tirto.id - Hari Pers Nasional 2023 diperingati pada 9 Februari yang bertepatan dengan hari persatuan wartawan Indonesia.
Pers merupakan badan yang membuat penerbitan media massa, sedangkan menurut UU Nomor 40 Tahun 1999 pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik mulai dari mencari informasi hingga mencetaknya melalui media yang tersedia.
Pers secara sah diakui oleh pemerintah dengan dibentuknya undang-undang terkait media massa yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU tersebut mengatur tentang prinsip, ketentuan, serta hak-hak penyelenggara media massa di Indonesia.
Munculnya pers tidak kalah penting dengan adanya wartawan yang berfungsi sebagai penyalur informasi media pendidikan, media hiburan, kontrol sosial, hingga lembaga ekonomi, sehingga hari pers juga bersamaan dengan Hari Wartawan Indonesia.
Adanya peringatan hari pers nasional mengingat pentingnya peran pers yang meliputi memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mengembangkan pendapat umum, melakukan pengawasan dan kritik, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Sejarah Hari Pers Nasional
Hari Pers Nasional (HPN) yang diselenggarakan setiap tanggal 9 Februari berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985.
Sebelum adanya keputusan tersebut, Hari Pers Nasional telah digodok sebagai salah satu butir keputusan Kongres ke-28 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kota Padang, Sumatera Barat pada tahun 1978.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk memperingati peran serta keberadaan pers secara nasional.
Pada sidang ke-21 Dewan Pers Bandung pada tahun 1981, rencana tersebut disetujui oleh Dewan Pers kemudian disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional
Quotes Tentang Pers di Indonesia
Beberapa tokoh penulis hingga jurnalis investigasi membuat kata-kata yang membangkitkan semangat terkait kondisi pers saat ini dan harapannya ke depan.
Dilansir dari laman Good Reads berikut beberapa quotes tentang pers:
1. Rasa ingin tahu adalah kualitas terbaik dalam jurnalisme
Leila S. Chudori, Laut Bercerita
2. Sebagai kaum cendekia, sejatinya wartawan menjalankan fungsi kenabian: membidani sejarah, menyebarkan kebajikan, membela kebenaran, memperjuangkan keadilan, membongkar kejahatan, dan mencerahkan pikiran. Jurnalisme adalah jalan pedang.
-Jarar Siahaan.
3. "Etika dasar jurnalisme investigatif, bersikaplah adil juga kepada pihak yang kau curigai. Awas dan kritis, tapi jangan memvonis"
- Goenawan Mohamad
4. "Setelah ditanya seperti itu, mereka yang sebelumnya berkhayal tentang penyiksaan atau pembunuhan, biasanya hanya menjawab, Paling diusir atau dibentak bentak. Atau kamera dirampas"
- Dandhy Dwi Laksono
5. Jurnalisme adalah jalan pedang kalau bukan jalan sunyi"
- Jarar Siahaan
6. Nyali wartawan adalah salah satu modal utama dalam kerja kerja investigasi. Manajemen nyali adalah sesuatu yang harus dilakukan tidak saja oleh mereka yang bekerja di lapangan, tetapi juga tim pendukungnya. Tim pendukung yang bekerja di kantor tidak boleh menjadi "provokator" yang bisa menjerumuskan rekannya di lapangan dalam risiko, tetapi di saat yang sama mereka juga tidak boleh menjadi faktor yang melucuti semangat".
- Dandhy Dwi Laksono
Tokoh-Tokoh Pers di Indonesia
Berikut daftar tokoh-tokoh pers di Indonesia:
1. Tirto Adhi Soerjo (1880-1918)
Tirto Adhi Soerjo lahir dengan nama Raden Mas Djokomono, ia beralih dari dokter menjadi seorang jurnalis surat kabar Hindia Belanda pada masanya. Bahkan Tirto Adhi Soerjo mendirikan surat kabar dan sempat dibuang ke Pulau Bacan pada tahun 1904.
Surat kabarnya menjadi surat kabar pertama yang menggunakan bahasa Indonesia (Melayu) dengan mempekerjakan pribumi.
2. Ruhana Kuddus
Ruhana Kuddus merupakan jurnalis perempuan Indonesia sekaligus tokoh perempuan yang memperjuangkan emansipasi perempuan.
Pada tahun 1912, Ruhana mendirikan surat kabar khusus perempuan yaitu Soenting Melajoe. Ia mendidik perempuan Indonesia dan menjadi pemimpin redaksi.
3. Abdul Moeis
Abdul Moeis merupakan tokoh jurnalis asal tanah air seperti Tirto, ia mengalihkan bidang dari medis ke jurnalistik.
Pada tahun 1912, Abdul mendirikan Kaoem Moeda yang menulis tentang kezaliman pemerintah Belanda atas Indonesia. Akhirnya tulisannya tersebut membuatnya harus diasingkan di Garut, Jawa Barat.
Penulis: Wulandari
Editor: Dipna Videlia Putsanra