Menuju konten utama

Tujuh Siswi SMP di Gunungkidul Jadi Korban Pelecehan Seksual

EDP (40) pembina pramuka di sebuah SMP di Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, DIY diamankan polisi karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 7 siswi.

Tujuh Siswi SMP di Gunungkidul Jadi Korban Pelecehan Seksual
Ilustrasi HL Indepth Pelecehan Seksual di Kampus. tirto.id/Lugas

tirto.id - Pembina pramuka berinisial EDP (40) di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, DI Yogyakarta diamankan polisi karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tujuh siswi di sekolah tersebut.

"Kemarin kami mengamankan pelaku pencabulan terhadap siswi SMP. Yang mana pelaku adalah pembina pramuka" kata Kapolsek Gedangsari AKP Solechan, pada Jumat (10/1/2019).

Dugaan pelecehan yang dilakukan EDP itu, kata Solechan, terjadi pada Agustus dan Desember 2019.

Kemudian pada Kamis (9/1/2020) sejumlah orang tua siswa mendatangi sekolah dan melakukan mediasi dengan pelaku hingga akhirnya berlanjut hingga kantor polisi.

"Kemarin karena orang tua korban itu mau melaporkan, kemudian kami tindaklanjuti. Kemudian kami bawa, kami amankan pelaku di kantor polisi," kata dia.

Terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual itu setelah korban mengadu ke orang tua mereka.

Korban mengaku telah mendapatkan tindak pelecehan seksual oleh seorang pria yang merupakan pembina pramuka di sekolah mereka.

Solechan mengatakan, sedikitnya ada tujuh siswi korban dugaan pelecehan seksual yang telah dimintai keterangan tahap awal di Polsek. Mereka, kata dia, mengungkapkan mengalami tindak pelecehan seksual di sekolah dan di luar sekolah saat kegiatan sekolah.

"[Dugaan tindak pelecehan seksual dilakukan] ada yang di sekolah dan ada yang di bumi perkemahan di Sleman, Yogyakarta. [kegiatan kemah] bulan Agustus 2019 sekitar tanggal 13-14," ujarnya.

Pelaku, kata Solechan, melakukan tindak dugaan pelecehan seksual dengan modus membujuk dan merayu korban.

"Modus pelaku dengan bujuk rayu karena pelaku juga menggunakan uang [...] kemudian beberapa siswi dilakukan ciuman dan yang lainnya. Kalau di kemah itu ada [yang diraba-raba] keteranganya seperti itu," kata dia.

"Dengan adanya perlakuan pelecehan dan pencabulan. Siswi itu trauma dengan kejadian itu," kata Solechan.

Solechan mengatakan kasus ini telah dilimpahkan ke Polres Gunungkidul untuk ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).

SGT, Kepala Sekolah SMP tersebut kepada reporter Tirto membenarkan bahwa ada laporan dari orang tua murid soal dugaan kekerasan seksual oleh pembina pramuka. Pelaku saat mediasi, kata dia, juga mengakui perbuatannya.

"Saat mediasi mengaku bersalah dan mengaku melakukan, tapi tidak ada dasar nafsu. Dia itu menganggap seperti adiknya karena dia katanya tidak punya adik," kata dia.

Kepala sekolah mengklaim apa yang dilakukan EDP tidak sampai membuat para korban trauma. Ia menyebut usai kejadian para korban masih masuk sekolah seperti biasa.

"Pengakuan anak hanya mencium pipi. Jadi enggak sampai pencabulan," kata dia.

Tujuh siswi yang mengaku mengalami pelecehan seksual tersebut terdiri dari lima siswi kelas 9 yang menjadi pembantu pembina pramuka, serta dua siswi masing-masing kelas 7 dan kelas 8 yang merupakan peserta pramuka.

Setelah kejadian itu, kepala sekolah mengatakan telah memberhentikan EDP yang telah menjadi pembina pramuka sejak tiga tahun terakhir.

"Kedepannya kami akan selektif menentukan pembina pramuka," ujar dia.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan olahraga Gunungkidul Bahron Rasyid saat meninjau ke sekolah tersebut kepada wartawan mengatakan akan memastikan kondisi para siswa dalam kondisi tenang dan menyerahkan kasus ini kepada polisi.

"Kami memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa anak-anak kami trauma terhadap perilaku Pak EDP. Tapi di sekolah dia merasa aman," ujarnya.

Ia juga memastikan pelaku EDP tidak akan lagi berada di sekolah baik sebagai pembina pramuka, maupun kegiatan lain di sekolah.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz