Menuju konten utama

Transaksi LCS dengan Malaysia-Thailand Capai Rp1,18 T di Awal 2019

Transaksi perdagangan bilateral Indonesia-Thailand serta Indonesia-Malaysia, yang memakai skema local currency swap (LCS), meningkat pesat pada triwulan I 2019.  

Transaksi LCS dengan Malaysia-Thailand Capai Rp1,18 T di Awal 2019
Sejumlah kapal melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (18/3/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Total transaksi perdagangan bilateral dengan mata uang lokal atau melalui local currency swap (LCS) antara Indonesia-Thailand serta Indonesia-Malaysia terus menunjukkan perkembangan positif.

Pada triwulan I 2019, total transaksi perdagangan melalui LCS menggunakan Baht (THB) mencapai USD13 juta (setara Rp185 miliar). Nilai transaksi itu meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018, yaitu sebesar USD7 juta (setara Rp96 miliar).

Sementara transaksi LCS menggunakan Ringgit (MYR) pada triwulan I 2019 mencapai USD70 juta (setara Rp1 triliun). Angka transaksi tersebut meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun 2018, yang hanya senilai USD6 juta (setara Rp83 miliar).

Jika ditotal, nilai transaksi menggunakan LCS antara RI dan 2 negara ASEAN itu pada triwulan I 2019 mencapai Rp1,18 triliun.

"Kerja sama tersebut [penerapan LCS] akan memberikan manfaat bagi pelaku usaha melalui pengurangan biaya transaksi dan peningkatan efisiensi dalam settlemen perdagangan," ujar Direktur eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, Jumat (5/4/2019).

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar, Indonesia telah menyepakati kerja sama lanjutan untuk memperluas LCS dengan skema Appointed Cross Currency Dealers (LCS-ACCD) tersebut.

Tak hanya dengan Malaysia dan Thailand, kesepakatan itu juga ditandatangani oleh BI dan bank sentral Filipina, yakni Bangko Sentral ng Pilipinas.

Kerangka kerja itu bertujuan mendorong penggunaan mata uang lokal lebih luas lagi di masyarakat ekonomi ASEAN.

Di samping itu, lanjut Ony, kerja sama itu juga akan mendorong perkembangan lebih lanjut pasar valuta asing dan pasar keuangan di kawasan dalam mendukung integrasi ekonomi dan keuangan yang lebih luas.

Dengan demikian, pelaku usaha di empat negara tersebut akan mendapatkan lebih banyak opsi dalam memilih mata uang dalam transaksi perdagangan.

"Sehingga mengurangi risiko nilai tukar terutama di tengah kondisi pasar keuangan global saat ini yang masih bergejolak (volatile)," ujar Onny.

Baca juga artikel terkait PERDAGANGAN BILATERAL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom