tirto.id - Presiden AS Donald Trump memerintahkan militernya menembakkan puluhan rudal jelajah ke pangkalan udara Suriah pada Kamis (6/4/2017) waktu setempat. Serangan ini merupakan serangan langsung pertama yang ditujukan Trump pada Presiden Suriah Bashar Assad pascaserangan kimia mematikan di Idlib.
Sebanyak 59 rudal Tomahawk diluncurkan oleh pasukan AS untuk menyerang pangkalan udara Shayrat di Homs, barat Suriah. Serangan itu berasal dari dua kapal angkatan laut yang diposisikan di Laut Mediterania.
"Malam ini saya memerintahkan serangan militer yang ditargetkan pada lapangan udara di Suriah, tempat serangan kimia diluncurkan. Serangan ini merupakan kepentingan keamanan nasional yang vital bagi AS untuk mencegah serta menghalangi penyebaran dan penggunaan senjata kimia mematikan," ujar Trump kepada wartawan, sebagaimana yang dilansir dari The Guardian, Jumat (7/4/2017).
Tembakan rudal dari AS ini diklaim sebagai reaksi atas serangan kimia mematikan yang terjadi awal pekan ini di Kota Khan Sheikhoun, Idlib, timur laut Suriah. Serangan paling mematikan dalam beberapa tahun di negara itu mengakibatkan setidaknya 86 orang tewas, termasuk 30 diantaranya adalah anak-anak.
"Tak dapat dibantah lagi bahwa Suriah telah menggunakan senjata kimia terlarang, melanggar kewajiban-kewajibannya di bawah konvensi senjata kimia dan mengabaikan Dewan Keamanan PBB," kata Trump lagi.
Pentagon menjelaskan pada wartawan bahwa pihaknya telah melacak pesawat yang terlibat dalam serangan kimia itu. Para pejabat AS mengatakan mereka percaya bahan kimia yang digunakan adalah gas sarin.
PBB dan para pemimpin Barat telah menyalahkan serangan kimia tersebut terhadap pemerintah Suriah, yang membantah menggunakan senjata kimia terhadap warga negaranya sendiri.
Rusia, sekutu Suriah, juga membantah pemerintah Assad bertanggung jawab atas serangan kimia mematikan itu. Paparan bahan kimia yang mematikan itu diklaim Rusia disebabkan oleh gudang senjata milik pemberontak Suriah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan Rusia bertanggung jawab atas kesepakatan pada 2013 yang seharusnya menghilangkan persediaan senjata kimia Presiden Assad.
"Mereka bertindak sebagai penjamin bahwa senjata kimia tersebut tidak ada lagi di Rusia. Jelas bahwa Rusia telah gagal memenuhi komitmen yang disepakati sejak 2013," terang Tillerson.
Ia pun mengakui bahwa tidak ada diskusi dengan Rusia sebelum atau bahkan sejak serangan rudal itu diluncurkan. Namun, Pentagon menegaskan bahwa Rusia telah diberitahu terlebih dahulu soal serangan itu melalui saluran militer.
"Pasukan Rusia telah diberitahukan sebelumnya terkait serangan itu menggunakan jalur yang dikuasai," jelas Tillerson lagi.
Pentagon mengatakan, percaya bahwa serangan rudal itu telah membuat “rusak parah atau hancur pesawat Suriah dan dukungan infrastruktur”, demikian yang dikutip dari The Guardian.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari