tirto.id - Presiden Donald Trump berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (14/12/2017). Keduanya dikabarkan berdiskusi tentang kemungkinan adanya kerja sama untuk menyelesaikan situasi terkait program nuklir Korea Utara.
Trump juga menggunakan kesempatan telepon tersebut untuk berterima kasih kepada Putin karena "mengakui kinerja ekonomi Amerika yang kuat dalam konferensi pers tahunannya," menurut sebuah pernyataan Gedung Putih.
Kedua pemimpin itu berbicara selama sekitar 10 menit, tapi Penasihat Keamanan Nasional H.R. McMaster tidak berpartisipasi dalam panggilan tersebut.
Sementara itu, Kremlin mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Trump dan Putin membahas hubungan bilateral dan situasi di Semenanjung Korea.
Panggilan tersebut menawarkan bukti baru bahwa Trump akan terus bekerja bersama Putin, terlepas dari skandal politik yang melibatkan mereka.
Penyelidikan khusus bekas Direktur FBI Robert Mueller menemukan adanya campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2016 dan kampanye Trump. Dalam laporan itu ditemukan sekitar 470 akun Facebook palsu berada di bawah koordinasi Rusia untuk mempengaruhi pemilih AS, pada periode Juni 2015 hingga Mei 2017.
Skandal memberikan kesan negatif terhadap hubungan AS-Rusia. Bagaimanapun, Trump terus memandang Putin sebagai sekutu potensial, terutama ketika berhadapan dengan Korea Utara.
Pada konferensi persnya pada Kamis, Putin menolak pembicaraan mengenai campur tangan pemilihan umum AS dan menganggap itu sengaja "dibuat" dan menyalahkan "mata-mata."
"Semua ini telah dibuat oleh orang-orang yang menentang Presiden Trump untuk memastikan semua orang berpikir bahwa apa yang dia lakukan dan kerjakan tidak sah," kata Putin seperti dilansir CNN.
Putin juga mencatat selama konferensi pers bahwa dia memanggil Presiden AS itu dengan nama depannya “Donald” saat mereka berbicara.
Dalam hal kebijakan luar negeri Trump, Putin mengatakan bahwa telah terjadi perbaikan hubungan dengan Rusia dan AS, namun jelas bahwa dia bekerja di bawah beberapa batasan dan keterbatasan.
Warga AS dan Rusia menghadapi tantangan bersama, termasuk terorisme, isu lingkungan, yang memerangi perkembangbiakan senjata pemusnah massal, Timur Tengah dan ketegangan di Semenanjung Korea, kata dia.
Putin menuduh AS memprovokasi Korea Utara dan meminta kedua belah pihak untuk mengurangi intensitas situasi.
"Saya tidak ingin menyinggung siapapun, tapi sejauh Korea Utara yang dikhawatirkan, kami percaya bahwa apa yang terjadi sekarang kontraproduktif," kata Putin.
Rusia secara teratur memperingatkan AS agar tidak memprovokasi Korea Utara dengan latihan militer bersama dengan Korea Selatan, kata Putin, menambahkan bahwa hanya dibutuhkan satu peluncuran nuklir untuk menciptakan "konsekuensi bencana."
September lalu, AS sempat mengatakan akan membuat sebuah resolusi baru untuk PBB mengenai sanksi keras terhadap Korea Utara terkait uji coba nuklir.
Namun, Putin membalas bahwa upaya sanksi lebih lanjut terhadap Korea Utara akan tidak berguna. Ia juga bahwa peningkatan "histeria militer" dapat menyebabkan bencana global.
“Mereka [Korea Utara] lebih suka makan rumput daripada meninggalkan program senjata nuklir kecuali jika mereka merasa aman. Dan apa yang bisa membangun keamanan? Pemulihan hukum internasional. Kita harus mempromosikan dialog di antara semua pihak yang berkepentingan,” ujar Putin, Senin (4/9/2017), seperti dikutip BBC.
Mengutip sebuah "aspek kemanusiaan", Putin mengatakan bahwa jutaan orang akan mengalami tindakan yang lebih keras, menambahkan: "Sanksi apapun sekarang tidak akan berguna dan tidak efektif."
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari