Menuju konten utama

TV White Space, Harapan untuk Akses Internet Pedesaan

Microsoft berencana memanfaatkan TV White Space untuk menghadirkan koneksi internet bagi penduduk di wilayah pedesaan.

TV White Space, Harapan untuk Akses Internet Pedesaan
Dua pemuda Alor mencoba layanan internet pada selular miliknya di samping base transceiver station (BTS) di pedalaman Kalabahi, Alor, Nusa Tenggara Timur, Selasa (23/8). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Senin, 10 Juli 2017, Microsoft melalui publikasi di blog resmi perusahaan itu, mengungkapkan bahwa mereka tengah berupaya untuk memberikan akses koneksi internet nirkabel bagi 2 juta penduduk Amerika yang tinggal di pedesaan pada tahun 2022 mendatang. Microsoft memulainya dengan membuat 12 titik proyek pencontohan di 12 negara bagian di Amerika Serikat yang akan berjalan mulai tahun depan.

Langkah Microsoft tersebut merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi kesenjangan koneksi internet antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Dalam publikasi blog tersebut, Microsoft mengutip riset yang dilakukan FCC yang menemukan bahwa terdapat 34 juta penduduk Amerika yang tidak terjangkau koneksi internet dengan kecepatan paling tidak sebesar 25 Mbps. Dari angka 34 juta penduduk tersebut, 23,4 juta penduduk berasal dari wilayah pedesaan di Amerika Serikat. Artinya, ada kesenjangan yang cukup terasa perihal koneksi internet di wilayah pedesaan.

Upaya Microsoft menghentikan kesenjangan dilakukan dengan memanfaatkan TV White Space sebagai medium untuk mengantarkan koneksi internet nirkabel bagi penduduk di wilayah pedesaan. TV White Space, merupakan frekuensi penyiaran televisi yang tidak digunakan atau dimanfaatkan. TV White Space, merujuk publikasi Microsoft berada di frekuensi 600 MHz. Secara lebih mendalam, mengutip Ars Technica, rentang frekuensi TV White Space berada di angka 470 MHz hingga 790 MHz.

Frekuensi TV White Space, memiliki kemiripan dengan spektrum yang digunakan untuk jaringan 4G. Yang paling menarik dan membuat TV White Space cocok untuk dimanfaatkan menghentikan kesenjangan koneksi internet antara kota dan desa adalah karena frekuensi White Space memiliki jangkauan hingga lebih dari 10 KM dan mampu menembus halangan-halangan dengan sangat baik seperti bangunan ataupun halangan alam lainnya. Kekuatan tersebut cocok dengan keadaan lingkungan pedesaan yang umumnya memiliki areal luas dan dipenuhi berbagai rintangan alamiah seperti pepohonan dan perbukitan.

TV White Space juga telah terbukti memberikan kemudahaan bagi wilayah pedesaan. Secara umum, bisa dilihat bagaimana siaran televisi, dapat ditemukan di wilayah-wilayah pedesaan dengan mudah sama seperti yang terjadi di wilayah perkotaan. Dengan menumpang kekuatan yang sama, koneksi internet ingin pula hadir di wilayah-wilayah pedesaan selayaknya stasiun televisi.

infografik white space

Sebenarnya, bukan hanya Microsoft yang mencoba memanfaatkan TV White Space guna kepentingan koneksi internet. Google, raksasa mesin pencarian internet, juga ingin memanfaatkan frekuensi tersebut guna menghadirkan koneksi internet bagi masyarakat. Google, mengutip Wired, bahkan memberikan nama tersendiri bagi TV White Space dengan sebutan “WiFi 2.0” dan “WiFi on Steroids”. Dalam sebuah proposal yang diajukan perusahaan tersebut pada FCC, Google, melalui kuasa hukumnya mengatakan bahwa TV White Space atau WiFi 2.0 tersebut bisa memberi keuntungan bagi konsumen internet, memperoleh koneksi yang cepat.

TV White Space bisa dikatakan primadona baru bagi menghadirkan akses internet kuat bagi masyarakat luas. Mengutip Wired dan juga menjawab mengapa Google memberi nama WiFi 2.0, TV White Space merupakan frekuensi yang bebas tanpa memerlukan izin apa pun untuk penggunaannya. Menggunakan TV White Space, mirip seperti memanfaatkan WiFi yang umumnya bisa dimanfaatkan secara gratis oleh publik. Selain itu, medium yang tak terpakai oleh stasiun televisi tersebut, hanya membutuhkan biaya yang terbilang kecil untuk dimanfaatkan. Sascha Meinrath, direktur peneliti dari New America Foundation mengungkapkan, “membuka White Space akan mengurangi ongkos komunikasi dengan menyediakan teknologi baru.”

Microsoft dalam proyeknya, mengungkapkan bahwa pemanfaatan TV White Space jauh lebih hemat 50 persen bila perusahaan tersebut menggunakan 4G untuk menghadirkan koneksi internet bagi penduduk pedesaan. TV White Space, juga lebih murah hingga 80 persen dibandingkan Microsoft menggunakan medium kabel untuk proyeknya itu.

Tetapi perlu digarisbawahi, meskipun TV White Space bisa dikatakan medium masa depan bagi koneksi internet, jika publik ingin memanfaatkannya, mereka tidak bisa menggunakan perangkat yang dimiliki saat ini untuk memakai TV White Space. Laptop dan ponsel pintar hari ini, belum memiliki kemampuan memanfaatkan spektrum TV White Space secara langsung. Alan Stillwell, salah satu penasihat FCC sebagaimana dikutip dari Tech Republic mengungkapkan, “jika kamu ingin menggunakan TV White Space dengan laptop yang kamu miliki, kamu memerlukan sebuah perangkat berbeda (untuk bisa menggunakan TV White Space).” Untuk memanfaatkan TV White Space, laptop atau ponsel pintar yang terdapat di pasaran, memerlukan receiver khusus untuk bisa memanfaatkannya. Dell, salah satu perusahaan pembuat Laptop, pada November 2006 pernah mengungkapkan rencana membuat laptop yang bisa langsung menggunakan TV White Space.

Secara global, apa yang dilakukan Microsoft dan perusahaan lain seperti Google dalam memanfaatkan TV White Space, bisa pula dimanfaatkan bagi keseluruhan area di dunia. Merujuk data yang dirilis International Telecommunication Union (ITU), sebuah badan yang berada di bawah PBB, mengungkapkan bahwa di tahun 2015, terdapat 3,2 miliar orang menggunakan internet. Dari angka tersebut, 2 miliar pengguna internet berasal dari negera-negara berkembang. Sayangnya, meskipun terlihat besar dari segi jumlah, terdapat 4 miliar penduduk dari negara berkembang yang masih tidak terkoneksi ke internet alias offline. Angka 4 miliar penduduk tersebut, setara dengan ⅔ populasi penduduk negara berkembang.

Secara sederhana, penduduk yang berada di wilayah pedesaan lebih sulit menjangkau koneksi internet dibandingkan penduduk yang berada di wilayah perkotaan. Salah satu alasannya, merujuk publikasi ITU adalah ketimpangan cakupan jaringan 3G. Jaringan 3G hanya memiliki cakupan sebesar 29 persen di wilayah-wilayah pedesaan atau terpencil. Sementara wilayah perkotaan, jaringan 3G memiliki cakupan hingga 89 persen.

Mengutip Ars Technica, aksi Microsoft menghadirkan koneksi internet bagi publik bukanlah upaya mereka masuk ke ranah bisnis provider telekomunikasi. Selain bekerjasama dengan provider telekomunikasi, salah satu pertanda mereka tidak masuk ke ranah bisnis provider telekomunikasi dibuktikan dengan dibebaskannya 39 paten milik Microsoft terkait dengan teknologi TV White Space. Padahal, paten merupakan salah satu lumbung pendapatan Microsoft. Mengutip kabar yang dipublikasikan Busniness Insider, Microsoft membukukan uang senilai $2 miliar setahun atas melisensikan paten mereka pada Samsung dan HTC.

Keputusan Microsoft tersebut mungkin ada benarnya. Bisnis provider telekomunikasi, meskipun berniai besar, memerlukan biaya yang tak kalah besar. Verizon, salah satu provider telekomunikasi terbesar di dunia, pada tahun 2016 lalu, memperoleh pendapatan hingga $126 miliar. Sayangnya, laba bersih perusahaan itu hanya berada di angka $13,12 miliar. Hal senada dialami oleh AT&T. Pada tahun 2016 lalu, mereka berhasil memperoleh pendapatan senilai $163,8 miliar. Namun, laba bersih yang dikantongi hanya sebesar $13,33 miliar. Margin antara pendapatan dan laba bersih yang tinggi, justru digapai oleh perusahaan-perusahaan yang menghadirkan layanan berbasis internet seperti Google dan Facebook.

Secara lebih luas, bukan hanya Microsoft sendirian yang berupaya menghadirkan koneksi internet bagi masyarakat luas, terutama bagi orang-orang yang tinggal di pedesaan atau wilayah terpencil. Facebook, melalui proyek bertajuk Aries, juga berupaya menghadirkan internet bagi masyarakat secara luas. Proyek Aries, merupakan sebuah proyek yang memodifikasi tower selular untuk lebih mudah digunakan di wilayah-wilayah pedesaan atau terpencil. Selain melalui proyek Aries, upaya Facebook juga dilakukan dengan proyek drone bersandi Aquila yang memiliki kemampuan menghadirkan koneksi internet.

Selain itu, ada pula Google yang mengerjakan proyek Loon, sebuah balon udara dengan kemampuan menghadirkan koneksi internet, guna memberikan jangkauan bagi masyarakat, terutama di wilayah terpencil untuk memperoleh akses internet.

Aksi-aksi perusahaan-perusahaan raksasa teknologi tersebut menghadirkan koneksi internet bagi masyarakat luas terutama di wilayah pedesaan atau terpencil, salah satu alasannya adalah meningkatkan jumlah pengguna layanan mereka. Wilayah pedesaan atau terpencil, memiliki penduduk dengan jumlah besar dan sangat berpeluang diarahkan untuk memanfaatkan layanan-layanan milik perusahaan-perusahaan raksasa teknologi tersebut.

Baca juga artikel terkait INTERNET atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti