Menuju konten utama

Trotoar untuk Warga, Bukan Politik Trotoar

Tak hanya enak dilihat, fasilitas di jalan raya harus memenuhi syarat kelayakan.

Trotoar untuk Warga, Bukan Politik Trotoar
Warga melintas di jalur pedestrian di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (10/7/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Perhelatan pesta olahraga terbesar se-Asia, Asian Games 2018 tinggal menghitung hari. DKI Jakarta yang menjadi salah satu kota tuan rumah untuk menyambut para tamu dari negara-negara lain tengah berbenah demi mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya untuk mempercantik kota Jakrta. Salah satunya adalah soal penataan trotoar yang merupakan wajah dari suatu kota.

Namun, upaya untuk memoles kota Jakarta tak lepas dari berbagai masalah. Bongkar pasang trotoar rumput di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, misalnya, sempat dipermasalahkan karena terdapat area rumput yang merintangi antara halte TransJakarta dengan jalan. Hal tersebut membuat jarak halte ke bibir jalan menjadi cukup jauh sehingga penumpang harus memutar jalan untuk dapat menjangkau halte.

Anies mengatakan pemasangan rumput pada trotoar itu hanya sementara. Nanti akan dibongkar dan dibangun trotoar keras. "Sekarang belum, kami siapkan rumput karena jauh lebih mudah untuk dibongkar kembali, karena tempat itu belum selesai dibangun," katanya.

Pengamat tata kota Yayat Supriatna berkomentar soal pembangunan trotoar yang sedang dilakukan di Jakarta, khususnya di Jalan Jenderal Sudirman.

"Artinya si perencana apakah dikejar waktu atau tidak dikoordinasikan, kontraktornya enggak ngerti, sehingga mungkin tidak membuat cerukan. Cerukan itu artinya kalau mobil disetop, dia enggak berhenti di tengah, dia masuk ke dalam cerukan," kata Yayat.

Pelican crossing yang menjadi pro dan kontra, karena di satu sisi meningkatkan estetika dan memudahkan pejalan kaki, tapi di sisi lain berpotensi menimbulkan kemacetan yang dinilai Yayat harus diatur lebih lanjut.

"Sekarang prinsipnya bagaimana mensinkronkan semua kegiatan itu supaya tidak punya implikasi terhadap masalah baru," tegasnya.

Sebelumnya Yayan menjelaskan, bahwa masalah pelican crossing itu awalnya karena keinginan Gubernur Anies untuk meningkatkan sisi estetika, sedangkan polisi, "tidak ingin ada macet," katanya. Pelican crossing yang dibuat dengan membongkar JPO.

"Nanti ada dua hambatan, hambatan di pelican crossing dan hambatan di lampu lalu lintas. Apalagi pelican crossing itu kan harus diatur penyeberangannya, kalau yang nyeberang satu orang menghentikan banyak orang, kan enggak enak juga," kata Yayat.

Selain pemasangan rumput di trotoar Jalan Jenderal Sudirman dan pelican crossing, polemik soal pengecatan trotoar kembali menjadi buah bibir masyarakat. Trotoar yang semula berwarna hitam putih dicat warna-warni untuk menyambut Asian Games, kembali dicat hitam-putih karena ada peraturan yang harus dipatuhi.

Bagaimana Trotoar Ideal bagi Pejalan Kaki?

Pada Agustus 2017 beberapa peneliti dari Universitas Standford membuat sebuah penelitian yang dimuat di New York Times mencatat Indonesia menjadi salah satu negara yang warga negaranya paling sedikit berjalan kaki, dengan rata-rata hanya 3.513 langkah per hari.

Sebagai perbandingannya, Hong Kong menduduki peringkat pertama negara paling banyak berjalan dengan 6.880 langkah, dan Cina kedua dengan 6.189 langkah. Ukraina, Jepang, dan Rusia melengkapi posisi lima besar.

Jakarta sebagai wilayah metropolitan yang jumlah penduduknya sekitar 30 juta jiwa ini merupakan potret kota yang menyengsarakan rakyatnya dalam urusan berjalan. Dalam penelitian yang diwartakan New York Times itu, hanya 7 persen dari 4.500 mil jalan di Jakarta yang memiliki trotoar.

"Trotoarnya buruk, sepeda motor dijalankan di trotoar," kata Tim Althoff, seorang kandidat doktor asal Jerman dalam ilmu komputer di Stanford yang memimpin penelitian tersebut.

Alih-alih berjalan, penduduk Jakarta dan daerah perkotaan lainnya lebih memilih menggunakan mobil, bus, taksi, dan sepeda motor untuk menempuh jarak sejauh 200 meter, atau 650 kaki, daripada berjalan kaki.

Ada beberapa aspek yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat suatu trotoar sudah layak memenuhi syarat kelayakan untuk lingkungan pejalan kaki atau belum. Seperti ditulis dalam hasil penelitian Juriah, dkk (2014) yang berjudul “Comfort of Walking in the City Center of Kuala Lumpur”, aspek pertama untuk trotoar adalah “dapat dilalui” oleh pejalan kaki. Kedua, aspek kenyamanan ketika berjalan, yang ketiga aspek konektivitas dan aksesibilitas, dan yang terakhir adalah aspek keamanan.

Infografik Trotoar yang Ideal

Merujuk laporan World Bank (pdf), dukungan secara menyeluruh terhadap lingkungan pejalan kaki atau walkability telah menjadi semakin sebagai dunia urban dimana saat ini orang-orang cenderung lebih menggunakan kendaraan bermotor yang dapat mengancam menggantikan atau membatasi pejalan kaki.

Kekhawatiran tersebut mencakup hampir setiap aspek pengalaman pejalan kaki. Keterjangkauan akses orang-orang untuk berjalan memperhitungkan kualitas dari fasilitas pejalan kaki, kondisi jalan, pola penggunaan lahan, dukungan masyarakat, keamanan, dan kenyamanan untuk berjalan.

Bagi daerah perkotaan di negara-negara berkembang, di mana tingkat perpindahan penduduk yang tinggi, populasi miskin yang besar, dan kepadatan penduduk yang tinggi, berjalan adalah satu-satunya pilihan yang tersedia. Kaum miskin kota tidak mampu membiayai alternatif lain. Itulah sebabnya keadaan lingkungan pejalan kaki sangat penting untuk memungkinkan pejalan kaki mencapai kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, fasilitas publik harus bisa diakses oleh semua warga. Dalam perencanaan fasilitas jalan raya, dan trotoar, pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab: Apakah anak-anak dapat pergi ke sekolah? Apakah kaum wanita dapat melakukan perawatan pasca-melahirkan? Apakah orang tua dan penyandang disabilitas dapat beraktivitas secara mandiri dalam kehidupan di masyarakat?

Baca juga artikel terkait PENATAAN TROTOAR atau tulisan lainnya dari Ramdan Febrian

tirto.id - Politik
Reporter: Ramdan Febrian
Penulis: Ramdan Febrian
Editor: Maulida Sri Handayani