tirto.id - Gempa yang mengguncang wilayah Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) kemarin pada awalnya tidak membuat Vivi Yanti Banseng kaget. Saat gempa pertama kali terjadi, sekitar pukul 15.00 WITA, Vivi tengah berada di kantornya. Kantor itu terletak di Sigi, kabupaten di selatan Kota Palu, ibu kota Sulawesi Tengah.
Meski gempa terjadi sebanyak dua kali, kekuatannya relatif landai. Pesan singkat yang dikirim Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang masuk ke ponsel Vivi mengabarkan gempa tidak berpotensi tsunami. Ia pun melanjutkan aktivitasnya hingga jam tutup kantor.
Namun, belum sempat dia melangkahkan kaki keluar gedung kantor, gempa terjadi lagi sekitar pukul 18.00 WITA. Kali ini, guncangannya terasa lebih kuat. Pencatat gempa milik BMKG menyebut magnitudonya sebesar 7,7 skala richter dengan pusat gempa di 27 km arah timur laut Donggala, kabupaten tetangga Kota Palu.
"Kami keluar semua. Pokoknya banyak bangunan yang ambruk. Tiang listrik banyak yang bengkok. Bahkan, jalan ada yang retak tanahnya terbelah," ujar Vivi saat dihubungi Tirto, Jumat (28/9/2018) pukul 22.00 WIB.
Tak lama setelah itu, pesan singkat sekali lagi masuk ke ponsel Vivi. Pengirimnya BMKG. Lembaga itu menyebut gempa yang baru saja mengocok perut Vivi tersebut berpotensi menimbulkan tsunami.
Palu Dihantam Tsunami
Tsunami benar menghantam Palu. Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, tinggi air laut saat tsunami di Pantai Palu mencapai 1,5 meter. Informasi tersebut ia dapat dari saksi mata yang berada di lokasi kejadian. Detik-detik menghempasnya gelombang itu di pantai Watusampu dan pantai Talise juga direkam seorang warga yang tengah berlindung di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Palu.
Kota Palu dan Kabupaten Donggala terletak di tepi Teluk Palu. Teluk ini memanjang dari utara ke selatan. Kota Palu persis terletak di ujung selatan teluk tersebut. Sedangkan pusat gempa berada di sebelah utara teluk.
Gelombang tsunami bergerak dari utara, masuk ke teluk, kemudian menghantam Kota Palu. Keberadaan teluk membuat air laut menjalar di lokasi yang lebih sempit, sehingga tekanan yang dihasilkan pun lebih besar. Prinsip yang sama berlaku ketika seseorang menjempit ujung selang kala menyemprotkan air. Hal itu membuat dorongan air yang keluar dari selang lebih kencang.
Simulasi tsunami di Teluk Palu yang pernah dibuat pakar oseanografi Hamzah Latief pada 2012 menyebutkan penyempitan hamparan laut di Teluk Palu membuat ketinggian gelombang tsunami naik sekali atau dua kali lebih besar.
"Tsunami dari kata gelombang. Tsu itu teluk atau pelabuhan. Di Jepang, pelabuhan biasanya ada di teluk. Jadi, kalau dia masuk ke dalam daerah yang sempit, gelombang akan membesar," ujar Hamzah, yang juga pengajar di Program Studi Oseanografi Insitut Teknologi Bandung, kepada Tirto, Jumat (28/9/2018).
Hingga sekarang, BMKG dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat tengah melakukan pendataan wilayah terdampak tsunami.
Namun, perkiraan wilayah Kota Palu paling terdampak akibat tsunami dengan ketinggian tertentu dapat diketahui berdasarkan "Permodelan Tsunami dan Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu" yang disusun Rahmat Aris Pratomo dan Iwan Rudiarto pada 2013.
Menurut model yang dibuat dua peneliti bidang pembangunan wilayah dan kota tersebut, tsunami berketinggian 1 meter akan menggenangi 328,3 Ha wilayah Kota Palu. Saat keduanya melakukan penelitian lima tahun lalu, mayoritas wilayah yang tergenang masih berupa lahan kosong dan sedikit pemukiman.
Genangan terluas terdapat di Kecamatan Palu Utara, yakni seluas 112,06 Ha. Itu mencakup 34,14 persen dari total luas wilayah tergenang tsunami dengan ketinggian 1 meter. Lalu, wilayah genangan terkecil berada di Kecamatan Palu Timur, yaitu seluas 14,60 Ha.
Apabila tsunami yang menerjang Kota Palu berketinggian 2 meter, model Pratomo dan Rudiarto menyebut akan ada 706,25 Ha wilayah Kota Palu yang tergenang. Dalam skema ini, Palu Utara masih menjadi kecamatan dengan genangan terbesar. Sedangkan Palu Timur menjadi daerah bergenangan terkecil.
Antara Palu-Koro dan Makassar Strait
Apa yang memicu gempa di Donggala dan Palu?
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan gempa pengguncang Sulteng Jumat sore kemarin dipicu aktivitas sesar Palu-Koro.
“Berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempa bumi, maka kejadian gempa bumi tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona sesar Palu-Koro yang berarah barat laut-tenggara,” sebut PVMBG.
Palu-Koro ialah satu sesar yang melintasi pulau Sulawesi. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 menyebut Palu-Koro sebagai struktur utama pulau tersebut. Ia memanjang dari Sulawesi bagian tengah hingga selat Makassar.
Peta yang disusun Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) tersebut juga menyebut ada tatanan sesar rumit yang terdiri atas sesar yang masih aktif bergerak dan tidak lagi bergerak di Sulawesi. Meskipun ada 48 seksi sesar yang berurat-berakar di pulau Sulawesi, 4 seksi sesar Palu-Koro lah yang paling kerap bergejolak hingga menimbulkan gempa dan tsunami.
Mudrik S. Haryono, peneliti yang hasil risetnya soal sesar Palu-Koro dikutip Pusgen, menguatkan pendapat PVMBG. Menurutnya, sumber gempa yang hingga Sabtu (29/9/2018) dini hari telah menyebabkan 1 orang meninggal dunia itu berada di kemenerusan sesar Palu-Koro yang menuju ke laut.
"Kami menyebutnya kemenerusan sesar Palu-Koro yang belum kami petakan," ujar Mudrik kepada Tirto, Jumat (28/9/2018).
Secara geomorfologi, sesar Palu-Koro bertipe sesar geser mengiri (left lateral slip). Menurut Mudrik, sesar tipe geser biasanya tidak menimbulkan tsunami kecuali di sesar geser tersebut terbentuk flower structure, yaitu struktur rekahan permukaan bumi yang bentuknya seperti bunga. "Di situ ada pergeseran vertikal yang bisa menyebabkan tsunami," kata Mudrik.
Kemungkinan sumber gempa dipicu sesar lainnya juga ada. Di samping barat sesar Palu-Koro terbentang sesar Makassar Strait yang bertipe sesar naik laut. Biasanya sesar tipe itu yang menimbulkan tsunami. Jadi ada kemungkinan tsunami yang menghempas Kota Palu dipicu pergerakan sesar Makassar Strait.
Selain itu, tambah Mudrik, tsunami boleh jadi malah dipicu longsoran permukaan bumi bawah laut. Di situ terbentang Palung Makassar yang dalam dan memiliki slop yang terjal.
"Kalau gempa ini kami masih berdebat [soal pemicunya], tapi simpulan kami mengarah ke Sesar Palu-Koro. Jadi dia kinematik geraknya, [atau bersifat] sesar geser. Kalau geser murni, dia biasanya tidak menghasilkan tsunami. Tetapi, ini terjadi tsunami," pungkas Mudrik.
Editor: Ivan Aulia Ahsan