Menuju konten utama

Udah Putusin Aja!: Propaganda Anti-Pacaran Plus Analogi Ngawur

Iklan layanan masyarakat sepanjang 88 menit tentang betapa bahayanya pacaran.

Udah Putusin Aja!: Propaganda Anti-Pacaran Plus Analogi Ngawur
Adegan film Udah Putusin Aja. FOTO/Max Pictures

tirto.id - Roger Ebert, kritikus film Chicago Sun-Times, pernah berseloroh tentang film jelek. “Novel jelek melahirkan film yang bagus, sementara film buruk bisa berakhir jadi resensi yang fantastis,” tulisnya. Gurauan almarhum Ebert tepat, dengan beberapa catatan:

Ada banyak film di dunia ini yang keburukannya sangat sulit dipahami seolah skenarionya ditulis oleh alien, sampai-sampai para kritikus bersemangat mengusungnya sebagai film cult atau seni kontemporer masa depan. Ada juga film busuk dengan logika cerita jongkok, sehingga di-bully penontonnya. Kebodohan beberapa film, sayangnya, tidak maksimal dan kurang kontroversial, sehingga tak cukup konyol untuk bikin heboh atau jadi bahan resensi yang fantastis.

Udah Putusin Aja!—diangkat dari buku Felix Siauw yang berjudul sama—masuk dalam kategori terakhir.

Begini ceritanya. Seorang gadis Jakarta bernama Amanda (Audi Marissa) dilarang keluar malam dan pacaran oleh ayahnya (Arie K. Untung). Setelah mengetahui bahwa Kinan (kawan sekelas Amanda) hamil di luar nikah, sang ayah langsung mengirim putri semata wayangnya itu untuk ikut pesantren kilat di Bogor.

Amanda mengajak dua sobat cowoknya—Kinoi dan Rendi—untuk ikut ke Bogor. Sesampainya di sana, mereka beberapa kali merencanakan kabur, tapi selalu gagal.

Fakta bahwa Kinan hamil dan pacarnya mangkir di hari pernikahan rupanya terus mengusik pikiran Amanda, sampai-sampai ia melampiaskannya kepada Faraz, gadis alim yang juga ikut pesantren kilat. Amanda menuduh Faraz hamil, membuntutinya hingga ke klinik kebidanan, dan merekamnya. Rendi dan Kinoi bahkan mengunggah rekaman video Faraz ke YouTube sehingga viral dan membuat para orangtua murid ramai-ramai menuntut agar Faraz dikeluarkan.

Spoilet alert I: Kinan akhirnya meninggal akibat pendarahan saat melahirkan, sedangkan Faraz memang hamil, tapi tak di luar nikah. Selama setahun belakangan, ternyata ia telah menikah dengan seorang pria bertampang bule bernama Teguh. Di akhir film, Amanda jadi gadis saleh dan anti-pacaran.

Analogi Kardus

Udah Putusin Aja! adalah iklan layanan masyarakat sepanjang 88 menit tentang betapa bahayanya pacaran. Felix Siauw, televangelis muslim yang populer di kalangan muda selama beberapa tahun terakhir, dalam banyak kesempatan mengutuknya sebagai hubungan laki dan perempuan yang tak dikenal dalam Islam—dus, melanggar aturan agama.

“Tidak ada pacaran aman.”

“Pacaran seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Untungnya belum tentu, dosanya sudah pasti.”

“Coba lihat cewek itu, enggak pernah pacaran, virginitasnya terjaga dari ujung hidung sampe ujung kaki.”

Demikian beberapa potongan dialog dalam film ini.

Felix memang benci pacaran, sebuah laku yang menurutnya tak bertanggung jawab dan pengecut. Menurutnya, akan lebih bagus (dan berani) jika seluruh muslim langsung kawin setelah “ta’aruf”, semuda apa pun usia mereka.

Spoiler alert II: di akhir film, beriringan dengan credit title, Felix Siauw menjelaskan panjang lebar soal aturan tata krama di balik Udah Putusin Aja!. Menurut Felix, para pemainnya berkostum sopan, sementara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tak saling bersentuhan. Rupanya, Felix cukup politically correct untuk urusan dapur produksi.

Masalahnya, political correctness semacam itu tak membuat Udah Putusin Aja! lebih baik.

Bukan sesuatu yang aneh jika ada banyak film Indonesia hingga kini masih dibuat dengan resep sinetron. Pencahayaan terang di mana-mana, musik latar yang dramatis atau dibuat lucu ketika adegan komedi, motivasi karakter somplak dijelaskan secara logis, dialog serba verbal, kemunculan tokoh misterius yang menyelamatkan tokoh utama dalam krisis, dan konflik-konflik yang selesai dengan petuah moral.

Pakem ini juga berlaku buat Udah Putusin Aja!.

Amanda digambarkan jadi pribadi alim setelah mendengar langsung doa sang ayah. Ia menampik cinta sahabatnya, Rendi, karena lelaki ini berargumen bahwa Kinan hamil karena melakukan hubungan seks tanpa pengaman, alih-alih karena pacaran belaka. Argumen itu dinilai Amanda dan Kinoi sebagai sesuatu yang tidak patut.

Amanda akhirnya sungguh-sungguh percaya diktum “Tak Ada Pacaran Aman”. Apalagi buat perempuan karena, dalam semesta Udah Putusin Aja!, selalu gampang teperdaya oleh kata-kata romantis cowoknya.

Tak dijelaskan mengapa yang disalahkan selalu perempuan, bukan mengenai keputusan untuk tidak memakai pengaman ketika berhubungan seks. Kenapa pula Iqbal, yang sudah mencampakkan Kinan sampai mati, tak dipermasalahkan lebih lanjut?

Infografik Misbar Udah Putusin Aja

Dalil Cerita Film: Terobsesi dengan Seks dan Keperawanan

Tak ada dalil-dalil Islami yang didedahkan untuk memperkuat argumen anti-pacaran. Penulis skenario Lintang Pramudya dan Sutradara Rolly Subhandani memilih mempromosikan ideologi anti-pacaran lewat analogi yang dipaksakan.

Misalnya, lagi-lagi, “Pacaran seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Bahagianya belum tentu, dosanya sudah pasti”.

Sayangnya, analogi yang sama bisa diterapkan ke Hubungan Tanpa Status (HTS): “HTS-an seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Bahagianya belum tentu, sakitnya sudah pasti”.

Mungkin juga cocok buat mahasiswa tingkat akhir yang skripsinya tak kunjung rampung: “Kuliah seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Lulusnya belum tentu, mahalnya sudah pasti”.

Atau, ketika Anda pakai Windows 8: "Install Windows 8 seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Bahagianya belum tentu, rungsing-nya setengah mati”.

Bahkan buat hidup: “Hidup seperti mencari bahagia di rumah yang belum dibeli. Bahagianya belum tentu, matinya sudah pasti”.

Tidakkah berargumen dengan analogi serampangan tak ada bedanya dengan menasihati orang boros lewat pepatah “besar pasak daripada tiang” atau kawan yang sedang putus asa mengerjakan sesuatu dengan petuah, “alah bisa karena biasa”?

Cara Udah Putusin Aja! menampilkan perubahan sikap karakter-karakternya pun membuat film ini tak lebih dari sekadar kisah tentang sekumpulan remaja labil, tak punya otak, gampang ditakut-takuti, tak tahan diajak berdiskusi, gampang melakukan 'loncatan iman' karena menyaksikan kemalangan orang lain, dan tak punya kesibukan selain membayangkan nikah muda dan mengomentari status hubungan orang lain. Seperti inikah teladan remaja yang ingin ditawarkan para pembuat Udah Putusin Aja!?

Karakter-karakter Udah Putusin Aja!, pendeknya, adalah orang-orang yang terobsesi dengan seks dan keperawanan. Mereka fasih bermedia sosial, tetapi sama sekali asing dengan pengetahuan dasar kesehatan reproduksi: bahwa pacaran tidak sama dengan seks, seks tidak selalu menghasilkan anak, penyakit kelamin dan kehamilan yang tak dikehendaki bisa dicegah dengan penggunaan kondom, dan lain sebagainya.

Tenang. Jika Anda keburu pegang tiket, Anda tak perlu khawatir. Kelemahan-kelemahan dalam film terbilang wajar dan tak cukup kontroversial seperti kebodohan-kebodohan salah kutip, salah casting, dan salah skenario ala 212 The Power of Love atau Assalamualaikum Calon Imam—dua film rilisan 2018 yang diklaim Islami dan sukses membuat Udah Putusin Aja! tiba-tiba terlihat seperti The Godfather.

Baca juga artikel terkait RESENSI FILM atau tulisan lainnya dari Windu Jusuf

tirto.id - Film
Penulis: Windu Jusuf
Editor: Maulida Sri Handayani