lebih jauh mengenai penyebab atau faktor utama apa yang menyebabkan para petugas pemilu meninggal.
"Yang kami lakukan jika ada kejadian seperti ini, kita melakukan penelusuran, bukan hanya dari catatan tetapi autopsi. Bukan hanya fisik tetapi verbal," kata dia.
Namun autopsi fisik baru dapat dilakukan jika memang otopsi verbal dirasa kurang cukup komperhensif. Dan ada indikasi ke arah fisik yang mengharuskan otopsi fisik dilakukan.
Autopsi verbal yang dapat dilakukan nantinya dapat melalui wawancara terhadap para petugas pemilu yang sakit.
"Kami akan mengkaji orang yang mungkin mondok (dirawat) ini untuk melihat, apakah ini memang penyebabnya karena tugas yang diberikan, atau ada hal-hal yang lain selain itu," kata Ova.
Sementara itu, Dekan Fakultas Psikologi Fatchurohman mengatakan penyebab ratusan petugas pemilu yang meninggal ini bisa jadi karena beban kerja lebih banyak. Termasuk adanya tekanan akan dicurigai melakukan kecurangan.
"Ini masih hipotesis, nanti Akan kami buktikan di lapangan," katanya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto